NERD BOY

By KacangKapri85

1.8M 177K 29.5K

{SEBAGIAN CHAPTER DIPRIVAT!} Ketika perundungan yang sering ia lakukan terhadap seorang siswa kutu buku di se... More

Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Beng
Empat Belas
Beng 2
Lima Belas
Maaf
Enam Belas
Tujuh Belas
Sembilan Belas
Instruksi
Dua Puluh

Delapan Belas

65K 6.6K 1.2K
By KacangKapri85

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Budayakan tekan bintang sebelum membaca, karena jejak kalian penyemangat penulis.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Bengbeng coming 💜

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Ketika kelopak matanya terbuka dan menampilkan gambaran kamarnya. Kelopak matanya dibuat mengerjap.

Gibran sedikit termenung.

Tangannya terjulur meraba tempat di sebelahnya yang jelas kosong. Bahkan permukaannya terasa dingin, menandakan jika keberadaan orang lain telah tiada begitu lama.

Dan meninggalkan Gibran yang terbaring di atas ranjang sendirian.

Menatap pada langit-langit kamarnya yang berwarna gelap.

Segelap pancaran matanya.

.
.
.
.
.
.
.

"Hey!"

Sang pendengar menoleh, menatap seorang gadis sebayanya yang datang menghampiri.

"Maaf ya Mar, gue agak telat dari janji. Tadi ada masalah sedikit di jalan."

"Iya, nggak papa. Ayo duduk dulu."

Maria tetap tersenyum ramah, sembari mempersilahkan sang gadis yang baru datang tersebut untuk duduk dihadapannya.

"Lo udah nunggu lama ya?"

"Yah, lumayan sih."

"Sekali lagi sorry ya, udah bikin lo nunggu."

"Nggak masalah Jess, santai aja kali. Lagian gue nggak ada kegiatan juga."

"Okelah kalo gitu."

Maria hanya kembali tersenyum menunjukkan respon biasa.

Jessica yang baru saja datang, membenarkan posisi duduknya dan memposisikan dirinya untuk menatap Maria.

"Jadi gini Mar, soal masalah Lo yang waktu itu. Gue udah punya sedikit informasi."

"Tentang Barata?"

"Iya. Gue udah suruh orang buat ngikutin Barata dan ngeliat gerak-geriknya."

Walaupun terlihat santai, sebenarnya Maria benar-benar merasa gugup. Ketika seseorang sedang berusaha mengungkap sebuah kebenaran dari pasangannya entah itu karena perselingkuhan atau apapun. Pasti rasa gelisah dan sebuah dorongan ketidak percayaan selalu terisi dibenaknya.

Tapi, cepat atau lambat. Mau tidak mau ia harus menerima faktanya atas apa yang telah ia temukan. Walaupun rasanya tidak mungkin, dan juga tidak percaya.

"Jadi........gimana?"

Jessica membuka tas yang ia bawa, meraih ponsel dan menunjukkan sesuatu kepada Maria.

"Ini, kata suruhan gue Barata cuman sering dateng ke sini."

Jessica menunjukkan beberapa gambar Barata yang sedang berdiri di depan pintu di sebuah apartemen.

"Ini?"

"Kayaknya dugaan lo tentang Barata yang selingkuh salah deh."

Maria mendongak, menatap Jessica dengan kerutan kebingungan. Tapi di dalam lubuk hatinya timbul rasa kelegaan, jika memang benar dugaannya akhir-akhir ini salah adanya.

"Maksud lo?"

"Apartemen ini punya anak cowok yang satu sekolah sama kalian. Jadi sekarang lo nggak usah khawatir lagi, palingan juga Barata kesitu cuman mau main sama temen-temennya."

"Oh-....." Maria berucap lirih mendengar perkataan Jessica. "Tapi...  Lo tau siapa temen Barata yang tinggal di situ? Soalnya Barata nggak pernah ngomong apa-apa tentang dia."

"Ada juga kok fotonya."

Jessica bergeser, mendekat pada Maria yang masih menggenggam ponselnya. Lalu menggulirkan layar ponselnya mencari sebuah gambar yang dikirim oleh suruhannya.

