Jodoh Yang Dinanti √

By AnniF_

30.5K 3.9K 1.5K

Spin off : Cinta dari Allah Spiritual-Romance Ini tentang Araya Maharani, seorang perempuan yang terkenal mem... More

Prolog
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Bab 29
Bab 30
Bab 31
Bab 32
Bab 33
Bab 34
Bab 35
Bab 36
Bab 37
Bab 38
Bab 39
Bab 40
Bab 41
Bab 42
Bab 43
Bab 44
Bab 45
Bab 46
Bab 47
Bab 48
Bab 49

Bab 7

558 83 74
By AnniF_

Assalamualaikum temen-temen ....
Aku kembali ....
Ada yang kangen????😂😂

Baiklah sebelum kalian lanjut membaca ada yang ingin aku sampaikan.
Dikarenakan cerita ini sudah berganti judul, dari Halaqah Cinta menjadi Tasbih Cinta. Hehe (Maapkeun Author yang masih labil)🤣

Maka ada sedikit revisi di bagian prolog. Sikit kok sikit ...👌
Jika kalian berkenan kembali membaca, silakan.
Takutnya kebingungan nanti, kalau ternyata kelanjutan ceritanya gak mengarah sama prolog yang sebelumnya pernah kalian baca.

Oke segitu aja, terima kasih jika kalian sudah berkenan untuk kembali membaca.🤗

🍀🍀🍀

Araya berjalanan menelusuri koridor sekolah. Sesekali tersenyum saat ada yang menyapa. UN sudah selesai, dan alhamdulillah Araya menyelesaikannya dengan baik. Jika saja Adnan tidak memaksanya untuk terus belajar mungkin Araya akan kelimpungan sendiri saat menjawab soal ujian.

Kakaknya itu memang yang terbaik, tak pernah menyerah meskipun Araya sering sekali protes. Adnan tetap sabar.

"Lu bakal kangen sekolah gak, Ya?" tanya Fahri saat ia sudah berjalan bersejajar dengan Araya. Beberapa detik kemudian, Araya berjalan mundur. Membiarkan Fahri memimpin jalan.

"Gak, gue justru bakal kangen sama lu."

Tanpa Araya tahu, senyuman terbit dari bibir Fahri. Jawaban dari Araya membuatnya senang meskipun ia selalu berusaha menyangkal. Gue juga, katanya dalam hati.

"Lu baik-baik ya, di pesantren nanti. Pokoknya lu gak boleh bandel, harus nurut sama aturan. Inget, harus tetep bersikap baik. Dan, ya, kuliah yang bener." Hanya kepada Araya saja Fahri mau berbicara banyak—meskipun jarang—itupun jika membicarakan hal-hal yang penting saja.

"Kenapa lu jadi kayak Bang Adnan, sih! Gue itu bukan anak kecil lagi, Ri. Gue juga tahu apa yang harus gue lakuin. Jadi, lu gak usah khawatir karena gue bakal baik-baik aja." Araya berusaha meyakinkan, lantas perempuan itu menekuk kepala sembari meremas tangan.

Keputusannya untuk ikut Adnan ke Tasikmalaya tidak bisa lagi ia tolak. Sebab Fatimah—mamanya—juga akan ikut. Masa, ia sendirian di Jakarta? 'Kan gak mungkin. Masak sendiri saja Araya belum bisa.

Jeduk!

"Aduh!" Araya mengaduh seraya mengusap keningnya karena menabrak punggung Fahri yang menghentikan langkahnya tiba-tiba.

"Lu kenapa berhenti tiba-tiba, sih? Gue jadi kejeduk sama punggung tembok lu 'kan!" Araya kesal lantas ia duduk di sisi kursi panjang.

Fahri menghela napas, lelaki berusia delapan belas tahun itu membalikkan badan. Kemudian memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.

"Ada yang mau gue omongin sama lu, Ya. Sekarang aja ya, takut nanti lu keburu pergi," ujar Fahri hatinya seakan tercubit saat membayangkan Araya akan pergi. Sebab menurut Fahri, Araya selalu memberikan dua hal setiap hari untuknya. Selain sering membuatnya kesal tetapi Araya juga mampu membuatnya tersenyum. Namun, mau tidak mau kini ia harus melepaskan. Bahkan sebelum perasaannya tersampaikan.

"Apa tuh?" Araya mengalihkan fokusnya kepada Fahri sedangkan lelaki itu hanya menatap lantai.

"Terima kasih karena lu mau jaga diri lu, terima kasih karena mau memutuskan panasnya api neraka yang suatu hari akan membakar tubuh lu andai lu memilih gak pake jilbab. Gue seneng, lu nurut sama Bang Adnan. Gue lega dan ... pada hakikatnya perempuan akan jauh terlihat lebih cantik saat ia mau menutup auratnya. Sama, kayak lu, Ya." Fahri melanjutkan perkataannya di dalam hati.

Hening. Keduanya kini saling bersitatap cukup lama, hingga Fahri yang memutuskan pandangan mereka.

