Bintangnya jangan lupa di klik ya guys! Komennya juga boleh untuk lebih membangun cerita ini. Terima kasih..
.
.
.
.
.
Argani Devrialis Baureksa
Happy Reading
♥♥♥
"Mama lihat ini," ujar Zura berlari membawa kelinci putih di gendongannya.
Zahra menghampiri kedua anaknya, "dari mana itu kelincinya?"
"Dikasih kakek jual kelinci, terus Aunty petir kasih uang," sahut Raga mengelus kelinci hitamnya.
Sina berdecih, "kamu tinggal singkat Aunty yang belikan susah ya Ga," sinis Sina menghempaskan tubuhnya di sofa.
Zivara kembali tinggal bersama Real. Sina di kontrak Arga menjadi asisten pribadi si kembar dengan mengantar dan menjemput mereka. Zahra tentu hanya berdiam diri di mansion.
"Nantikan diganti Papa uangnya," timpal Zura diangguki Raga.
"Terus itu mau diletak dimana kan gaada kandangnya, nanti dia lompat-lompat rusakin barang Papa gimana," ujar Zahra mengambil tas si kembar.
Sina mengerut kening, "yang lompat-lompat itu bukan kelinci istri holkay. Paling dia masuk ke kolong-kolong itu tuh, atau biarin ajalah bebas di tamanmu," sahut Sina memakan keripiknya.
Zahra menggeleng kuat, "big no. Jangan letak di taman Mama, habis bunga Mama nanti," larang Zahra.
"Minta sama Papa kalian nanti buat lapangan bermain kelinci bilang, dalam satu malam jadi itu mah yakin Aunty," ujar Sina.
"Raga, nama kelinci Raga apa?" celetuk Zura.
"Zura," jawab Raga.
Zura mendelik, "kok Raga samakan Zura sama kelinci item itu,"rajuknya.
"Zura itu yang Raga sayang, Raga mau sayang kelinci ini jadi namanya Zura aja biar rasa sayang Raga ke Zura dan kelinci ini sama ga beda," jelas Raga.
"Uh so sweet," kompak Zahra dan Sina tersenyum geli.
"Ya tapi namanya jangan Zura, Black aja Zura kasih nama kelinci Zura White," ujar Zura.
"Karena bulunya?" tanya Raga diangguki Zura.
"Pemikiran Zura simple kaya Zahra, Raga punya filosofi kayak Arga. Perpaduan yang sempurna," puji Sina.
"Cepetan peka Mbak, biar si kembar ada temennya," goda Zahra.
"Dih, au ah," balas Sina melangkah pergi sebelum Zahra kembali menggodanya.
"Udah ah ayo mandi, untuk sementara letak di taman Mama deh gapapa. Nanti Papa pulang minta semua perlengkapan White sama Black ya. Punya hewan peliharaan itu berarti tanggung jawab Raga dan Zura lebih besar. Bukan cuman belajar dan main tapi juga ngurus mereka. Mama ga suka kalau kalian biarin White sama Black di urus sama maid ya, harus urus sendiri kalau udah ngerti. Janji sama Mama?"
"Janji Mama," jawab mereka pergi melepaskan White dan Black ke taman Zahra.
Zura merunduk mencari kelincinya. Zura berhati-hati memasuki taman Zahra takut di marahi Mamanya.
"White, kamu dimana? Kesini dong, jangan jauh-jauh nanti Mama marah," panggil Zura.
"Dorr," kejut Raga tertawa keras melihat wajah Zura yang kesal.
"Raga jangan nakal deh," rajuk Zura.
"Cari White kan? Dia disitu sama Black," ajak Raga menarik Zura menuju kelinci mereka yang diletakkan Raga di dalam kardus dengan dua buah wortel di dalamnya.
"Ih Raga pinter," puji Zura berjongkok memberi makan kelincinya.
"Iya dong, jaga-jaga biar Mama ga marah karena kelinci kita nakal. Mulai hari ini kelinci kita harus di ajari biar ga nakal terus Mama sayang deh," ujar Raga mengelus kelincinya.
Raga dan Zura saling pandang saat mendengar Arga yang kembali. Mereka berlari menuju Arga yang duduk di sofa dengan raut lelah.
