Yasa pun berjalan ke arah garasi saat berkunjung ke rumah Nadine. Sementara Nandine pun menggandeng tangan Yasa dengan penuh kasih sayang. Yasa hanya memandang Nadine penuh kasih sayang.
"Aku pulang dulu yaa, udah malem, kamu istirahat." Kata Yasa.
"Iya tapi… nanti kesini lagi ya." Jawab Nandine.
"Iya, besok aku kesini pulang kerja ya."
"Kamu bobo sendirian di sana ya? Kasian. Kunci kamarnya ya, jangan nakal disana." Kata Nadine.
"Iya, gak apa-apa kok. Iaa aku kunci kamarnya, aku juga gak akan nakal kok. Aku sayang sama kamu." Jawab Yasa.
"OM YASAAAAAAAAAAA…….!" Terdengar suara anak yang berlari dari rumah sebelah. Terlihat Jaka anak yayasan yang dulu ia kenal.
"Eh Jaka.. Om pulang dulu ya." Kata Yasa sambil memeluknya. Kamu jangan nakal di sini, belajar yang rajin, biar besar jadi pengusaha."
"Iya om, loh om Evan mana?" Tanya Jaka.
"Oh om Evan lagi ke singapur sama om Aldo." jawab Yasa. Dengan penuh kash sayang Nadine pun juga mengusap rambut Jaka.
"Oh mau bantu masalah tante Icha ya?" Tanya Jaka. Seketika Yasa dan Nandine saling menatap.
"Jaka tau, apa yang terjadi?" Tanya Yasa.
"Tau.. Tapi nanti tante Icha akan di marahin kok. Biar gak ganggu om Evan lagi." Jawab Jaka.
"Dimarahin siapa?" Tanya Yasa dengan penuh penasaran.
"Nanti juga tau, Jaka gak mau bilangin, soalnya Jaka takut di marahin juga."
"Dimarahin siapa?" tanya Nadine. Sementara Jaka hanya menutup mulutnya dengan telapak tangannya."Om hati-hati ya, Jaka dan yang lainnya sayang sama semua." Kata Jaka.
Yasa hanya terdiam dan berfikir apa maksud yang di katakan oleh Jaka. Namun Nandine memegang tangan Yasa dan memberika tanda untuk sabar.
Kemudian Yasa segera menaiki motornya dan memakai helm, tak berapa lama Yasa pergi meninggalkan Jaka dan Nadine.
********
Suasana di pagi hari di singapur begitu cerah. Aldo menikmati sepotong roti bakar dengan sosis, omelette dan salad, sementara Evan datang dengan membawa dua cangkir kecil berisi jus saat mereka sarapan di sebuah restaurant hotel. Evan pun melihat ke arah sekeliling restaurant. Terlihat belum begitu ramai tamu yang datang. Namun tak berapa lama seorang waiter mengantarkan pesanan Evan. Kemudian Evan beranjak dari duduknya namun tangannya di tarik oleh Aldo yang membuat ia menoleh ke arah Aldo.
"Mau ngapain?" Tanya Aldo.
"Eehh.. Mau ambil kue itu tuh yang warna-warni sama puding." Jawab Evan dengan gaya polosnya.
"Abisin dulu yang di meja, lu gak liat nih meja penuh sama piring yang isinya masih penuh makanan lu?" Tanya Aldo. Perlahan Evan kembali duduk dengan mulut manyunnya.
"Kan nanti keburu habis, jadi kan enak kalo makan gak perlu bolak balik lagi ambil makanan." Kata Evan.
"Iya Van, tapi takutnya yang lu ambil gak ke makan, nanti malah ke kenyangan. Ayo abisin dulu, baru boleh ambil lagi." Kata Aldo.
"Iya iya… eh lu cuma makan telor sama tumbuhan emang kenyang?" Tanya Evan sambil memotong telor mata sapi dan menggigit roti bakarnya yang sedikit gosong.
