Hari sudah mulai larut namun sedari tadi tak ada ada tanda tanda jika jaemin akan keluar dari kamarnya. Anak itu diam disana sejak siang tadi, jaemin juga tidak sarapan, tidak ikut makan siang atau pun malam bersama, jaemin tidak melarang jeno atau siapa pun untuk masuk ke dalam kamarnya, namun ia sedang tidak ingin keluar.
Bujukan dari tiga saudaranya untuk makan tak ia dengarkan, bahkan Sooyoung pun ikut membantu namun yang mereka dapat hanya gelengan dan penolakan halus. Sama halnya saat tiffany hendak memeriksanya, jaemin menolak dan berkata dia baik baik saja, padahal sudah jelas jika jaemin tidak baik baik saja.
Diruang tengah, renjun, jeno dan haechan masih terjaga, lagi pula baru pukul 9 malam jadi memang belum masuk waktu tidur untuk mereka. Satu fakta yang membuat mereka berfikir, sesuatu yang selama ini disembunyikan oleh jaemin tentang kakaknya.
Ya, mereka sudah mengetahuinya sekarang. Orang yang menelpon jeno dengan nomor jaemin adalah jaehyun. Semulanya, jaehyun hanya menanyakan keadaan jaemin namun karena paksaan dan sedikit ancaman dari haechan dan jeno, akhirnya jaehyun jujur dan memberi tau mereka hubungannya dengan jaemin.
Kini mereka tau kemana jaemin kemarin malam. namun yang masih mereka pertanyakan, kenapa jaemin semurung ini... Saat bertanya pada jaehyun pun, pemuda itu sama bingungnya bahkan sampai bertanya balik.
Mereka bertiga sedang menunggu kedatangan jaehyun. benar, jaehyun yang meminta alamat mereka dan mereka pun tak keberatan memberikannya, lagi pula jaehyun sudah menjelaskan bahwa kemarin hubungannya dengan jaemin mulai membaik, dan siapa tau saja jika dengan jaehyun, jaemin akan keluar.
Mereka juga mengira jaemin tidak mengetahui itu. Namun salah, jaemin mendengar semuanya karena ia memang tidak benar benar tidur saat itu. Hei ayolah, kamar dan ruang tengah mereka tersambung, hanya terhalang tembok dan pintu apalagi suara haechan saat itu tak ada kata pelan sama sekali.
Jaemin ingin marah, tapi sekali lagi ia bingung pada siapa karena menurutnya tak ada yang salah disini. Hanya saja ia kecewa, ia kecewa pada dirinya, ia kecewa pada jaehyun dan tentu saja ia kecewa pada nenek dan kakeknya. Jaemin pikir setelah surin membuang dirinya, mereka akan merasa hidup tenang tanpa harus merasa malu lagi dengan keberadaannya.
Meski sejak dulu sampai sekarang jaemin tidak mengetahui alasan kenapa mereka malu untuk mengakuinya sebagai cucu. Ingatannya kembali pada masa lalu, dimana saat sang nenek menelantarkannya, ucapannya kembali terngiang dikepalanya.
"Ingat ini baik baik bocah, tidak ada kata jung didepan namamu, terserah kau mau bilang apa saat ada orang yang menanyai namamu, yang jelas jangan ada kata jung camkan itu"
-
Suara dering ponsel membuat ketiga pemuda itu mengerjap, lantas menoleh pada ponsel yang berdering. Jeno sebagai pemiliknya langsung saja mengangkat panggilan itu
"Halo"
"..."
"Baiklah, tunggu sebentar"
Dengan telpon yang masih tersambung, jeno beranjak dan tanpa memberi tau, renjun dan haechan paham siapa yang menghubunginya.
Benar saja, tak butuh waktu lama, jeno kembali bersama seorang pemuda lain yang mereka tau adalah jaehyun. Jeno membawanya untuk duduk disofa.
"Jadi? Sudah tau kenapa jaemin jadi kayak gini?" Tanya haechan tanpa basa basi.
Jaehyun memikirkan kemungkinan yang terjadi, jaehyun sempat berfikir karena kehadiran kakeknya dan neneknya, tapi kemungkinan yang besar adalah jaemin yang sudah mendengar isi rekaman itu karena benda itu berada dilaci yang sama dengan ponsel milik jaemin.