"Papa," pekik mereka kompak.
"Hai, wangi banget sih," ujar Arga mengecup keduanya.
"Papa capek kan kita pijit ya," ujar Raga berdiri memijit pundak Arga dengan Zura yang memijit lengan Arga.
"Tunggu-tunggu ini ada apa ya kok tumben," geli Arga.
"Kita kan anak baik Papa," sahut Zura.
Zahra berdecih meletakkan teh Arga, "ada maunya itu Pa," sahut Zahra duduk di samping Arga.
"Emang mau apasih," bingung Arga.
Raga turun dan berdiri berdampingan dengan Zura.
Raga berdeham, "tadi Raga dan Zura beli White sama Black di kakek yang jual kelinci. Tapi belum ada kandangnya, jadi Papa beliin semua kebutuhan White sama Black ya?" Ujar Raga dengan kedipan lucu di angguki Zura semangat.
Arga tersenyum dan mengangguk, "jadi nama kelincinya White dan Black?" Mereka mengangguk. "Raga dan Zura bisa janji sama Papa untuk menjaga White dan Black dengan baik?" Mereka kembali mengangguk.
Arga mengelus dagu dan menyeruput tehnya. Si kembar dan Zahra terdiam menunggu jawaban Arga. Arga melirik arlojinya sekilas.
"Besok libur sekolah kan?" mereka kembali mengangguk. "Besok kita pergi," putus Arga membuat keduanya bersorak senang.
"Yeay, terima kasih Papa," pekik mereka kembali berlari menuju kelincinya.
"Mas, Za ikut kan?"
Arga menggeleng, "tidak,"
Zahra menggesek kakinya kesal, "Za ikut dong Mas, bosen tau," rengeknya.
"Masih ingatkan peraturannya?"
Zahra mengangguk malas, "tidak boleh melakukan apapun, nurut sama Mas, dan tidak boleh tersenyum,"
"Oke, besok kita ke Mall," ujar Arga membuat Zahra melompat-lompat senang.
Arga mengeluarkan sebuah ponsel dan menyerahkannya pada Zahra.
"Buat Za?" Arga berdeham.
"Ini gimana cara pakainya Mas?" bingung Zahra menegakkan tubuhnya dan membulak balik ponsel keluaran terbaru berwarna merah muda itu.
Arga menarik Zahra bersandar di dadanya dan mengeluarkan ponselnya juga yang di letakkan diatas meja.
"Kamu swipe keatas dia terbuka kan," Zahra mengangguk. "Kamu pilih ini, terus tekan sedikit lama angka 1,"
Tak lama berselang ponsel Arga berdering menampilkan nama WIFE♥.
"Ih bunyi," kaget Zahra membuat Arga geli.
"Yang tadi itu kalau kamu mau telepon aku, kalau kamu sms dari sini. Tuh ketik apa aja coba, abis itu kirim lewat ikon kirim di sudut keyboardnya itu,"
Zahra dengan serius mengetik dan sedikit menjauh dari Arga. Arga meletakkan tehnya saat ponselnya menunjukkan pesan masuk dari istrinya. Arga tertawa keras dengan isi pesannya.
WIFE♥ :
M4s Z4 g4 t4u 1n1 nul1sny4 g1m4n4
"Kok Mas ketawa, ga mau ah Za ga mau pakai ini," rajuk Zahra mengembalikan ponselnya pada Arga.
"Pakai, biar aku bisa denger suara kamu kalau kangen," ujarnya memeluk Zahra dan mencium pipi Zahra gemas.
"Mas itu di ponsel kamu bisa ada foto Za nya?"
Arga mengangguk memperlihatkan lockscreennya yang menampilkan wajah Zahra tengah tersenyum manis.
"Za juga mau gitu ada foto Za nya," pinta Zahra memberikan ponselnya pada Arga.
Arga menerima ponsel Zahra dan membuka kamera. Arga menarik Zahra dan mencium bibir Zahra sedetik sebelum foto diambil.
Foto tersebut memperlihatkan Zahra yang terkejut dengan mata membesar saat Arga menciumnya mendadak.
