"Beri aku kamar!"
Dan sepertinya dia menghentikan langkah. "Apa?"
"Kamu gak mungkin membiarkan ibu hamil tidur di kursi begini kan?"
"Akan ku pikirkan."
"Kalau kamu takut aku tahu identitas mu. Pakailah topeng, supaya aku gak bisa lihat wajah kamu." Aku menunduk, menatap perutku yang terhimpit tali. "Kasihan anakku. Dia pasti merasa kesakitan di dalam sana."
"Baiklah. Tunggu beberapa jam lagi. Aku diskusikan dulu dengan perempuan itu."
••••••••••
Kayaknya aku kasih spoiler begitu aja ya? Tapi ini ngacak. Bukan tentang chapter yang di publish. Gak apa kan?
Happy Reading!!
—Stuck Misunderstood—
S
esuai perjanjian, aku bertemu dengan Rosé di kafe Homes'our Gangnam, tepatnya kafe milik kak Sejeong—istrinya kak Doy yang dulu sempat menjabat jadi ketua himpunan angkatan 18.
Dari jauh aku melihat tubuh Rosé berlarian menuju kesini ketika pandangan kami bertemu—yang memang aku duduk di samping kaca besar. Dia baru datang sementara aku sudah memesan minuman dan tersisa setengah.
Begitu masuk dalam kafe dan aku berdiri untuk menyambutnya, Rosé langsung memelukku dan menangis kencang hingga menimbulkan atensi seisi kafe. Benar-benar seperti seseorang yang tengah menahan kesakitan seorang diri.
"Ada apa, Rosé? Kamu kenapa?" Sebenarnya yang ingin aku tanyakan padanya adalah kenapa masih disini? Bukankah suaminya waktu itu bertugas hanya seminggu?
"Junhoe Chaey.." dia masih menangis di bahu ku. "Dia hilang.."
"A-apa?" Mataku membulat sempurna mendengar penuturannya. "Maksud kamu apa Rosé? Sini duduk dulu, jelasin semuanya."
Ku tuntun Rosé agar duduk di sebelahku. Sejenak dia menghapus air matanya, sedangkan aku memanggil pelayan untuk menyediakan matcha latte dan air putih.
"Jadi sekarang cerita, kenapa sebenarnya kamu minta ketemu?"
"Seminggu yang lalu, Junhoe pergi ke Jepang untuk perjalanan tugas selama dua hari. Dia memintaku untuk tetap di Seoul selagi dia bertugas di sana supaya kami bisa pulang ke New Zealand bersama."
".. sebelumnya aku memang merasa gak enak hati, Chaey. Biasanya Junhoe selalu mengajakku ketika bekerja, tapi pada hari itu dia cuma memintaku untuk menunggu."
Ku lihat air mata tak henti-hentinya mengalir di pipi mulusnya. Seakan berita yang dia bawakan benar-benar memilukan.
Dan disini, aku tahu bahwa Rosé bukan semata-mata menikahi Junhoe karena paksaan orang tuanya. Namun karena alasan saling menyayangi. Tak pernah aku melihatnya sesedih ini sebelumnya. Yang ku kenal, Rosé adalah sosok yang periang dan cerewet.
"Aku kelimpungan, Chaey. Saat aku mengirimkan pesan padamu empat hari yang lalu, itu aku baru saja bangun setelah pingsan selama dua hari."
"Astaga.. sebegitunya kamu Rosé?"
"Kamu gak pernah ngerasain yang namanya ditinggalkan Chaey. Dan aku harap Junhoe cepat ketemu."
"Sekarang belum ada pemberitahuan lagi?"
Dia menggeleng. "Aku juga udah minta bantuan teman-temannya Junhoe. Tapi mereka bilang pesawatnya hancur lebur dan kemungkinan masih hidup kecil." Tangannya memegang bahuku. "Gimana ini Chaey? Aku gak mau pulang sebelum Junhoe ditemukan!"
"Terus kamu maunya apa? Menginap di tempatku? Aku gak masalah nanti bisa minta izin ke Jaehyun kalau temanku mau menginap."
"Gila kamu? Aku gak mau ya!"
"Terus gimana?"
"Enggak tahu." Kepalanya menunduk. "Aku mau pulang ke New Zealand, tapi aku gak bisa karena nanti orang tuaku bertanya banyak dan aku gak bisa jawab apapun."
"Ya udah kamu tenang dulu, kita cari jalan keluar untuk permasalahan ini ya?"
