"Yang tadi itu, hampir saja..."
💎💎💎
Aku habis mandi dan berpakaian. Pakai dress polos sederhana berwarna krem dengan lengan panjang. Aku duduk di sofa sambil menonton series Netflix, Chilling Adventure of Sabrina di Ipadku. Aku suka pemeran cewe pirang yang memerankan Sabrina. Dia hampir mirip denganku, keras kepala. Tapi aku bukan penyihir, andai saja aku penyihir, aku bisa menyihir hidupku sendiri menjadi lebih baik.
Mr. Kim tidak ada di sini, tidak tahu dia pergi kemana yang jelas katanya dia harus menemui seorang teman lama. Tadi dia mengajakku hanya saja aku tidak mau, masih pusing dan mau mandi saja.
Aku menonton dua episode dan menyerah karena di rumah ini terlalu sepi. Mr. Kim sama sekali belum pulang, aku berniat menyusulnya, mungkin dia ada di sekitar sini, atau di restoran di dekat sini. Aku pakai sweater berkancing dan pergi tanpa membawa apapun lagi.
Aku berjalan melewati pagar depan rumah yang menjulang tinggi dan terdapat banyak pohon serta tanaman tinggi yang daunnya besar-besar. Ada dua jalan di depanku, sebelah kiri dan kanan, aku putuskan untuk berjalan ke sebalah kiri jalan yang pernah dilewati untuk masuk ke rumah ini.
Ada banyak tanaman botani yang aku lewati sepanjang jalan.
Aku hanya pakai sandal cantik yang dipilih Mina untukku. Sebenarnya Mina itu baik sekali, saking baiknya aku merasa kalau dia bukan seorang asisten Mr. Kim untukku, Mina lebih seperti seorang kakak. Hanya saja aku selalu berpikir kalau Mina menyukai Mr. Kim? Entahlah, itu hanya tebakanku karena Mina terlihat lain kalau berurusan dengan Mr. Kim.
Aku berjalan melewati banyak ruko restoran, toko dan minimarket sambil lirik kanan dan kiri mencari Mr. Kim. Aku bahkan berjalan melewati jembatan yang berakhir di pinggir pantai. Aku masih bisa melihat vila yang kami tinggali di kejauhan di sebrang sana, berderang terang karena lampu seisi rumah menyala.
Angin laut menerpa tubuhku, segar dan bau air laut membuatku ingin berada di dekat air. Aku menatap demburan ombak yang tenang, hari ini pantai sedang surut dan disekelilingku ada banyak wisatawan juga yang hanya sekedar berjalan-jalan, duduk-duduk, mengobrol dan bermesraan melihat bulan yang bersinar terang di atas air laut.
Aku putuskan untuk jalan-jalan disekitar sini beberapa meter ke arah Timur. Ingin menikmati bagaimana rasanya pasir pantai yang dingin pada malam hari, aku membuka alas kakiku dan berjalan di atas pasir bertelanjang kaki. Rasanya menyenangkan, kakiku seperti terperosok ke dalam pasir, "Ini lembut.." aku memainkan jari-jari kakiku.
Aku menjinjing sandal dan berjalan sambil melihat sekeliling, melihat pemandangan laut malam, bulan yang bersinar sangat terang, dan memperhatikan sekilas orang-orang yang sibuk dengan aktifitas masing-masing. Sampai aku melihat seorang laki-laki yang tengah berdiri di atas batu di pinggir pantai lain yang di sekitarnya dipenuhi dengan bebatuan bukannya pasir seperti yang aku injak. Disisi pantai itu gelap dan tidak ada orang lain selain dirinya. Aku yang penasaran berjalan jauh hanya untuk mendekatinya yang sama sekali tidak bergerak dari atas batu besar.
"Apa yang dia lakukan? Apa dia berniat bunuh diri?" Pikiran itu semakin membuatku panik, aku setengah berlari menghampirinya, aku mencoba menghentikannya kalau memang benar dia berniat bunuh diri.
Handphone seseorang berbunyi, aku berhenti berjalan pada jarak sekitar enam meter dari laki-laki yang berdiri di atas batu. Laki-laki itu seusiaku atau mungkin satu dua tahun lebih tua dariku, memakai celana jins robek dan kaos hitam polos. Kalau bukan karena warna jinsnya aku pasti tidak bisa melihatnya dari kegelapan begini.
Dia mengangkat handphonenya yang berbunyi tanpa menyadari bahwa aku ada di sekitarnya. "Ada apa?"
Suara huskynya ringan, aku bisa menebak kalau dia malas berbicara. "Sebentar lagi aku pulang, ya, hanya sedang menangkap gambaran untuk lukisanku." Rambut hitamnya bergerak tertiup angin, aku bisa melihat dengan jelas wajahnya karena sinar bulan yang seakan menyorotinya.