"Ya nggak sih, cuma nanti gua ambil lagi kalo ini udah abis, emang lu bakal habisin ini semua? Inget loh.. Jangan di bawah ke tas!" Canda Aldo.
"Abis dong, yah lu kaya gak tau gua aja, dari dulu demen nya makan." Kata Evan.
"Liat tuh pipi lu udah montok!" Canda Aldo.
"Emang iya? OMG gua jadi insecure deh, trus gua harus gimana? Balikin ini makanan semua?"
"Ya jangan lah! Lagian sih lu besok-besok kalo breakfast buffe gak usah banyak-banyak dulu ambil nya." Kata Aldo.
"Iyaaaa.. Trus ini gimana? Bantuin sih abisin…, tuh.… belum gua apa-apain kok." Kata Evan. Sementara Aldo hanya tersenyum melihat sikap Evan.
"Abis ini gua mau ke apartemen Mr. Alex, lu di sini aja ya, berenang sana, atau kemana kek jalan-jalan, tapi inget kalao ke luar kabarin gua dulu lokasinya, jadi kalo ada apa-apa gua bisa tau posisi lu." Kata Aldo.
"Iyaaa Al, eh sekarang semenjak jadi bapak, Aldo kok ceriwis sih, protektif banget, naluri pengen punya anak laki ya?" Canda Evan.
"Eehh.. Masa sih? Iya kali yaa."
"Ya udah gih bikin lagi, ntar gua bilangin Vika deh." Kata Evan.
"Ngapain bilangin, kan Vika istri gua." Kata Aldo.
"Oh ya ya lupa hahahaha… semoga nanti anaknya kembar yaa.."
"Amin…." Jawab Aldo sambil tersenyum dan menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
"Dih.. Centil banget lu, kaya anak kemaren sore!" Jawab Evan sambil tertawa. Mereka pun tertawa bersama.
********
"Byuurrrrrrr………!"
"Ya ampun seger banget nih air, sambil liat pemandangan singapur dari atas rooftop. Angin semilir kalau dari atas, jadi panasnya gak begitu kerasa. Nikmat banget… eh tapi pas sih, yang berenang anak dewasa semua, kalo weekend pasti ramai banyak anak-anak." Gumam Evan. Dengan santai Evan melakukan gerakan mengambang sambil menatap ke arah langit. Kakinya pun terus di kepakkannya agar tubuhnya terus meluncur di air.
"Bleeeeeeeebbbbbb!" Terdengar suara ban berbentuk unicorn berwarna putih dan pink yang jatoh tepat di wajah Evan
Dengan sigap Evan menahan nafas dan menghindarinya. Kemudian kepalanya naik ke permukaan air, ia pun membasuh wajahnya dengan tangannya.
"Eh sapa sih yang lempar ban ke muka gua!" Kata Evan, namun ia melihat seorang anak gadis kecil yang menatap nya dengan takut. Kemudian anak itu berlari sambil menangis, Evan pun panik, ia bergegas menyelam dan meluncurkan tubuhnya ke dasar kolam. Perlahan Evan membuka matanya di dalam air, dengan cepat Evan meluncur seperti katak yang sedang berenang di dasar kolam. Namun Evan terkejut saat melihat bayangan Icha yang melewatinya sambil tersenyum hanya memakai kain putih dan wajahnya tersenyum memandang Evan.
Seketika Evan pun berusaha naik ke permukaan, nafasnya mulai kehabisan. Tubuhnya lemas, ia menoleh ke arah air namun tak ada baju putih yang melintas. Evan pun mencoba memberanikan diri menyelam kembali dan melihat sekeliling kolam. Namun ia hanya melihat kaki-kaki orang yang sedang mengayun. Evan pun kembali naik ke atas kolam dan duduk di bibir kolam. Nafasnya terengah-engah, tenaganya seolah habis terkuras. Evan segera menarik handuknya yang di letakkan di bangku panjang dan menutup tubuhnya dengan handuk. Ia masih tak percaya dengan apa yang ia lihat tadi.