"Gitu aja, biara gaada yang berani nyentuh ponsel kamu. Jangan diletakkin jauh-jauh, nanti kamu ga dengar kalau aku telepon," pesan Arga.
"Yaudah sana Mas mandi, Za mau lihatin anak-anak," ujar Zahra.
"Mas ini bawa sekalian," tahan Zahra dan memberikan ponselnya dengan Arga.
★★★
Zahra keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya.
Zahra menggeleng melihat Arga yang masih tidur telungkup menyembunyikan dada bidangnya. Zahra mengolesi wajahnya dengan skincare mahalnya.
Raga dan Zura menampakkan diri di depan pintu kamar orang tuanya. Zura dengan bibir mengerucut menatap sebal papanya yang masih tertidur pulas.
"Bangunin gih," kekeh Zahra.
Raga membantu Zura naik ke ranjang. Zura menduduki punggung Arga dengan Raga yang memberikan guling pada Zura sebagai senjata.
"Papa bangun ayo katanya mau pergi beli kandang White sama Black," pekik Zura melompat diatas punggung Arga dan berulang kali memukul tengkuk Arga dengan bantal.
"Udah sayang, ga boleh pukul Papa ga sopan," ujar Zahra menahan tawanya.
Zura membuang gulingnya, "kalau Papa ga bangun, kita perginya sama Mama dan Uncle Daniel aja," ancam Zura membuat Arga berbalik menahan tubuh kecil putrinya yang hampir tersungkur ke lantai.
"Pergilah, jika Zura mau Papa buang kelinci jelek kalian," ledek Arga dengan wajah bantalnya.
"PAPA," pekik mereka tidak terima kelincinya di hina.
Raga ikut naik keatas ranjang dan memukul Arga brutal. Zura menggigit lengan Arga yang memeluk pinggangnya.
Zahra terperanjat melihat kedua anaknya yang sangat bringas.
"Eh udah-udah ga boleh gitu dong sama Papa, Mas kamu juga bangun dong," lerai Zahra menurukan Raga dan Zura dengan Arga yang tertawa dengan kelakuan kedua anaknya.
"Papa berubah jadi Zombie ni," rajuk Arga menunjuk lengannya yang berbekas.
"Biarin, nanti Mama cari Papa baru," sahut Raga.
Arga memicing menatap Raga, "kalau gitu, Papa makan Mama biar jadi Zombie juga," balas Arga.
Zura refleks memeluk kaki Zahra, "berani Papa gigit Mama, Zura gigit lagi nanti," ancamnya dengan mata kecilnya yang menyipit.
"Raga bawa adiknya keluar ya, tunggu bersama Uncle Daniel. Sebentar lagi Mama dan Papa akan turun," ujar Zahra.
Raga menarik paksa Zura yang tidak mau melepaskan kaki Zahra. Zahra mengusap surai Zura yang dihiasi pita berwarna merah keluar dengan kesalnya.
Arga tersenyum dan bangkit memeluk Zahra, "siapa yang suruh kamu mandi lebih dulu," ucap Arga menghirup rambut basah Zahra.
"Za udah mandi Mas jangan macam-macam deh, cepetan nanti anak-anak lebih ganas lagi Za gamau belain ya," ujar Zahra mendorong tubuh Arga menjauh.
Arga dan Zahra turun dengan pakaian indah dan mahal yang melekat di tubuh mereka.
Sepatu pantopel Arga bahkan mengkilap sangkin terlalu bersihnya. Zahra terlihat sangat cantik dengan bandonya.
"Sudah?"
Daniel mengangguk, "semua di persiapkan dengan matang Tuan," balasnya.
Arga mengangguk membawa Zura dalam pelukannya. Zahra berjalan dalam genggaman Arga dengan Raga yang berada di gendongan Daniel.
Mereka menuju Mall milik Arga yang sudah di jaga ketat oleh anak buah terlatih Arga yang selalu siap siaga.
"Pastikan jika ada pengunjung yang mencurigakan," bisik Arga melangkah mengikuti si kembar yang lebih dulu turun dari mobil.
Zahra mengerut kening saat melihat nama Mall yang di datanginya. Arga tersenyum saat mengetahui kebingungan istrinya.