Dia memiliki hidung bangir, bibir tipis dengan alis tajam, dan tulang pipi yang agak menonjol kalau dilihat dari samping seperti ini. Tulang rahangnya yang tegas mengingatkanku pada Mr. Kim.
Namun ketika dia menoleh padaku aku hanya bisa berdiri kaku tanpa bisa mengucapkan sepatah kata pun. Hanya bernapas dengan berat karena sempat berlari tadi dan aku hanya berkedip menatapnya yang mengerutkan kening.
Aku tidak sempat berbalik dan pergi lagi dari sana secepatnya. Bagaimana pun pemikiranku aneh sekali bisa menyangka kalau orang yang tadi hendak bunuh diri di atas batu yang bahkan tidak ada ombak dan hanya bebatuan yang lembut dan kering tanpa ada air. Mata laki-laki itu bulat dan terbuka sepenuhnya, tapi dia tidak terlihat seperti orang asing. Sinar bulan membuatnya terlihat sempurna dan sialannya dia tampan.
Aku melihatnya tersenyum padaku, dia melakukan sesuatu sebelum menyimpan handphonenya di saku celana jinsnya. "Hei, kau tersesat?" Dia bertanya padaku dan aku baru sadar kalau aku telah terpergok.
"Tidak." Ucapku.
Dia mengerutkan keningnya, tertawa sedikit lalu turun dari batu hanya dengan satu loncatan dan mendarat di pasir. "Apa yang membawamu berjalan sampai kemari?" Tanyanya. Wajahnya tidak terlihat kalau dia orang jahat.
Kalau aku mengatakan dia seperti hendak bunuh diri itu pasti terdengar konyol. "Aku pikir kau..., hantu."
Dia agaknya terkejut, menatapku dengan sebelah alis terangkat dan tergelak tertawa karena berpikir kalau ucapanku lucu. "Jadi kau semacam pemburu hantu?" Dia berjalan menghampiriku.
Aku mendongkak menatapnya, "em..aku pikir kau akan bunuh diri.." aku tidak bisa berbohong setelah melihat wajahnya yang terkesan agak nakal?
"Oh, ya, bukan hanya kau yang berpikir begitu. Ada dua orang yang menegurku sedari sore karena berdiri di batu besar yang curam." Dia mengaruk belakang kepalanya, matanya sekilas melirik laut.
Mungkin dia malu, "Oh, maaf menganggumu. Silahkan lanjutkan kegiatanmu.." aku menunduk sekilas, berusaha bersikap sopan dan pergi berlalu dari hadapanya segera mungkin.
Aku masih menjinjing sandal begitu tiba di jembatan. Dengan napas susah payah aku pakai kembali sandal merah mudaku dan kembali berjalan dengan normal tanpa lari seperti tadi.
Uh, kalau diingat kembali aku juga yang malu karena salah sangka pada anak lelaki tadi. Beruntung sekali dia membiarkanku pergi tanpa ditanya-tanya lagi.
"Jaelin? Kenapa kau ada di sini?"
Aku menoleh ke samping kiri dan menemukan Mr. Kim bersama seorang pria dewasa yang tingginya lebih pendek dari Mr. Kim tapi wajahnya terlihat menyeramkan.
"Aku tadi mencarimu." Kataku.
"Ke pantai?" Mr. Kim melihat kakiku yang terdapat sisa pasir menempel di sela-sela jari kakiku.
"Ya, aku pikir kau ada di sana. Tadi aku sempat lihat hantu jadi aku berlari pulang lagi." Aku mencari-cari alasan yang tidak penting. Pria di samping Mr. Kim menggeleng sambil memasukkan kedua tanganya ke saku celana bahannya. "Dia temanmu yang kau temui?" Tanyaku.
"Ya ampun, Namjoon. Kau benar-benar punya adik sekarang?" Kata pria itu, ada yang aneh ketika dia menyebutku adik.
"Apa maksudmu, dia Jaelin. Hei Jaelin. Dia Yoongi temanku sejak SMA." Mr. Kim terlihat tidak nyaman, aku menoleh pada Yoongi yang punya kulit putih dan mata sipit yang menyebalkan.
"Hai, Paman. Namaku Jaelin." Aku menunduk, memberi salam tanda hormat walau sekilas. Yoongi menaikan sebelah alisnya. Ketika Yoongi hendak membuka mulutnya untuk berbicara, Mr. Kim menyelanya duluan.
