Arkaeera

By fbrnhndn

18.9K 1.7K 440

Arka si lelaki tampan namun dingin yang terjebak masa lalunya. Dan Aeera gadis cantik yang berusaha menempati... More

Prolog
Bagian 1
Bagian 2
Bagian 3
Bagian 4
Bagian 5
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
Bagian 9
Bagian 10
Bagian 11
Bagian 12
Bagian 13
Bagian 14
Bagian 15
Bagian 16
Bagian 17
Bagian 18
Bagian 19
Bagian 20
Bagian 21
Bagian 22
Bagian 23
Bagian 24
Bagian 25
Bagian 26
Bagian 27
Bagian 28
Bagian 29
Bagian 30
Bagian 31
Bagian 32
Bagian 33
Bagian 34
Bagian 35
Bagian 36
Bagian 37
Bagian 38
Bagian 39
Bagian 40
Bagian 41
Bagian 42
Bagian 43
Bagian 44
Bagian 45
Bagian 46
Bagian 47
Bagian 48
Bagian 49
Bagian 50
Bagian 51
Bagian 52
Bagian 53
Bagian 54
Bagian 55
Bagian 56
Bagian 57
Bagian 58
Bagian 59
Bagian 61
Bagian 62
Bagian 63
Bagian 64
Bagian 65
Bagian 66
Bagian 67

Bagian 60

227 20 12
By fbrnhndn

Cahaya terang mulai memasuki indra penglihatannya. Pandangan yang semula buram kini perlahan semakin jelas menunjukkan dimana ia sekarang. Hijau dan segarnya hutan kini berganti dengan ruangan putih berbau obat-obatan.

Ia tidak tahu kenapa ia bisa berada disini, siapa yang membawanya pun ia tidak tahu. Yang terakhir ia ingat adalah Arka yang pergi meninggalkannya dan setelah itu semuanya terasa menyakitkan. Ya semua, dan mungkin itu yang menjadi alasan kenapa ia berada disini.

Apa mungkin yang membawanya kesini adalah Arka? Apa mungkin Arka mengkhawatirkannya lalu ia kembali dan meminta maaf atas apa yang ia ucapkan? Lalu Arka menarik semua keputusannya, Arka mendengarkan penjelasannya, Arka menghapus air mata dipipinya, Arka me-

"Hai, udah bangun?"

Suara itu terdengar beberapa detik setelah pintu ruangannya terbuka. Seorang pria berwajah blasteran kini tersenyum padanya. Ah ya sekarang ia tahu siapa yang membawanya kesini, itu pasti Alger. Musnah sudah harapannya, Arka sudah benar-benar tidak peduli dengannya.

"Ara tadi pingsan ya?"

Alger mengangguk. "Ada yang sakit?"

Aeera menggeleng lemah. "Nope."

Sekarang ia harus berbohong lagi. Hati dan beberapa bagian tubuhnya kini terasa sakit. Tapi ia tidak boleh memperlihatkan sisi lemahnya. Ia kuat, ia pasti bisa melewati semua ini. Ia hanya perlu berbicara kepada Arka satu kali lagi. Ia harus berjuang satu kali lagi sampai Arka mau mendengarkannya, sampai Arka mau percaya padanya. Dan semua akan kembali seperti semula.

"Mau kemana lo harus istirahat." Alger menahan Aeera yang akan bangun dari tidurnya.

"Ara harus ke tempat camp lagi, Ara gak bisa disini."

"No, you need to stay here until you're better."

"Ara nggak apa-apa kak. Ara gak boleh disini, Ara harus jelasin yang sebenernya, Ara-"

"Iya iya, tapi gak sekarang okay? Seengganya sehari lo disini, bukan cuma hati lo yang perlu lo perhatiin, tapi badan lo juga, jangan egois Ra, kasian badan lo."

Aeera menundukkan kepalanya. Alger benar, ia juga harus memperhatikan kondisi tubuhnya sekarang. Jika ia memaksakan pun, jatuhnya bukan bertemu Arka, tapi menyusahkan orang lain lagi. Tubuhnya tidak akan sanggup. Tapi bagaimana dengan Arka? Bagaimana jika ia terlambat dan Arka tidak mau mendengarnya lagi?

"It's going to be okay. Trust me."

"Tapi-"

"Kalo kondisi lo udah lebih baik, gue yang bakal anter lo ketemu Arka. I promise."