Fahri menggaruk kepala, saat menyadari suasana menjadi canggung. "Dah, ah, gue mau ke kelas dulu. Ambil buku yang gue pinjem di perpustakaan, bye." Setelahnya Fahri berlalu, meninggalkan Araya yang menatap datar punggung Fahri yang semakin menjauh.

Perempuan itu menghela napas kemudian menopang dagu. "Fahri ... gak apa-apa kali ya kalau gue pura-pura gak tahu. Karena gue gak mau persahabatan kita rusak hanya karena perasaan yang cuma sepihak. Huft!"

Allah, semoga apa yang ditakutkan Araya tidak akan pernah terjadi.

🍀🍀🍀


Araya tersenyum masam saat mendapatkan pesan dari Adnan bahwa kakaknya itu tidak bisa menjemputnya lagi. Alasannya tak lain karena, Adnan sedang mempersiapkan kepindahan mereka ke Tasikmalaya-beberapa hari lagi.

Kemudian Araya berjalan keluar sekolah menuju halte. Ia mengembuskan napas perlahan, menikmati udara sore yang hanya bisa ia nikmati sebentar lagi. Bahkan karena kepindahannya ke Tasikmalaya dipercepat, maka Araya tidak bisa mengikuti acara perpisahan di sekolahnya nanti.

Araya menengadah, perempuan itu menatap langit yang masih cerah. Kalian tahu tidak? Bagi Araya kesendirian adalah hal yang menenangkan. Tidak ada teman, tidak ada cerita dari siapapun yang perlu didengarkan. Hanya diam seraya mendengar deru kendaraan bersama klakson yang bersahutan. Sesekali ia terbatuk saat menghirup udara jalanan. Araya lantas duduk di kursi halte. Menunggu bus yang selalu setia menjemput tanpa ia minta.

Kemudian, Araya mengambil earphone dan ponselnya di dalam tas. Memakai earphone ke telinga. Hingga lantunan merdu asmaul husna terdengar.

Ya Allah

Ya Rahman

Ya Rahim

Ya Malik

Adnan pernah bilang kepadanya, "Seringlah mengingat Allah dan berzikir kepada-Nya. Salah satunya dengan berzikir asmaul husna. Menenangkan hati saat mengingat-Nya, menambah keimanan dan apabila menghafalkan dan memahaminya akan memasuki surga."

Rasulullah SAW bersabda,

"Allah mempunyai 99 nama, seratus kurang satu, barangsiapa yang memahaminya akan masuk surga"(HR Bukhari dan Muslim).

Beberapa saat kemudian, bus kota yang dirinya tunggu akhirnya datang. Beberapa orang yang menunggu bersamanya di halte satu persatu menaiki bus. Akan tetapi saat satu kaki Araya sudah berada di pintu bus, Araya kembali menurunkan kakinya.

Entah, rasanya Araya belum ingin pulang. Sebab, apabila saat-saat ia tinggal di kota kelahirannya ini hanya tinggal beberapa hari lagi. Bolehkah jika saat ini Araya melakukan sesuatu yang sebenarnya belum tentu ingin Araya lakukan? Namun, setidaknya ia berbahagia walau hanya beberapa jam saja.

Perempuan itu kemudian berlalu tanpa permisi. Membiarkan bus kota pergi saat ia mulai melangkah menjauh tanpa ingin kembali.

🍀🍀🍀

Perempuan yang masih mengenakan seragam SMA itu membawa kakinya melangkah menuju toko pernak-pernik, tetapi mereka juga menjual pesanan buket bunga.

Araya mendorong pintu hingga tak lama setelahnya, seorang pegawai menghampiri lalu menyambut ramah kedatangannya. Araya mulai menelusuri rak-rak yang menjual beberapa aksesoris untuk hijab. Araya meringis pelan saat melihat kotak peniti. Miris rasanya, bahkan Araya belum bisa memakai hijab syari segi empat yang benar-benar total menutup hingga dadanya. Karena yang selalu Araya pakai saat ini ya ... hijab instan biasa.

Tapi tidak apa-apa, seperti cinta yang terkadang tidak instan untuk mendapatkannya. Maka begitupula dengan proses hijrah memperbaiki diri. Semua harus memiliki proses, progres, hingga sukses. Sukses menggapai takwa dan sukses mendapatkan cinta dari-Nya.

Lantas tangannya bergerak mengambil pin bunga berwarna perak. Mengingat sang mama, Araya memilih membeli pin tersebut. Merasa tidak ada lagi yang diperlukan Araya memilih menuju kasir untuk membayar.

Ting.

Angin berembus menggoyangkan lonceng yang tergantung berjajar hingga menimbulkan bunyi saat pintu toko terbuka. Spontan Araya menoleh melihat siapa yang masuk ke dalam toko itu hingga bunyi langkah sepatu terdengar.