"Saya tidak tau, makanya saya kesini mau bebicara hal itu langsung pada jaemin" jawabnya
"Beneran? Gak ada yang perlu dikatakan sama kita ni?" Tanya haechan lagi, ia menatap jaehyun dengan tatapan mengintimidasi.
"Benar, jadi dimana jaemin?"
Haechan yang hendak bicara terpaksa berhenti karena renjun mencegahnya.
"Jaemin dikamarnya, dia mungkin akan pura pura tidur tapi sebenarnya tidak" lirih jeno memberi tahu dan renjun juga haechan menggangguk membenarkan ucapan jeno.
Setelahnya jeno mengantar jaehyun kekamarnya, kemudian pergi untuk memberi ruang bebas bagi sapasang kakak beradik itu.
Sejenak, jaehyun hanya terdiam... Maniknya tak berpaling dari pemuda yang nampak berbaring diatas ranjangnya dengan membelakangi pintu. Kakinya bergerak melangkah lantas duduk diranjang lain yang ia tak tau siapa pemiliknya.
Disisi lain, jaemin memang tidak tidur. Anak itu tau kedatanganya jaehyun, hanya saja ia tak ingin berbalik dan melihat wajah sang kakak.
"Jaemin"
Bukannya menjawab atau berbalik, pemuda itu semakin mengeratkan genggamannya pada selimut, kedua matanya semakin merapat dan sebuah cairan bening menyertainya. ya, jaemin menangis dalam diam.
"Hyung tau kau tidak tidur, baiklah... Hyung tidak akan memaksamu untuk berbicara" jaehyun menghela nafas sejenak sebelum melanjutkan kalimatnya, ia juga bangkit dan melangkah mendekati ranjang sang adik, kemudian duduk disisinya sembari membelakangi jaemin.
"Maaf-- hyung benar benar minta maaf, tapi.. apa kau percaya kalau hyung akan melakukan keinginan kakek seperti yang kau dengar?" Jaehyun bertanya, namun tetap tak ada jawaban dari lawan bicaranya.
"Kau tau? Hyung benar benar bodoh, harusnya hyung tidak percaya pada omongan mereka tentangmu. Nyatanya, Kau benar benar adikku, kau jung jaemin__"
"Tidak" suara yang sangat pelan dan serak namun mampu untuk memotong kalimat jaehyun disana. Setelahnya, jaemin bangkit mendudukan dirinya menghadap sang kakak lantas melanjutkan kalimatnya.
"Seseorang bilang padaku, jika jung bukan nama depan ku"
"Jaemin__"
"Saya sudah nyaman dengan kehidupan saya sekarang-- anda sudah mengetahuinya jika mereka adalah tiga kakak saya, hanya tiga" sakit rasanya saat kata kata itu keluar satu persatu dari mulutnya, namun entah kenapa sesuatu mendorongnya untuk mengatakan itu.
Pun dengan jaehyun, rasa sakitnya semakin jadi kala mendengar ucapan jaemin yang seakan berbicara pada orang lain. Namun jaehyun tak runtuh saat itu juga, ia paham dengan perasaan jaemin sekarang, dan mungkin jika ia diposisinya, ia akan melakukan hal yang sama.
"Hyung paham, hyung juga tidak berhak melarang keputusanmu. Tapi kau harus tau, hyung akan tetap berusaha memperbaiki semuanya... Hyung akan tetap berjuang untuk itu. Tak peduli jika nanti nenek atau kakek akan membenci hyung, karena itu tak seberapa dibandingkan rasa sakit mu selama ini. Jadi tunggulah beberapa saat lagi, hyung mohon padamu jaemin, jangan berpikir hyung akan mengorbankanmu, hyung mohon percayalah" pada akhirnya dinding bening itu luruh, jaehyun tak kuasa menahanya lagi saat ia menatap jaemin disana. Jelas anak itu menangis, namun tetap tidak ada suara isakan disana yang tentu membuatnya semakin terasa menyakitkan.
Dengan keberaniannya, jaehyun mendekat lantas menarik jaemin kedalam dekapannya. Astaga, tangisnya benar benar tak bisa dihentikan kala rasa panas tubuh jaemin terasa olehnya. Jaemin tidak menolak bahkan anak itu membalas pelukan sang kakak dengan erat dan menyembunyikan wajahnya pada ceruk leher jaehyun.