Aeera mengangguk lemah. Tidak ada pilihan lain selain menyetujui apa yang Alger katakan. Ia harus menyiapkan kondisinya untuk berbicara dengan Arka nanti. Ia tidak mungkin terlambat, ia tahu Arka juga mencintainya, Arka hanya sedang emosi kemarin. Arka hanya tidak bisa mengontrol emosinya.

Iya Aeera yakin itu.

***

Sudah sejak siang tadi Aeera duduk diparkiran sekolahnya. Siang ini kegiatan camping selesai, dan semua akan kembali ke SMA Galaxy Andromeda sore ini. Sudah hampir dua jam Aeera menunggu sendiri disini. Hanya sesekali berbincang dengan Pak Dayat untuk menghilangkan rasa bosan dan gugupnya.

Setelah sedikit berdebat dengan Alger akhirnya laki-laki itu mau menepati janjinya. Bukan mau tepatnya, tapi terpaksa mau karena Aeera yang benar-benar keras kepala. Bahkan saat Alger menawari untuk menemaninya sampai Arka datang pun ia tidak mau.

Bukan apa-apa jika Arka tahu dirinya bersama Alger bukankan masalah akan semakin rumit? Arka tidak suka dirinya dekat dengan Alger bukan?

Ah ya Aeera tahu sangat tahu jika Arka sudah tidak berada diperkemahan lagi. Arka tentu saja pulang dan menemani Thalia. Tapi yang ia tahu dari Alger bahwa barang-barang Thalia dan Arka masih diperkemahan. Mereka tidak membawa barang mereka saat pergi. Dan barang-barang mereka akan diambil bersama rombongan yang pulang hari ini.

Aeera berharap, sangat berharap jika hari ini Arka akan datang. Arka akan datang mengambil barang-barangnya dan juga Thalia. Lalu ia bisa menemui Arka dan menjelaskan semuanya. Ia tidak tahu Arka akan datang atau tidak, tapi entah kenapa ia benar-benar yakin jika Arka akan datang.

***

Birunya langit kini berpadu dengan jingganya mentari dibarat. Suasana sudah semakin sepi setelah beberapa jam lalu rombongan dari perkemahan sampai kembali ke sekolah. Semua sudah kembali ke rumahnya hendak merehatkan tubuhnya masing-masing. Tapi Aeera masih disini, menunggu seseorang yang belum terlihat sejak tadi.

Aeera kembali membuka ponselnya untuk kesekian kali. Entah pesan keberapa yang ia kirimkan pada Arka. Pesan yang bahkan sudah dipastikan akan berakhir sia-sia setelah Arka memblokir semua akun sosial medianya. Seburuk itu kah ia dimata Arka?

Deretan notifikasi kini muncul dilayar ponselnya. Bukan-bukan Arka yang membalas pesannya, tapi komentar-komentar dipostingannya kini bertambah pesat. Tubuh Aeera mematung saat membacanya. Hinaan-hinaan itu bisa terbaca dengan jelas olehnya. Hampir semua umpatan ditujukan untuknya. Bahkan jumlah followersnya pun menurun drastis.

Aeera mematikan ponselnya. Ia menghirup udara sebanyak mungkin untuk menenangkan hatinya dengan mata tertutup. Tidak ia tidak boleh panik. Ia tidak boleh kalah hanya karena dunia fana tersebut. Ia benar-benar harus menyelesaikan semuanya. Semua tidak boleh dibiarkan terus begini.

Mobil berwarna hitam yang begitu ia kenali memasuki parkiran sekolahnya. Semua atensinya kini beralih padanya. Keyakinannya sungguh membuahkan hasil. Tidak sia-sia ia menunggu Arka selama ini. Ia tahu Arka pasti datang.

Aeera perlahan melangkah mendekati mobil Arka. Semua rasa kini bersatu, tapi hanya satu rasa yang mendominasi, yaitu takut. Ia takut Arka akan semarah kemarin. Ia takut Arka akan berubah seperti monster padanya. Tapi ia harus menyelesaikan semua ini.

"Kak." Panggilnya dibelakang Arka yang sedang mengunci mobilnya.

Detak jantungnya kini berpacu sangat cepat. Terlebih saat Arka masih mematung ditempatnya. Hingga detik berikutnya Arka berbalik dan menatapnya dengan tatapan tajamnya. Aeera menunduk, sekarang semua kata yang sudah ia rancang susah payah hilang begitu saja.