Sesaat Araya terpaku, rotasi dunia yang berputar seakan terhenti. Mendadak segala suara di sekitarnya menjadi sunyi. Sosok bertubuh tinggi dan memiliki wajah yang Araya tebak mungkin bukan asli keturunan indonesia itu benar-benar telah mengalihkan fokusnya. Iris hitam abu-abu itu hampir menatapnya apabila Araya tidak segera mengalihkan pandang.

Spontan Araya berjalan menjauh menuju sisi rak lain untuk bersembunyi. Ia menekan dadanya yang berdenyut. Semesta memang selalu memiliki cara untuk mempertemukannya lagi dengan sosok yang sudah mencuri hatinya tanpa aba-aba. Ya Tuhan, kenapa gak kasih tahu aku dulu kalau aku bakal ketemu dia lagi. Araya membatin.

Lantas ingatannya perlahan menangkap pembicaraannya dengan Adnan beberapa hari yang lalu. Seakan tercubit hatinya, ia merasa malu sendiri.

"Jadi, kamu sudah diberi dua pilihan. Ingin mengungkapkan perasaanmu seperti Bunda Siti Khadijah atau menyimpan perasaanmu diam-diam seperti Siti Fatimah Az-Zahra?" tanya Adnan.

Dan dengan penuh yakin tanpa ragu Araya menjawab, "Bunda Siti Khadijah."

Araya menepuk jidatnya sendiri, kalau memang ia yakin dengan jawabannya hari itu. Lalu kenapa sekarang ia justru menjadi seorang pengecut? Bagaimana Araya bisa mengungkapkan perasaan apabila ia sendiri saja belum tahu identitas lelaki itu. Salah satunya yaitu, nama.

Mau sampai kapan diam, Ya. Masa kalah duluan, sih? Gak malu apa, sama keyakinan hati sendiri. Hati dan pikirannya mulai berperang, seolah keduanya tak memberi Araya kesempatan untuk memutuskan. Kaki-kakinya seakan terlilit lem perekat hingga membuatnya sulit untuk bergerak.

Perlahan Araya memejamkan kelopak matanya. Menarik napas dalam-dalam kemudian mengembuskannya perlahan. Apabila mengungkapkan perasaan butuh perjuangan maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah ... perkenalan.

Dengan keyakinan hati yang membara, Araya kembali mengintip sosok lelaki berbadan tinggi itu di celah-celah rak yang tertutup beberapa barang. Sedang memesan bunga lili, dan untung saja Araya mendengar percakapan antara lelaki itu dan petugas kasir.

Katanya, untuk mendiang sang mama.

Perlahan Araya menggerakkan kakinya, satu langkah, dua langkah hingga langkah ke tiga Araya memilih diam. Spontan Araya kembali memutar tubuhnya. Ia mengurungkan niat itu sebab ada hutang yang tentunya harus Araya bayar saat bertemu dengan lelaki itu.

Uang sebesar lima juta. Araya meringis sembari memejamkan mata. Allah, kenapa rumit sekali.

"Tapi aku janji saat ada uang nanti, aku akan membayar uang Kakak."

Ingatan Araya kembali terhempas ke beberapa minggu yang lalu. Sebuah janji membayar uang tersbeut belum juga terpenuhi sebab Araya belum memiliki uang sebanyak itu hingga saat ini. Lalu kenapa Araya bisa melupakannya? Dan dengan sombongnya Araya ingin menemui lelaki itu? Apakah ia tidak pernah berpikir, bagaimana jika semesta ingin mempertemukan Araya dengan lelaki itu sekedar untuk mengingatkannya bahwa, 'ada hutang yang belum terbayar'.

Dengan perasaan gelisah bola matanya bergulir hingga menangkap sebuah benda yang tersimpan di dalam kotak tak jauh darinya. Benda yang memiliki makna, dan apabila digunakan dengan hati yang ikhlas maka pahala yang didapatkan.

Butiran-butiran dari kristal yang berwarna kemerah-merahan itu dirangkai benang hingga disebut, 'at-tasbih'.

Bukankah surga itu mahal? Lalu apa arti uang lima juta dibandingkan dengan tasbih itu yang apabila diamalkan setiap hari, maka pahala dan surga yang akan di dapatkan.

Baiklah, kini Araya tahu apa yang harus ia lakukan. Bismillah, Araya yakin, kini usahanya akan berhasil.

To be continue ....

Terima kasih sudah meluangkan waktu membaca cerita ini. Tombol bintang jangan dianggurin. Kasian, dia pengen disentuh katanya, hihi.

Syukron ....

Continue Reading

You'll Also Like

11M 134K 51
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
8.7K 913 51
Ini hanya lah kisah Persahabatan yang di bumbui tetang cinta... Apakah cinta itu akan terbalas? Atau bertepuk sebelah tangan? Kalau penasaran langsun...
15.5K 2K 18
Nih ya gak enak punya suami yang - diimpikan ibu ibu buat jadi menantu - didambakan buat jadi pacar atau suami
25.2K 2K 29
Persiapkan air mata! Supaya enggak menangis di pertengahan cerita. (o'・_・)っ ________________________________________ Ini bukanlah cerita tentang Putr...