"Masih ingat Mall yang aku katakan? This for you, Z.A Mall," ujar Arga.
Zahra membuka lebar matanya, "are you seriously Mas? Mall besar ini milik mu?"
Arga tertawa , "milikmu sayang," bisiknya membawa Zahra masuk.
Raga dan Zura bergandengan tangan berjalan sambil sesekali menunjuk kagum toko-toko yang berjejer di sekitarnya.
Zahra juga kali pertama mendatangi sebuah Mall. Dia sudah pernah pergi ke pasar namun tidak dengan Mall.
"Papa, dimana? Apa masih jauh, Zura capek," sunggut Zura.
Arga mengangguk menatap Daniel. Daniel meletakkan dua buah Airboard agar Raga dan Zura tidak perlu lelah berjalan.
"Bagaimana cara pakainya?" bingung Raga.
"Jatuh dong kan gaada pegangannya," sambung Zura.
Arga tertawa, "berdiri saja, alat itu mampu menahan bobot tubuh kalian jadi tidak akan jatuh," jelas Arga membantu Zura menaikinya.
Raga berjalan dengan senang sampai melambaikan lengannya pada Zahra yang memegang jantungnya takut, "Raga hati-hati astaga," cemas Zahra menatap keduanya yang terlihat begitu senang.
"Mas itu gapapa, nanti kalau si kembar lecet Mas Za buang ya," ancam Zahra.
"Gaakan jatuh sayang," ujar Arga menenangkan istrinya dan berjalan kembali mengikuti si kembar.
"Ini Tuan," tunjuk Daniel pada salah satu pet shop besar yang sudah menunggu kedatangan mereka.
"Selamat datang Tuan dan Nyonya Baureksa, apapun yang kalian butuhkan seputar hewan akan kami layani," ujar beberapa karyawan sedikit membungkukkan tubuhnya.
"Tidak perlu menunduk, Papa dan Mama tidak setua itu. Tidak boleh seperti itu lagi ya, Zura tidak suka," ujar Zura membuat seluruh karyawan kompak menegakkan tubuhnya.
"Itu salah satu cara menghormati Zura," balas Raga yang sudah memahami kehidupan sang ayah.
"Mbak, tunjukkan apa saja yang dibutuhkan untuk kelinci ya. Raga bawa Zura bersamamu, jangan melepaskannya," ujar Zahra membiarkan kedua anaknya pergi bersama karyawan toko.
Bukan tidak ingin menemani, lengan Arga mengukung pergerakan Zahra. Wajah Arga bahkan terlihat tidak bersahabat dengan tatapan tajam dan aura mengerikan miliknya.
Arga menggerakkan kepalanya menyuruh beberapa pengawal menjaga lekat kedua anaknya.
"Mas, nanti makan ya. Za laper," rengek Zahra dibalas anggukan singkat Arga.
Daniel membuka kursi lipat yang dibawanya, Arga nenundukkan tubuh Zahra agar duduk.
Arga memasukkan sebelah lengannya ke saku celana dan sebelah lagi menggenggam erat lengan istrinya.
"Mas ga capek berdiri? Duduk sini gantian," ujar Zahra dibalas gelengan Arga.
Zahra mendengus, "Mas sariawan ya, Za ajak bicara ga nyahut,"
Arga tertawa mengecup puncak kepala Zahra. Arga harus menjaga image nya di khalayak ramai.
Wajah ceria beserta senyum dan tawa hanya diberikannya khusus untuk keluarganya.
Arga mengalihkan pandangan pada seorang pria dengan pakaian serba hitam tengah menempelkan ponsel di telinganya sambil meneliti satu persatu pengawal Arga yang menjaga ketat pet shop tersebut.
Arga memicing saat menangkap pistol yang terlihat saat dia menyibakkan jaketnya.
Daniel mengikuti arah pandang Arga, tanpa aba-aba Daniel setenang mungkin mendekati pria itu.
Dia mencoba kabur, namun naasnya sepuluh pengawal mengepung pergerakannya. Mereka membawanya saat Daniel mendapat persetujuan Arga.