"Nah ini-ni orangnya. Gue lupa namanya siapa."

"Gibran?"

Sontak Maria terkejut.

Barata pergi ke rumah Gibran? Untuk apa? Apa pembullyan nya berujung sampai kegiatan luar sekolah?

Tapi kesannya terlalu berlebihan.

"Nah iya! Itu namanya. Gue lupa."

Tapi. Kenapa Barata sama sekali tidak memberi tahu Maria tentang semua ini?

Kenapa?

Apa mungkin Barata harus sampai mengerjai Gibran sejauh ini.

"Udah deh Mar, sekarang lo bisa tenang. Karena ternyata, Barata masih setia sama lo. Jadi jangan sering galau lagi ya."

Iya, mungkin apa yang dikatakan oleh Jessica benar. Maria saja yang terlalu mengada-ada, membuat semuanya terasa rumit. Dan tentang Gibran ini, jika Barata tidak juga ingin buka diri. Maria mungkin saja akan bertanya.

Ya! Nanti.

Maria kembali tersenyum pada teman dihadapannya.

"Makasih ya Jess."

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Suara gemericik air yang turun dari guyuran shower, menjadi satu-satunya lakon utama yang sedari tadi bersuara. Menutupi keberadaan seorang pemuda yang sebenarnya juga berada di dalam kamar mandi. Membasahi diri, seolah ia kekurangan air.

Entah sampai kurun waktu berapa lama telah terlewati, sejak tadi, Barata hanya mematung dan membiarkan dirinya mengkerut dalam kedinginan.

Sampai kulit jari-jari kakinya berkerut, dan pundaknya meremang. Barata tak kunjung juga menyelesaikan guyuran pada air dingin yang terlalu menyegarkan.

"Aden!"

Hingga sayup-sayup terdengar suara pembantunya memanggil dari luar. Mencari keberadaan Barata yang mungkin sedang diperlukan.

"Kenapa bik?"

Barata balas berteriak. Menunjukkan keberadaan dirinya yang masih berdomisili di dalam kamar mandi.

"Den, ada kiriman surat lagi."

Surat lagi?

Pasti dari Gibran.

"Tarok meja dulu bik, bentar lagi Bara selesai."

"Iya den, bibik tarok di meja ya."

Baru akhirnya Barata menyelesaikan kegiatan berdiam diri di bawah guyuran, dan segera menutupi dirinya dengan handuk untuk keluar dari kamar mandi.

Barata menengok ke dalam kamarnya dan mencari keberadaan pembantunya yang ternyata sudah pergi. Lantas matanya bergulir ke arah dimana sebuah meja berukuran sedang terletak. Di dekat kasurnya. Surat itu diletakkan di sana, bersebelahan dengan secangkir kopi panas dan jejeran pena miliknya.

Terkadang, benda yang berbeda pun akan bertemu dalam sebuah meja yang sama. Sama seperti hati manusia. Yang jelas berbeda namun dapat bertemu dalam takdir yang sama.

Sebelum Barata beranjak guna meraih surat di atas meja. Terlebih dahulu Barata meraih handuk kecil untuk mengeringkan rambutnya. Dan juga memastikan telapak tangannya benar-benar tidak berair dan kering. Barangkali nanti ada air yang dapat menetes dan merusak isi surat, maka dari itu Barata menghilangkan terlebih dahulu segala kemungkinan yang akan mengganggunya. Baru ia bisa leluasa membaca suratnya dengan tenang.

Setelah puas akan tindakannya, Barata meraih amplop surat yang berwarna coklat di atas meja. Lalu berjalan mendekat ke kursi yang berada di dekat jendela, memberi tontonan pemandangan di luar kamarnya. Duduk di sana ia membuka perekat amplop, lalu menarik keluar sebuah lipatan surat.

Segera aroma kopi menguar dan mengudara di indra penciumannya.

Ah.

Aroma Gibran.

Mungkinkah Gibran menuangkan botol parfumnya kedalam amplop suratnya dan direndam terlebih dahulu semalaman? Kalau tidak, bagaimana aromanya bisa sepekat ini.