Diluar dugaannya Arka tidak mengeluarkan sepatah kata apapun. Arka kini berbalik ke posisinya semula melangkahkan kaki meninggalkannya.

"K-kak," Entah keberanian darimana sekarang Aeera menggenggam tangan Arka dengan kedua tangannya. Membuat sang empu reflek menepisnya kemudian kembali melanjutkan langkahnya. Seolah ia barusaja menyingkirkan seekor lalat yang mengganggunya.

"Kak Ara mohon dengerin Ara dulu, Ara-Ara mohon kasih kesempatan buat Araa, Ara-"

"STOP PEGANG TANGAN GUE DENGAN TANGAN KOTOR LO ITU!" Lagi Arka menepis tangannya lalu kembali melanjutkan langkahnya.

Aeera mengerjap beberapa kali ditempatnya, jantungnya sekarang berpacu dua kali lipat lebih cepat dari sebelumnya. Air mata kini mulai membasahi pipinya. Bisa ia lihat sendiri kilatan amarah dari kedua mata Arka yang ditujukan untuknya. Sungguh ini sangat menyakitkan. Tapi ia tidak boleh menyerah, ia pasti bisa melakukannya.

Aeera kembali berlari mengejar Arka dan menggenggam tangannya untuk menahan agar ia mau mendengarkannya. "Ara mohon kak, sekali aja denger-"

"Lo emang gak pantes dibaikin!"

Mata Aeera membola merasakan sakit ditangannya saat Arka mencengkram luka ditangannya kemudian menariknya untuk mengikutinya. "Kak! Kak sakit, lepas kak!"

"Kak ash, kak please kak! Sakit!"

Air mata terus membasahi pipinya. Menahan rasa sakit ditangannya. Dari sekian banyak kata yang Aeera ucapkan agar Arka mau melepaskan tangannya, tidak ada satupun yang berhasil menghentikan Arka kali ini. Emosinya sudah benar-benar berada dipuncak.

Aeera meringis saat punggunggnya membentur tembok. Aeera langsung memegang tangan kanan nya yang baru saja Arka lepaskan. Darah segar kembali menetes disana, perban yang ia gunakan pun terlepas karena cengkraman Arka yang begitu kuat. Terlebih jarak parkiran hingga taman belakang ini cukup jauh.

"Jelasin sama gue gimana caranya biar lo gak ganggu hidup gue lagi?!"

Aeera menunduk dengan air mata dipipinya. Ia tidak pernah berani membalas tatapan tajam Arka seperti saat ini. "A-ara mohon dengerin Ara dulu."

"Dengerin apa lagi? Lo mau jelasin apa lagi? Semua udah jelas Ra!"

Aeera menggeleng cepat lalu memberanikan diri membalas tatapan Arka, mengabaikan rasa sakit ditangannya. "Engga, kakak salah paham semua salah paham. Bukan Ara yang jahat, tapi kak Thalia-"

"What are you getting at?!" Arka mencengkram rahang Aeera hingga gadis itu meringis.

"Kak Ara mohon percaya sama Ara, Ara-"

"Lo pikir gue bego? Thalia itu model Ra! MODEL! Bukan cewek biasa kayak lo! Kalo muka lo rusak gak akan jadi masalah, tapi buat Thalia itu masalah besar, LO NGANCURIN MASA DEPAN DIA AEERA!"

Aeera tidak tahu harus berkata apalagi sekarang, rasanya sudah tidak mungkin Arka bisa percaya padanya.

"Kenapa lo harus lakuin ini Ra? KENAPA LO GAK MIKIR DULU SEBELUM BERTINDAK? Bukannya lo pinter? Kemana otak lo? Kenapa gak lo pake Ra? KENAPA?!"

"Ma-maaf." Sungguh ia tidak tahu lagi harus berkata apa.

"Apa? Maaf? Lo pikir dengan maaf semua masalah beres? LO PIKIR DENGAN MAAF MASA DEPAN THALIA BISA BALIK LAGI?"

Aeera menggeleng pelan. "Ka-kasih Ara kesempat-an k-kak, A-Ara mohon jangan am-bil keputus-an itu sek-arang, Ar-Ara ta-u ka-kak sayang Ar-"

Arka terkekeh mendengarnya. "Lo pikir gue mau sama cewek kaya lo? Lo pikir gue mau nerima cewek yang ngehalalin segala cara buat dapetin gue? ENGGA AEERA ENGGA!"

