Malam terasa sangat panjang, dingin, dan menyesakkan bagi seorang gadis yang tengah menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Ketika ia memejamkan mata air matanya ikut turun. Perasaannya memburuk. Ia ingin menangis sepuasnya. Menjadi dewasa tidak semenyenangkan yang ia bayangkan saat kecil dulu, terlalu banyak tekanan dan beban.
Di balik selimutnya Seyi menatap ponselnya, mengamati kembali pesan yang ia kirim pada seseorang.
'Yoongi-ssi, sudah tidur?'
Pertanyaan bodoh. Ini pukul 3 pagi dan tentu saja semua orang sedang tidur.
Jemarinya bergerak menggulir semua percakapannya dengan Yoongi di KakaoTalk. Sudut bibirnya terangkat samar melihat isinya didominasi oleh pesan-pesan lama dari Yoongi.
'Terimakasih sudah membawaku ke pantai, sudah sangat lama aku tak pernah menikmati pantai lagi,'
Tanda garis lurus di sebelah isi pesan belum hilang, berarti Yoongi belum membacanya. Meski begitu Seyi mengetik lagi pesan untuk Yoongi.
'Maaf aku mengirimimu pesan di jam segini, aku tak bisa tidur..'
'Ini sangat sulit, apa yang harus aku lakukan, Yoongi-ssi?'
Menunggu lama hingga Seyi tanpa sadar terlelap dengan tangan yang masih menggenggam ponsel.
Saat terbangun keesokan harinya hal yang pertama Seyi lakukan adalah mengecek lagi ponselnya. Ternyata Yoongi masih belum membaca pesannya.
Rasanya Seyi ingin menghampiri lelaki itu dan mencurahkan seluruh beban di hatinya. Tetapi, bukankah kehidupan normal di korea memang seperti ini? Selalu mengikuti keinginan orang tua sampai diri sendiri tak punya harapan untuk menempuh jalan sendiri.
Setelah menyelesaikan pertemuannya dengan kepala sekolah tangan Seyi bergerak cepat mengambil ponsel di tasnya, membuka layar kunci lalu melihat apakah ada balasan dari Yoongi, atau sekedar memastikan pesannya telah dibaca oleh lelaki itu. Namun tetap tak berubah. Pesannya belum dibaca.
'Apa kau baik-baik saja?'
'Kau sangat sibuk ya? Tidak sedang sakit, kan? Kenapa tidak membaca pesanku?'
'Yoongi-ssi?'
'Ponselmu tidak rusak lagi kan?'
Apa yang terjadi pada pria Min itu? Tolong jangan seperti ini, ia hanya menginginkan kabar dari lelaki itu sekaligus ingin memberitahu bahwa dirinya akan segera pergi.
"Ibu akan menyusulmu setelah Hoon selesai ujian."
Seyi mendongak setelah mendengar suara ibunya. Ditatapnya wanita itu dengan sendu lalu menganggukkan kepalanya. "Aku mengerti,"
Ibu Seyi seorang perempuan pekerja keras, ayahnya pria yang sangat cerdas. Keduanya memiliki kepribadian yang kuat, bahkan bisa saling beradu. Dan, Seyi hanya anak perempuan biasa yang lahir di antara mereka. Meskipun sejak kecil dirinya selalu memenangkan banyak perlombaan, ia tetap merasa tak puas. Satu pintu di hatinya menginginkan kebebasan, ia lelah mengikuti jalan yang dituntun oleh kedua orang tuanya. Bahkan, dalam masalah percintaan pun apakah tidak ada kebebasan untuknya?
"Yebin sudah tahu kau akan pergi?"
"Tentu saja, dia ingin sekali membantuku tapi dia sedang ada acara keluarga di luar kota dan tidak bisa kembali dalam waktu dekat."
"Apa dia menangis lagi sampai maskaranya luntur?"
Seyi terkekeh kecil sembari memasukkan pakaian terakhirnya ke dalam koper. "Sepertinya tidak, maskaranya sudah tahan air."
Yebin, sahabatnya. Mereka akan berpisah. Tidak ada lagi sosok yang menemaninya saat sendirian di rumah, sosok yang mendengar setiap keluhannya, dan sosok yang akan memaksanya ke tempat baru agar tidak jengah selalu berada di rumah.
Lalu, Choi Hajun. Teman tampannya yang selalu membeli kue kenari di tokonya. Seyi teringat belum mengabari Hajun, meskipun Seyi yakin Hajun sangat sibuk karena produksi drama terbarunya tetap saja ia tak boleh melupakan lelaki itu.
Kedua jempol Seyi bergerak di atas keyboard mengirimi pesan singkat untuk Hajun, memberitahu bahwa dirinya akan pindah dan menetap di Jeju sehingga tak perlu lagi menunggunya di toko saat akhir pekan. Setelah pesan itu terkirim tanpa sengaja tatapan Seyi berhenti pada satu nama di kontak.
Sudah berhari-hari, dan Yoongi belum membacanya.
Seyi menghempas tubuhnya ke kasur. Ia lelah, bertambah lelah karena merindukan lelaki itu. Haruskah Seyi menemui Yoongi ke tempat kerjanya?
Seyi menggeleng. Itu sangat tidak mungkin. Bisa-bisa keluar lagi berita terbaru tentang dirinya.
'Kau bilang kau mencintaiku, sekarang kau mendiamkanku!!!'
Satu pesan lagi Seyi kirimkan. Setelah lama menunggu dan belum juga mendapat balasan ia beralih menelepon Yoongi.
Panggilan tersambung, namun tak dijawab.
Sudah tujuh kali dan tetap saja tak ada jawaban. Apa Yoongi sengaja mengabaikannya?
'Jika tidak mengangkat panggilanku, setidaknya tolong baca pesanku,'
'Aku ingin mengatakan sesuatu padamu...'
Percobaan terakhir. Seyi berjanji ini yang terakhir.
Sekali lagi, panggilan tersambung. Namun tak lama suara operator kembali terdengar.
Yoongi tidak menjawab panggilan, tidak pula membaca pesannya.
Mendadak kepala Seyi terasa sangat pusing. Urusan dengan pihak sekolah, keluarga, hingga dengan Yoongi sungguh membuatnya lelah. Sebelum akhirnya Seyi memilih membiarkan dirinya tenggelam dalam bunga tidur, ia meninggalkan pesan yang kesekian kali untuk Yoongi.
'Terimakasih sudah mengatakan kau mencintaiku, dan aku juga mencintaimu. Aku akan pergi, jaga dirimu. Mari bertemu lagi saat langit mengizinkan. Aku percaya kau akan selalu menemukanku. Aku mempercayaimu, Min Yoongi...'