"Hyung mohon jangan menghindar jaemin, rasanya lebih sakit dari sebuah kebencian--Hyung mohon jangan menghindar--hyung mohon jaemin" lirih jaehyun dengan pelukannya yang semakin mengerat pada sibungsu. Namun sebaliknya, tangan yang melingkar erat dipinggangnya itu melonggar, tubuh ringkih dalam pelukannya melemah. jaemin tak sadarkan diri dalam dekapannya.
***
Dugaan yang benar benar tetap sasaran. Foto itu tersebar dengan sangat cepat pada penduduk sekolah, banyak komentar komentar menyakitkan didalam sebuah grup kelas maupun grup yang memang khusus untuk seluruh siswa.
Faktanya memang tak seperti pada foto tapi foto itu sudah terlalu menyudutkannya. Sepanjang koridor, telinganya dipenuhi bisikan bisikan menyakitkan namun somi seperti menulikan pendengarannya. Tak peduli pandangan tak suka dari adik dan kakak kelasnya, toh somi tak mengenal mereka lagipula mereka bebas saja mau berkomentar seperti apa.
Langkahnya dipercepat saat melihat punggung tiga lelaki yang ia kenal, bahkan sangat kenal dan salah satu dari mereka adalah sepupunya. Ia menepuk pundak haechan dari belakang membuat sang empu berbalik begitu pun dua lainnya, tanganya memegang ponsel dan terlihat tampilan ruang obrolan disana.
"Apa apaan tatapan kalian ini" ujarnya sembari sedikit terkekeh.
"Astaga, kalian kenapa sih... Terus dimana jaemin? Masih sakit?" Tanyanya
Tatapan mereka berubah lesu, mereka memang paham bagaimana perasaan somi sekarang. Tapi mereka memilih tak menanggapinya seperti yang dilakukan somi sekarang. Lagi pula, foto itu tak berpengaruh bagi mereka, karena mereka memiliki sesuatu yang lebih dari itu.
"Jaemin dirumah sakit" jawab haechan lesu dan dua lainnya mengangguki ucapan haechan.
"Lho,, udah dirumah sakit aja... Bukannya kemarin udah baikan? Bibirnya ampek gak bisa diemkan" kaget somi, ia tidak tau karena dua hari kemarin ia terlalu sibuk bekerja. Ya, somi berhasil melepaskan diri dari bangunan gila itu dan memilih bekerja lebih layak, namun tindakannya itu benar benar berdampak buruk sekarang.
"Ya lo pikir, kalok udah baikan gak bisa ngedrop gitu?" Sewot renjun disana.
"Yeu... Biasa aja kalik, gue kan nanya? Sayang banget baru masuk lagi eh malah sakit" celoteh somi
"Jaemin tadi sempet maksa juga mau berangkat sekolah, tapi beuh... Ibu ni bocah keras juga ya,,, cuma ngacungin jarum suntikan tu anak langsung diem" jelas haechan membuat mereka tertawa, somi yang membayangkan gimana ekspresi takutnya jaemin dan tiga lainnya mengingat ekspresi jaemin.
Memang setakut itu jaemin pada jarum suntik, untungnya saat tiffany memasang infus saat itu jaemin masih pingsan jadi tak mendapat bantahan. Meski saat bangun, tu anak sempat merengek untuk ngelepasin infus.
"Masih bisa ketawa juga rupanya"
Sayangnya tawa empat remaja itu harus terhenti kala sesorang menyela, itu yun areum dan antek anteknya. Menatap somi dengan kedua tangan terlipat didada dan bibir yang menyeringai.
"Ya bisa lah,,, emangnya elu bibir bisanya cuma buat ngebacot najis gak jelas" sahut renjun santai.
"Wah... Dibelain, emm tapi gue yakin sih ketawa kalian itu palsu,,, oh ya... Gue ingetin ya, hati hati, cewek murahan kayak dia bisa aja ngosor ama lu pada"
"Dih ngatain diri sendiri dia" berkat ucapan haechan, mereka kembali tertawa namun tidak untuk somi yang terlihat kebingungan dengan alasan ketiganya tertawa.
"Apa maksud lo? Udah jelas cewek murahan itu ada disamping lo" bukan areum tapi haera yang protes sedangkan heejin hanya diam saja.
"Hah? Depan gue? Lo Bener, orangnya ada didepan gue"
"Chan__"
"Tenang aja som, cewek beginian emang sesekali perlu dibales... Seenaknya mulu tu kelakuan"
Bukanya takut, areum tersenyum miring. "Oh ya som, cuma neken satu angka, kakak lo bisa aja mati hari ini juga" ujarnya dengan intonasi yang tenang
Bukan hanya somi yang terlihat kaget, tapi disana heejin bereakasi tak jauh berbeda. Keduanya panik, namun mereka kembali dibuat heran oleh pecahnya tawa tiga pemuda disana, bahkan haechan terlihat sangat puas dalam tawanya.