"Mama lihat, nanti ini Zura kalungin di leher White. Yang ini di leher Black," ujar Zura berlari senang menuju Zahra menunjukkan dua buah gantungan leher dengan aksen lonceng menghiasinya.
"Uh cantik, udah selesai belum?"
Zura menggeleng, "Raga masih pilih-pilih untuk Black,"
Arga kekeh, "yasudah lanjutkan jika belum selesai, Papa dan Mama menunggu disini,"
Zura kembali mendekati Raga yang memegang dagunya seakan berpikir keras. Arga memegang bahu Zahra yang duduk disampingnya.
Walau perasaan Arga tidak baik tentang penguntit keluarganya, Arga lebih khawatir jika senyum di wajah si kembar luntur.
Kali pertama mereka menghabiskan waktu bersama di luar, Arga sebisa mungkin menjaga keluarganya.
Ponsel Arga bergetar, wajah Arga kian menyeramkan. Keputusannya berubah, keselamatan keluarganya lebih penting saat ini.
"Sayang, tidak apa jika setelah ini kita kembali? Lunch nya kita tunda dulu ya, ada hal penting yang harus aku selesaikan,"
Raut wajah Zahra berubah, Arga yang menyadari itu tersenyum kecut.
"Ya, Za bisa apa jika Mas sudah mengatakan itu hal penting. Raga, Zura ayo sayang kita pulang. Pastikan semuanya sudah selesai," ujar Zahra berdiri merapikan gaunnya.
Arga membalik tubuh Zahra menghadapnya, "tidak ada yang lebih penting dari kalian, seseorang menguntit kita. Aku belum bisa menjamin dia ingin melakukan apa, jadi aku mohon pengertian kamu ya,"
Zahra menelan salivanya, Zahra berpikir yang tidak-tidak namun tindakan Arga diluar dugaannya.
"Maaf Mas, Za tidak tau," Zahra melingkarkan lengannya di pinggang Arga dan menatap Arga lucu.
Arga mencubit pipi Zahra gemas, "tadinya aku tidak ingin membuat kamu khawatir, tapi bagaimana bisa aku membiarkan raut kecewa menghiasi wajah cantik ini hm,"
Zahra mencubit dada Arga dan berbalik memunggungi suaminya itu.
Arga kembali memasang wajah datar saat mengingat pesan yang dikirim Daniel untuknya. Arga memanggil salah satu pengawal untuk mendekat.
"Pastikan berapa banyak penguntit, and you know what must you do,"
Pengawal tersebut menangguk dan berjalan dengan beberapa pengawal lainnya mengikutinya.
Penjagaan Arga semakin ketat, Daniel kembali dan berdiri tepat di balik tubuh Arga.
Keselamatan Tuan dan keluarganya lebih penting dari penguntit sialan yang menguras sedikit tenaganya.
Sepanjang perjalanan pulang, Raga dan Zura tiada hentinya bertukar cerita tentang kedua kelinci mereka.
Zahra sesekali tertawa saat keduanya bertengkar kecil yang selalu berakhir dengan Raga yang mengalah.
Arga tersenyum tipis melihat ketiganya. Daniel memberi tau jika sekitar lima orang sudah diamankan olehnya.
Arga mulai menyiapkan dirinya untuk kembali bermain dengan hal yang disukainya.
"Tidak usah turun Mas, langsung berangkat saja. Za akan baik-baik saja dengan anak-anak," tahan Zahra.
Arga mengangguk memgusap surai Zahra, "jika terjadi sesuatu, gunakan ponselmu oke?"
Zahra mengangguk dan mengecup bibir Arga sebelum melangkah turun masuk kedalam mansion.
Jikapun Zahra tidak menghubunginya, Arga bisa tau sesuatu terjadi dengan istrinya.
Ponsel Zahra di desain khusus untuk mendeteksi bahaya yang ada dan juga sudah di lengkapi pelacak di dalamnya.
"Perketat keamananan mansion, jangan biarkan seorangpun melangkah keluar atau masuk," Arga mengusap pisau kesayangannya.
Daniel menunduk fokus dengan ponselnya melakukan tugas yang diberikan Arga untuknya.
See you in the next part♡
☆☆☆