Barata terkekeh. Lucu sebenarnya, jika pada masa ini masih ada orang yang berbalas surat. Entah itu karena orangnya kuno, atau memang penyuka keunikan, tapi bagi Barata ini agak begitu merepotkan. Ketik saja lewat ponsel, atau langsung berbicara dalam sambungan, bukannya itu akan lebih canggih.

Ketimbang harus kirim-kiriman begini.

Sudah, lupakan saja masalah merepotkan itu, lebih baik Barata mulai saja membuka isi suratnya.



Selamat pagi wahai pelita.




Adalah kalimat pembuka.

Membuat Barata melirik jam dinding yang bertengger di meja. Sudah jam sembilan, tapi tak apa. Apabila bersama Gibran, entah siang, malam atau pagi, semuanya akan terasa sama saja.



***



Kini, pagi ini telah menjadi hakiki.

Hak dimana rasa ku mulai termanifestasi.

Sebuah angan damba tentang defleksi.

Kau lepas bebas akan sebuah konfirmasi.

.

Teruntuk kekasih ku, Barata Yuda.

Eksistensi latif, hadiah dari angkasa.

Semesta tau, bagaimana aku begitu bahagia.

Terimakasih atas rasa, yang telah kau biarkan menjadi nyata.

Ku janji kan setia.

Hanya padamu, sang belahan jiwa.

Tertanda : kekasih senja.

.



Sebuah ucapan selamat pagi. Dari Gibran untuk Barata.

Sederhana, tapi mengandung banyak makna.

Ada kalanya hal yang kita anggap sepele, ternyata begitu berkesan bagi orang lain. Juga, ada kalanya hal yang kita anggap berlebihan tapi begitu berarti bagi orang lain. Seperti saat ini, antara Barata dan Gibran. Yang telah meresmikan hubungan. Walaupun hanya disaksikan oleh benda persegi berlayar perak, serta permadani berbulu. Keduanya telah resmi terjalin.

Bukan hanya tubuh dan hasrat, melainkan juga angan dan hati.

Keduanya sekarang adalah sepasang kekasih.

Setidaknya, hanya untuk mereka berdua.

Barata menghela nafas panjang. Di satu sisi ia merasa jauh lebih baik, karena sudah melepas rasanya dan jujur pada Gibran. Tapi di satu sisi lain, ia khawatir akan Maria. Entah bagaimana jadinya jika gadis itu mengetahui apa yang ia lakukan sekarang.

Melipat kembali isi surat, Barata mengintip isi dari amplop. Guna melihat, apakah ada surat lain yang dikirim dari Gibran.

Barata merogoh dan mengeluarkan isi lain dari dalam amplop, yang terlihat seperti foto.

Ketika Barata mengeluarkan dan memperhatikan dengan jelas. Tiba-tiba bola matanya melebar.

"Ini-......."











.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

TBC

.
.
.
.
.
.
.
.










Chapter depan mau buat full adegan iya-iya, tapi takut dicerna sama wattpad. Jadi implisit aja ya😘




Ndalunya sayang😚

Continue Reading

You'll Also Like

5.2M 448K 52
-jangan lupa follow sebelum membaca- Aster tidak menyangka bahwa pacar yang dulu hanya memanfaatkannya, kini berubah obsesif padanya. Jika resikonya...
185K 13K 27
"kita akan berkeliling wisata nanti saat hesa sudah besar dan papa yang akan menjadi bos di perusahaan agar bisa meliburkan diri mengajak hesa dan ma...
355K 21.3K 56
☠️ PLAGIAT DILARANG KERAS☠️ FOLLOW SEBELUM BACA!!! Menceritakan tentang seorang gadis bernama Ayla Humairah Al-janah, yang dijodohkan oleh kedua oran...
1.6M 132K 168
"You do not speak English?" (Kamu tidak bisa bahasa Inggris?) Tanya pria bule itu. "Ini dia bilang apa lagi??" Batin Ruby. "I...i...i...love you" uca...