*********
Aldo membuka kamar hotel saat menjelang malam, ia melihat Evan sedang duduk di ranjangnya sambil bersila dan memeluk guling. Tubuhnya seperti di ayun-ayunkan. Suara tv pun terdengar sedikit besar. Kemudian Evan segera mengecilkan volume tv. Aldo pun meletakkan tas dan jam tangannya di atas meja sambil menatap Evan yang sedikit ketakutan.
"Van.. Lu kenapa? Lu baik-baik aja?" Tanya Aldo sambil menghampiri Evan dan duduk di ranjangnya. Sementara Evan masih saja nampak ketakutan dan hanya terdiam dan membuat Aldo menjadi bingung. "Van… ini gua Aldo.. Lu gak apa-apa?" Kemudian Aldo berusaha memegang telapak tangan Evan, perlahan Evan menunduk dan menoleh ke arah Aldo.
"Al… gua liat dia." Kata Evan dengan mata berkaca-kaca.
"Liat siapa Van?" Tanya Aldo dengan wajah penuh penasaran. Kemudian Evan kembali menatap tv, kepalanya pun menggoyang ke kanan da kekiri dengan perlahan, sementara tubuhnya masih seperti di ayun. Aldo pun merangkul Evan dan mengusap punggungnya, agar Evan merasa terlindungi dan berharap semua baik-baik aja. Namun seketika Evan meneteskan air mata, namun wajahnya tetap saja datar, ia merasa seperti menahan sesuatu.
"Gua liat wajahnya.. Gua gak tau kenapa dia selalu datang, tapi dia tersenyum, kenapa dia selalu ngukutin gua Al? Apa yang dia mau dari gua?" Tanya Evan dengan wajah tetap datar dan air matanya yang menetes, bibirnya pun sedikit bergetar menahan tangis.
"Iya sabar ya Van.. Gua tau mungkin maksudnya dia gak mau jahat sama lu, gua tau kok, dan gua juga tadi lihat sosok dia di depan pintu apartemen Mr. Alex." Kata Aldo. Seketika Evan menoleh ke arah Aldo.
"Maksudnya?" Tanya Evan dengan nada perlahan.
"Iya.. Ada sosok bayangan putih yang masuk ke ruangan Mr. Alex dan gua juga tadi nge check ke kepolisian untuk memastikan, ternyata ada sosok mahluk itu yang berdiri di bar ruangan Mr. Alex. Gua tau kok maksudnya siapa. Mungkin Icha pengen membalas kan dendam karena Mr. Alex yang telah menabraknya. Jadi polisi juga mengembangkan kasusnya dengan kasus Icha, makannya gua minta tolong sama lu, kasih tau alamat apartemennya Icha. Supaya kita tau siapa yang memperkosanya. Polisi sini sih masih ragu, apa betul ini akibat sosok Icha atau motif pembunuhan lain, tapi dari CCTV emang gak ada siapa-siapa, gua liat sendiri Mr. Alex kaya kedorong kenceng gitu, dan di situ ada bayangan yang melintas. Tapi kita harus minta bantuan siapa buat mengetahui siapa yang memperkosa Icha." Kata Aldo.
"Tanya aja sama orangnya." Kata Evan.
"Tanya gimana? Kan gua gak bisa komunikasi sama dimensi lain, gua bukan anak yang punya kelebihan seperti itu." Kata Aldo.
"Tapi.. Dia ada di sini Al." Jawab Evan. Seketika Aldo terkejut mendengar ucapan Evan. Jantungnya berdegup kencang dan hanya menatap wajah Evan.