Anggukan ku terima sebagai jawaban. Dia meminum matcha latte yang baru saja sampai di atas meja.
"Ngomong-ngomong, kamu gak mau ketemu Junghwan?"
"Enggak. Aku udah punya pengganti dia."
"Apa? Maksud kamu?"
Telapak tangan Rosé mengusap perutnya. "Aku lagi hamil, jalan dua Minggu."
"Ya Tuhan, kamu serius?!"
"Kamu pikir aku bercanda? Itu alasannya kenapa aku ngerasa sesakit ini waktu tahu Junhoe hilang."
"Selamat, Rosé. Kamu mengandung anak kedua!"
"Terima kasih."
"Oh iya. Kapan-kapan kamu harus kenalan sama suamiku."
"Huh? Enggak deh, makasih. Aku gak mau kenal lelaki lain, apalagi kondisinya Junhoe masih belum ditemukan."
"Hei kenalan aja. Aku juga gak mau berbagi suami ya sama kamu!"
Padahal aku hanya asal bicara, namun yang ku dapatkan adalah tubuh Rosé tiba-tiba menegang dan bibirnya menganga karena terkejut.
"Biasa aja kali Rosé! Aku cuma bercanda kok."
"Bercanda mu.. gak lucu sama sekali, Chaey."
"Maaf-maaf."
"Aku mau pulang dan istirahat supaya kandunganku baik-baik aja."
"Mau aku antar?"
"Gak perlu. Aku bisa naik taksi," Rosé bangkit dari duduknya. "Sampai ketemu lagi, sahabat!"
Ada yang aneh dengannya. Kenapa mendadak perempuan itu menjadi sensitif?
—Stuck Misunderstood—
"Aku pulang.." ketika ku buka pintu apartemen, Jaehyun merengkuh tubuhku dengan erat. "Kamu kemana aja? Aku nyariin, sayang!"
"Loh, kok tumben kamu udah pulang?" Tanyaku ketika pandanganku tak sengaja melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 11:40.
"Meeting udah selesai dan Jung minta pulang. Karena ku juga gak ada tugas lagi, jadi mending pulang untuk melihat istri cantikku."
"Kebiasaan deh gombal terus kamu tuh!" Aku mencubit kecil pinggangnya dan berjalan lebih dulu. "Mau makan siang sama apa?"
"Apa aja asal kamu yang masak."
"Bangkai kucing mau?"
"Gak waras kamu."
"Ya katanya apa aja asal aku yang masak? Bangkai kucing kalau diolah bisa jadi enak tau Jae."
"Emang kamu pernah ngerasain?"
"Belum. Makanya aku mau nyuruh kamu makan duluan."
"Tega kamu mau bunuh suami sendiri."
Aku terkekeh. "Jung mana?"
"Tidur. Kayaknya kecapekan main sama Winwin, jadi minta pulang. Terus diperjalanan tidur."
"Udah makan siang?"
"Belum. Sekalian aja disini."
Tanganku meraih apron yang menggantung dan melekatkan ditubuh, agar pakaian ku tidak basah atau terkena noda.
"Sundubu Jjigae mau?"
"Boleh. Kalau bisa tambahin telur setengah matang ya Chaey."
Ketika aku mulai memasak, Jae terus saja memperhatikan gerak-gerik ku. Bahkan netra lelaki itu tak lepas dari fokusnya yang mengarah ke arah ku.
Sampai lima belas menit berlalu, dan makanan akhirnya sudah jadi. Benda-benda yang terpakai dan kotor ku taruh terlebih dahulu ke tempat cucian piring, dan ketika aku ingin mengangkat panci berisi sup tahu, lelaki di hadapan ku ini menggenggam pergelangan tanganku dengan cepat.
"Hati-hati sayang! Itu masih panas dan kamu dengan tangan telanjang main pegang aja."
Benar. Kalau saja suamiku tak bergerak cepat, mungkin tangan ini sudah melepuh.
"Minggir sayang. Biar aku aja yang naruh, kamu bisa panggil Junghwan untuk makan siang." Ucap Jaehyun. Aku pun meninggalkannya untuk ke kamar atas memanggil putra kami yang tengah terlelap.
Pitu ku ketuk dan langsung masuk. Disana Junghwan dengan lucunya menguap dan mengucek mata.
"Mommy?"
Tubuhku menegang saat panggilan Junghwan bukanlah untukku.
"Uhm, bunda." Koreksinya.