"Ngelawak mulu perasaan ni anak" ujar jeno disela sela tawanya.
"Heh lo pikir gue becanda? Kalok gak percaya gue bisa lakuin sekarang juga" ancam areum disana.
"Oke sorry sorry, ngomong ngomong gue ada sesuatu buat lo"
Jeno yang paham dengan maksud haechan pun segera mengambil ponsel milik renjun yang ada ditangan haechan lantas mengoprasikannya. Dan bertepatan dengan haechan areum yang hendak bicara, jeno menunjukan layar itu pada areum.
Berupa vidio, namun sengaja tidak diputar terlebih dulu dan hanya menunjukan awalnya saja. Reaksi kaget areum nampak jelas, dengan cepat gadis itu mengambil ponsel tersebut kemudian membanting dan menginjaknya, tentu saja itu membuat sipemilik ponsel memekik kaget. Haechan, somi dan jeno juga melongo karena kaget.
"Oops, sorry gue sengaja" ucap areum yang dilanjutkan oleh suara tawa darinya juga haera, tapi tidak dengan heejin.
"Yah, njun kayaknya ini waktunya lu ganti hp deh" ujar jeno dengan wajah tanpa dosanya.
"Hah, yaudah chan ntar anter beli hp baru ya" balas renjun santai meski sebelumnya dibuat kaget.
"Mentang mentang udah holkay, enak banget ya mau ganti hp" sahut haechan malas
"Iyalah, depan anak kayak gini itu harus bisa manfaatin yang namanya harta"
"Gue gak peduli sih nasib soal hp lo, tapi yang jelas... Kalian udah gak bisa ngelakuin apa apa lagi" sela areum puas
"Iya juga, bentar... Chan lo kan juga punya vidionya, beberin gih" titah renjun santai.
"Yah... Gue kan gak bawa hp, lowbat dipake ngegame semalem, lu jen?"
"Bawa sih cuma kalian gak ada tu kirim vidionya ke gue"
Mendengar itu, areum nampak menyeringai puas. Dia pikir, tiga pemuda dihadapannya itu sangat bodoh karena bukti seperti itu terlalu mudah hancur.
"Heh, kalian tu lagi bahas vidio apaan sih?" Tanya somi frustasi karena bingung dengan pembahasan tiga pemuda itu.
"Ituloh som, vidio om om sama gadis lagi__"
"Heh gak usah dilanjutin dosa, intinya drama dewasa deh" potong jeno setelah menggeplak bibir haechan.
"Eits tunggu, perasaan gue ngecharger hp gue di rumah sakit deh. Lo telpon aja jaemin terus suruh dia beberin tu vidio" ujar haechan
"Rupanya kalian lupa sama ucapan gue tadi, gue bisa aja buat kakak somi mati cuma dengan neken satu angka"
"Emang lu tuhan, neken satu angka terus nyabut nyawa orang" sahut renjun santai, namun kesantaian itu semakin membuat somi panik, areum tidak pernah main main dengan ucapannya apa lagi ini tentang kakaknya, dulu areum pernah melakukan hal seperi ini dan somi hampir kehilangan sang kakak.
"Gue gak peduli lu mau ngomong apa, tapi itu emang kenyataannya"
"Yaudah coba gih"
"Renjun_" ucapannya terhenti saat ia lihat haechan menatapnya kemudian menganggukan kepala pelan.
"Udah ya, bentar lagi bel. Lo bisa nyoba tekan tu satu angka, kalok berhasil lu bilang ya ke kita supaya kita gak nyuruh jaemin buat post vidio itu, nah... Kalok gagal lu juga bilang sama kita biar vidionya cepat menyebar" jelas haechan kemudian menarik somi dan pergi begitu saja, jeno dan renjun juga mengekor dibelakang meninggalkan arem dan dua kawannya yang nampak belum paham dengan maksud haechan.
-
"Apa maksud ayah dengan sudah berhenti membiayai cewek itu, terus kenapa ayah biari ibunya si somi pergi? Ayah jelasin sekarang juga"
Tbc
Jumpa lagi dinext chapter
Papaii~