"Eehh.. Diaa.. Dimana?" Jawab Aldo gugup. Dengan santai Evan menunjuk ke arah kamar mandi. Aldo pun berusaha memberanikan diri melirik ke arah kamar mandi dan menoleh ke arah situ. Saat Aldo menoleh dan melihat arah kamar mandi. Aldo tidak menyadari sosok wajah Icha yang berada di samping wajah Evan dengan tatapan yang datar dan menatap Aldo.
Kemudian Aldo kembali menoleh ke arah Evan, namun sosok Icha menghilang entah kemana. Evan pun menarik nafas panjang dan tubuhnya menggeliat.
"Aduh lemes banget gua, apa abis renang ya? Pegel banget deh, eh lu ngapain deket-deket gua? Birahi lu lagi memuncak? Bae-bae, temen lu ebat juga! Sonoan ah!" kata Evan sambil mendorong perlahan tubuh Aldo dan ia menggeserkan duduknya ke ujung ranjang. Aldo pun makin di buat bingung dengan sikap Evan.
"Van.. Lu baik-baik aja kan?" Tanya Aldo.
"Bae, ya udah yuk laper nih, kita makan yuk!" Jawab Evan. Kemudian Aldo sedikit bernafas lega, ia pun berdiri dari duduknya sambil memegang lengan Evan sambil berdiri dan berjalan menuju ranjangnya.
"Buuugggggggg….." Terdengar suara dari belakang, Aldo pun menoleh ke belakang saat melihat Evan terjatuh dengan kepala nungging.
"Eh lu kenapa Van?" Kata Aldo sambil berusaha menarik tangan Evan.
"Aduhhh.. Sakitt… lagian udah tau gua duduk di pinggir kasur, lu berdiri sambil menekan pundak gua, ya gua oleng lah! Pake nanya kenapa! Bener-benet ya lu Al, udah mulai ketularan Yasa lu." Kata Evan sambil meringis kesakitan memegang pipinya yang jatuh ke karepet hotel. Aldo pun tertawa terbahak-bahak sambil melihat tingkah Evan.
"Maaf.. Maaf gak sengjaaa. Lagian lemah banget tubuh nya kaya kayu rapuh." Kata Aldo sambil terus meminta maaf kepada Evan.
*********
Yasa duduk di meja kerjanya, ia hanya memandang sebuah undangan pernikahan, wajahnya tersenyum. Seketika Yasa membayangkan saat dulu masa-masa sekolah, dengan gaya yang cuek, sering membuat teman-temanya tertawa melihat tingkahnya, saat menyukai seseorang yang selalu menemaninya bermain basket.
Yasa juga membayangkan saat ia pertama kali masuk universitas, ia bertemu sahabat-sahabatnya, terbayang wajah Icha, Indra, Evan, dan Vika pada masa kuliah. Membayangkan kejadian-kejadian yang setiap hari di lalui semasa tinggal di kontrakan bersama Indra dan Evan, kekonyolan, keseruan bahkan kejadian-kejadian yang mereka alami, namun Yasa sedih karena Indra dan Icha nantinya tak bisa hadir menyaksikan pernikahannya, disaat sahabat-sahabatnya telah mendapatkan pasangan, disaat pertama kali Yasa melihat Icha. Namun ia harus mengalah demi kebahagiaan Evan.
Bahkan Yasa pun juga mengingat saat Aldo juga masuk ke kehidupan persahabatnya setelah Indra meninggal. Mata Yasa berkaca-kaca, ia lalui saat-saat perjuangan mereka dalam menyelesaikan kuliahnya.
Saat ini Terukir sebuah nama yang ia cintai, Di usapnya tulisan Nandine di lembaran undangannya. Ia juga membayangkan saat bertemu dengan orang tuanya, apalagi anak-anak yayasan juga ikut bahagia mengetahui pernikahannya dan Nadine. Tak terasa air mata Yasa menetes, bibirnya tersenyum bahagia.