"Makan siang yuk sayang? Daddy udah nunggu di bawah." Kataku berusaha senormal mungkin.
"Bun.. tadi Jung memimpikan mommy."
Dan aku yakin kalau tadi pagi, Rosé berbohong tentang dia yang tak merindukan Junghwan. Karena menurut teman psikolog ku, kalau kita memimpikan seseorang, itu tandanya orang di mimpi itu merindukan kita.
Rosé.. maafkan aku karena tak bisa mempertemukan kalian.
—Stuck Misunderstood—
"Jae. Aku mau cerita deh," aku menengadah untuk melihat wajahnya yang berada di atas kepala ku. "Hm? Tentang siapa?"
"Temanku. Kamu ingat gak kecelakaan pesawat yang viral di medsos dan muncul pada platform berita? Ternyata salah satu penumpangnya adalah suaminya sahabatku. Dia menghilang dan belum ditemukan sampai sekarang."
"Oh, benarkah?"
"Iya. Tadi dia yang cerita sama aku pas minta ketemu di kafe. Kasihan loh Jae sampai nangis-nangis."
"Terus gimana sekarang?"
"Dia bingung mau pulang atau tetap disini sampai suaminya benar-benar ditemukan."
"Pulang? Emang dia orang mana?"
"New Zealand. Dia lahir di sana dan sempat menetap di Korea lima tahun lamanya. Bahkan Rosé kuliah disini loh Jae."
"N-new Zealand?" Jaehyun mendadak tergagap. Aneh.
"Iya. Kenapa?"
"Siapa namanya?"
"Roséanne."
"Ah gitu ya."
"Hm. Aku udah saranin supaya dia disini dulu sampai suaminya ketemu, tapi dia gak mau. Sayang banget padahal kan lumayan ya bisa nemenin aku gitu kalau lagi sendiri."
"Ya biarin aja itu udah jadi keputusan dia mungkin? Kita juga gak bisa memaksa kehendak Rosé bukan?"
"Iya tapi tetap aja aku khawatir. Rosé itu anaknya manja dan apa-apa masih harus ditolong, jadi aku agak sungkan ngebiarin dia sendiri di Seoul."
"Kalau gitu ajak dia kesini." Entah kenapa, suara Jae mendadak menuntut.
"Boleh?"
"Hm. Bawa aja, biar dia tinggal sama kita."
"Oke. Nanti coba aku bujuk dia ya. Semoga aja mau."
"Dimana dia tinggal sekarang?"
"Mau apa? Kamu kayaknya kok antusias banget?"
Ku lihat Jaehyun kalap. Dia diam beberapa menit, sampai akhirnya membuka suara.
"Ya kan kita harus membantu sesama. Aku cuma mau tahu aja gimana keadaannya setelah tahu suaminya hilang. Pasti cemas banget."
"Dia bahkan sampai pingsan loh Jae. Aku cuma takut Rosé jadi gila."
"Segitunya?"
"Aku juga baru pertama kali lihat dia sesedih itu. Rosé sayang banget sama Junhoe dan aku rasa dia benar-benar jatuh cinta pada suaminya."
"Kamu juga gitu kan?"
"Hum?"
"Sayang aku. Kamu sayang sama aku. Kan?"
"Iya! Sayang!" Aku tersenyum lebar. Jaehyun mengusak rambutku pelan. "Gemesin istriku yang cantik ini."
"Kamu juga sayang aku?"
"Lebih. Aku sayang ke kamu lebih dari aku sayang ke diriku sendiri."
"Berlebihan deh."
"Serius sayang. Aku berani korbanin nyawaku untuk kamu kalau suatu saat nanti terjadi sesuatu."
"Kalau aku mau jadi malaikatmu, Jae."
"Kenapa?"
"Karena.. aku mau ngelindungin kamu dari semua orang jahat yang berniat nyelakain kamu."
"Gak bisa. Melindungi itu tugas lelaki, dan aku seharusnya menjadi tameng untukmu."
"Mungkin.. suatu saat nanti, aku yang akan menjadi malaikatmu Jae. Aku sayap pelindungmu dan aku yang akan bertaruh nyawa untukmu."
"Sayangnya aku gak akan pernah biarkan itu terjadi."
Tapi perlu kamu tahu Jae. Aku rasa, takdirku untukmu adalah untuk menjadi your guardian Angel.
[To be continued]
Enggak sedih, enggak. B aja.
Kok agak aneh ya apdet siang-siang??😁