"Lo ngerasa gue punya rasa sama lo? Lo salah besar AEERA! Sedikit pun gue gak pernah punya perasaan apapun sama lo selain KASIAN! Lo cuma bawa sial ke hidup gue, selama ini lo cuma jadi beban dihidup gue. Lo itu parasit!"

"Asal lo tau cara lo ga sedikit pun terlihat hebat buat gue, yang ada gue benci sama lo! Gue benci sama lo, gue benci sama takdir yang bikin gue sama lo, gue benci semua yang berhubungan sama lo! GUE BENCI LO AEERA!"

Arka melepaskan cengkaraman tangannya pada rahang gadis itu dengan menghempaskannya. Membuat gadis itu jatuh berlutut dikakinya.

Aeera memejamkan matanya merasakan rasa sakit yang luar biasa dikepalanya setelah kepalanya membentur tembok. Dunianya seperti berputar, kilasan kejadian masa lalu terputar dipikirannya seperti rekaman usang.

Rasa sakitnya hampir sama. Pandangannya buram, wajah Arka yang kini ia lihat silih berganti dengan wajah kedua orangtuanya, wajah saat terakhir kali ia melihatnya.

Arka berjongkok berusaha menyamankan posisinya dengan Aeera. Tidak ada sedikitpun rasa iba melihat keadaan Aeera sekarang. Hanya ada rasa marah dan kecewa yang menguasai dirinya. Tidak ada yang lain.

Arka kembali mengangkat dagu Aeera agar gadis itu menatapnya. "Ini peringatan kedua. Gue minta lo pergi dari hidup gue atau gue gak akan segan-segan buat ngerusak wajah so polos lo ini biar sesuai sama sifat lo."

Arka merogoh saku celananya, mengambil dompet dan mengeluarkan satu kartu biru miliknya. "Mungkin ini yang bisa bikin lo pergi dari hidup gue."

"Gue minta lo pergi dari hidup gue, dan jangan pernah muncul dihadapan gue lagi." Arka melempar requestcardnya kemudian berlalu meninggalkan Aeera ditempatnya.

Tubuh Aeera melemas hingga ambruk dilantai. Kilasan kejadian masalalu dan hal yang baru saja terjadi berputar random dipikirannya. Semua benar-benar menjadi sangat buruk sekarang. Tubuh, pikiran, dan hatinya semua hancur. Sekarang ia kembali ke titik terendahnya.

"K-kak to-tolong." Lirihnya berharap Arka akan kembali dan menyelamatkannya sekarang juga.

Tapi tidak ada siapapun yang datang untuk membantunya. Tidak ada seorang pun yang peduli padanya. Hanya ada ia dan rasa sakitnya disini. Sampai semuanya kembali menggelap.

***

Tubuhnya membeku melihat gadis itu terbaring tak sadarkan diri dilantai. Ia terlambat, seharusnya ia bisa datang lebih cepat dan mencegah semua ini terjadi.

Pandangannya menerawang jauh. Kedua tangannya mengepal. Semua yang sudah terjadi tidak bisa dibiarkan begitu saja. Keadilan harus ditegakkan. Harus ada pembalasan yang setimpal dari semua yang terjadi.

Dan itu pasti.

***

Arka turun dari mobilnya sembari memijat pelan pelipisnya. Ia memutuskan untuk pulang kerumah terlebih dahulu sebelum ia kembali ke rumah sakit. Kepalanya benar-benar terasa pusing. Ini pasti efek dari minuman beralkohol yang ia minum untuk menghilangkan stressnya akhir-akhir ini.

Semua yang terjadi terlalu mendadak dan begitu menyakitkan. Semua diluar perkiraannya, dan ini sukses membuatnya hancur. Ia kecewa pada takdir yang selalu mempermainkan perasaannya. Takdir yang selalu membiarkan dirinya mencintai seseorang yang salah.

Arka benci, sangat membenci mereka yang menyakiti orang-orang yang ia sayangi, orang-orang yang ia anggap penting dalam hidupnya. Ia selalu merasa gagal saat mereka terluka, ia selalu merasa tidak berguna jika semua itu terjadi. Sama seperti saat ini.

Ada rasa tidak percaya dalam hatinya jika Aeera yang melalukan semua ini. Hanya saja ia lebih mempercayai logikanya, semua yang ia lihat sudah pasti adalah hal yang benar untuknya. Thalia tidak mungkin merusak aset paling berharga untuknya. Sangat tidak mungkin.