"Indra, Icha… andai kalian bisa menyaksikan hari bahagia ini, tapi itu mustahil. Setidaknya gua tau, kalian juga pasti akan bahagia dengan keputusan gua." kata Yasa sambil menghapus air matanya dan berusaha tegar. Yasa pun meletakkan undangan yang ia pegang ke dalam tumpukannya, berharap besok atau lusa undangan ini bisa tersebar ke kerabat, sahabat Yasa dan Nadine. Yasa pun menutup laptopnya dan beranjak dari duduknya, ia berjala masuk ke kamar mandi. Namun Yasa tak melihat sebuah tumpukan undangannya seperti ada yang menggerakkannya sedikit.
*********
Evan membuka pintu kamarnya saat pulang dari singapur, jam menunjukkan pukul dua belas siang. Dengan santai Evan meletakkan tas nya berisi baju ke meja kerjanya, ia melihat beberapa rumpukan undangan yang tersususn rapih di meja keja Yasa. Ia pun juga nelihat beberapa kardus berisi undangan. Evan pun membuka undangannya dan tersenyum bahagia.
"Akhirnya.. Lu bakal ngelepas masa lajang Yas. Gua bangga sama lu, gua pikir lu lama nikahnya karena saking cueknya sama sebuah hubungan, ternyata lu bakal duluin gua. Hmmm… gak apa-apa Yas, asal lu bahagia, gua juga ikut bahagia sebagai sahabat, mana tau suatu hari gua bisa punya tumpukan undangan kaya yang lu siapin ini. Gua juga seneng, design gua lu pake buat undangan ini. Gua akan bantu sampai lu selesai resepsi, kalo perlu malem pertama gua bantu dah!" Kata Evan.
"Gak usah di bantu malam pertama juga kali Van! Lu pikir gua gak sanggup?" Kata Yasa saat bangun dari tidurnya di atas kasur tingkatnya.
"AAAHHHH….! NGAGETIN GUA AJA LU!" kata Evan sambil menoleh ke belakang. "Eh lu kok gak kerja? Kenapa? Bengkel sepi? Semua mobil pada di liburin? Cafe juga tutup? Pada masak di rumah?" Tanya Evan.
"Kagak, emang sengaja hari ini gua gak masuk, mau sebarin undangan, ayo anterin gua ke bagian pegiriman barang, sebagian gua anterin ke rumah yang deket-deket, eh tapi lu cape ya, nanti aja lah." Kata Yasa.
"Sekarang banget?" Ya udah gak apa-apa, kalo mau anterin paketnya, kalo mau anterin ke rumah temen-temen lu gua juga siap." Kata Evan.
"Serius lu gak cape? Eh gimana ceritanya waktu di singapur? Lu dianterin siapa?" Tanya Yasa.
"Nggak kok, santai aja, gua udah janji kok bakal bantuin lu, kita kan sahabat! Yah kalo mau cerita nanti aja sekalian pas anter undangan ke rumah Aldo. Tadi sih gua naik taxi pulangnya. Tapi kita agak maleman aja ke rumah Aldo ya, pasti dia istirahat dulu siang ini." Kata Evan.
"Oke siap.. Makasih ya Van.. Ya udah gua mau mandi dulu." Kata Yasa sambil menuruni tangga besi yang berada di kasur tingkatnya.
"Ngapain mandi? Gak usah! Kaya manusia aja lu mandi." Canda Evan.
"Lah emang lu pikir gua apa?" Tanya Yasa saat berdiri memandang Evan.
"Lu kan sejenis kambing gunung, noh kasurnya aja di atas, berasa di tebing yak tidurnya? hahahahaa…!" Canda Evan. Seketika Yasa mencekik Evan dengan perlahan.
"Ampunn heleeeppp.. Sekuritiii, satpam, satpol PP, FBI, please help me! Pala gua di unyeng-unyeng, dih bau lu! Mandi sanaaaa!!!!" Kata Evan yang terus berusaha meronta dari hempitan tangan Yasa.