"Ini sudah malam, kami harus pergi. Terimakasih Yoongi kau telah mengundangku, lain kali kita harus bertemu di Seoul. Aku akan mentraktirmu, ajak sekalian sepupumu. Bukankah dia sudah legal? Kita bisa minum bersama." Kata Mr. Kim
Yoongi berdecih, "Ya, tentu. Sampai bertemu di Seoul Namjoon, Jaelin.."
Mata Yoongi menyelidik aneh padaku, aku menunduk dan tanganku ditarik oleh Mr. Kim dituntun dengan cepat.
Aku menoleh pada Mr. Kim, "Pelan-pelan, Mr. Kim. Aku lelah dari tadi berlari.." Keluhku.
Mr. Kim melambatkan langkahnya. "Kenapa kau mencariku ke pantai? Bagaimana kalau kau tersesat?"
Aku tidak habis pikir, kenapa semua orang menyangka aku akan tersesat?
"Ya ampun, aku bukan bocah yang akan menangis kalau tersesat. Di sini banyak orang, aku hanya tinggal tanya pada mereka." Aku mengerucutkan bibir, sebal sekali kalau sudah dipandang seperti bocah.
Aku melirik ruko ice cream Baskin Robin yang masih buka, "Mr. Kim, aku mau ice cream."
"Bukankah kau pusing?"
"Aku mau ice cream, sekarang." Aku menatap Mr. Kim tanpa ekspresi berarti.
"Okey, terserahmu."
Entah kenapa dia menyetujuinya.
****
Aku makan ice cream di kotak box sedang sambil melihat pemandangan laut di balkon lantai dua. Aku sudah membersihkan diri lagi dan berganti pakaian menjadi piaya hangat berwarna hijau pastel. Aku melirik ke kursi sebelahku, ada Mr. Kim yang sedang meneguk wine.
Aku agak trauma kalau Mr. Kim minum wine, jadi aku bergeser tempat duduk jadi agak jauh darinya, jauh sekali sampai Mr. Kim mengerutkan keningnya menatapku.
"Kenapa jauh-jauh?"
Aku menunjuk lautan di depanku dengan sendok. "Lebih bagus di pandang di sebelah sini." Aku duduk bersila di kursi, menyimpan box ice cream dipangkuan dan menikmati ice cream rasa blueberry campur choco dan oreo.
"Ada-ada saja." Cibirnya.
Aku tidak terlalu peduli dan melahap ice cream dengan nikmat.
Tiba-tiba Mr. Kim bertanya, "Tadi, kalau tidak salah dengar kau mengatakan jika kau melihat hantu di pantai?"
Aku mengangguk antusias, "Iya, aku pikir begitu. Tapi ternyata dia orang aneh yang berdiri di atas batu di tempat gelap sendirian hih.." aku pura-pura bergidig, "Karena tahu dia orang jadi lebih menakutkan, aku berlari kabur."
"Kau bertemu dengannya?"
Wajah Mr. Kim terlihat tidak suka, aku menggeleng dan menjawab tidak untuk menenangkannya.
"Aku melihatnya dari kejauhan, mana berani aku berjalan sendirian ke tempat gelap." Aku menyuap ice cream dan mencoba mengunyahnya, tapi yang ada gigiku ngilu. Aku tidak akan pernah bisa mengerti orang yang makan ice cream lembut dengan cara dikunyah. Hening mendera kami, aku menghabiskan hampir setengah box ice cream.
"Sudah, jangan makan ice cream lagi, nanti kau bisa kena flu."
Mr. Kim sudah minum wine agak banyak, wajahnya masih terlihat baik-baik saja, dia tidak mabuk.
"Okey, kalau begitu aku mau simpan sisanya di kulkas. Aku juga mau bersiap tidur, sampai jumpa Mr. Kim. Selamat malam.." aku mendekati Mr. Kim hanya untuk memberikan satu ciuman di pipinya sebelum pergi ke kamarku.
"Jaelin..," tanganku ditarik ketika aku hendak pergi.
"Ya?" Aku menoleh padanya.
Dia menciumku sekilas sebelum mengusak rambutku dan mengucapkan selamat malam sebelum pergi begitu saja dari balkon. Aku menatap punggung Mr. Kim yang melangkah menjauh dengan tatapan tidak percaya.
Aku menyimpan kotak ice cream di meja dan pergi berjalan cepat untuk masuk ke dalam kamarku. Aku mengintip menunggu Mr. Kim menghilang menuruni anak tangga sebelum menutup pintu dan menguncinya dengan pelan-pelan.
"Yang tadi itu, hampir saja.."
💎💎💎
November 2020
Untuk readers tercinta,
Q:
Ada yang bisa nebak laki-laki yang berdiri di atas batu itu siapa?🤔☺