Hancur. Jelas hatinya hancur karena semua ini. Bohong jika ia mengatakan ia baik-baik saja. Seluruh perasaannya sudah menjadi milik Aeera. Seluruhnya, tidak ada lagi tempat untuk Thalia. Tapi semesta telah menunjukkan padanya siapa yang seharusnya ia pilih. Lagi-lagi ia salah mencintai seseorang.

"Tuan muda kenapa?"

Arka menyirit melihat para pegawai rumahnya yang kini terburu-buru mendekat ke arahnya. Apa yang salah dengan dirinya? Apa kehancuran hatinya bisa mereka lihat? Tidak mungkin bukan?

"Tuan muda sebaiknya kita ke rumah sakit sekarang."

"Gak usah berlebihan, Arka baik-baik aja. Jangan laporan mama atau papa."

Arka memilih berlalu meninggalkan para pegawai yang menatapnya khawatir. Semuanya benar-benar membuat moodnya semakin buruk. Lagi pula tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari dirinya sekarang. Selain keadaan hatinya.

Arka merebahkan dirinya dikasur dan perlahan menutup matanya. Ini yang ia perlukan sekarang. Ia harus sejenak melupakan masalahnya, sebelum ia harus menghadapinya lagi saat bangun nanti.

***

Arka menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong. Keadaannya sudah terasa lebih baik sekarang setelah tidur tadi. Pikirannya kembali melayang, kenapa hidupnya menjadi berantakan seperti ini? Kenapa ia harus mengalihkan stressnya dengan minuman yang tak seharusnya ia minum?

Beruntung Fano sedang pergi ke luar negri dengan Risa untuk urusan bisnisnya. Begitu juga adiknya, setidaknya ia aman sekarang. Fano tidak akan tahu jika ia mabuk. Bisa semakin buruk jika Fano mengetahui semuanya.

Arka bangkit dari tidurnya, duduk dan langsung berhadapan dengan cermin dilemarinya. Arka menatap heran tampilan dirinya. Kenapa dahinya kemerah-merahan? Dan kenapa-kenapa tangannya berdarah? Apa yang terjadi padanya?

Detik berikutnya mata Arka membola. Sekarang ia ingat apa yang terjadi padanya. Setengah ingat dan tidak dengan apa yang tadi terjadi. Tapi ini, ini bukan darah yang keluar dari tubuhnya. Jatungnya berpacu cepat, dengan gerakan secepat yang ia bisa Arka berlari menuju mobilnya. Ia pasti sudah keterlaluan.

Rasa nyeri dalam hatinya kini semakin terasa. Langit sudah berubah gelap. Rasa cemas dan bersalah menyelimuti hatinya. Perlahan ingatannya semakin kuat mengumpulkan kilasan-kilasan kejadian yang tadi terjadi. Apa yang ia lakukan, apa yang ia katakan, sudah benar-benar keterlaluan.

Persetan dengan minuman itu.

"Loh mas Arka mau apa kesini malam-malam?" tanya Pak Dayat dibalik pintu gerbang.

"Ada barang yang ketinggalan pak, saya harus masuk." Kata Arka panik. Ia benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana kondisi Aeera sekarang. Bagaimana jika gadis itu masih ditaman belakang? Bagaimana jika terjadi hal yang buruk padanya?

Arka berlari menuju taman belakang. Beruntung Pak Dayat baik hati mau memperbolehkannya masuk. Entah karena pak dayat memang baik atau karena Pak Dayat ikut cemas melihat ekspresi Arka.

Perasaannya mencelos begitu saja saat tidak ada siapa-siapa disana. Hanya ada beberapa bercak darah yang tertinggal disana. Darah yang sama dengan yang ada ditangannya. Sungguh ini adalah hal terburuk yang pernah ia lakukan. Dimana Aeera sekarang? Bagaimana keadaannya?

"Arghh!!!!" Arka berteriak frustasi dengan kedua tangannya yang silih berganti memukul tembok dihadapannya.

Bodoh, bodoh dan bodoh. Hanya kata itu yang terus ia ucapkan dalam hatinya. Seharusnya ia tidak melalukan itu. Seharusnya semua tidak seperti ini. Sungguh ia benci keadaannya sekarang. Kecewa, marah, menyesal semua bercampur menjadi satu.

***

Minggu, 04 Oktober 2020.

Continue Reading