157. Pendekar Rajawali Sakti...

By YasserPing

1.8K 100 0

Serial ke 157. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh prota... More

BAGIAN 1
BAGIAN 2
BAGIAN 3
BAGIAN 4
BAGIAN 6
BAGIAN 7
BAGIAN 8

BAGIAN 5

194 11 0
By YasserPing

Kamajaya terkesiap. Tahu-tahu saja di tempat ini muncul seorang pemuda tampan berbaju rompi putih. Entah dari mana datangnya. Tampak sebilah pedang bergagang kepala burung bertengger di punggungnya. Di belakangnya, terlihat seekor kuda berbulu hitam mengkilat.
"Kisanak! Lepaskan gadis itu. Dan jangan berbuat macam-macam kepadanya!" ulang pemuda yang baru muncul ini.
"Huh! Apa urusanmu? Hei, lebih baik menyingkir! Kalau tidak, aku betul-betul akan memecahkan batok kepala gadis ini!" ancam Kamajaya alias Pendekar Suling Emas.
Mendengar itu, orang tua gadis ini semakin ketakutan saja. Dia mencoba memohon agar pemuda yang berbaju rompi putih itu tidak ikut campur dalam urusan ini.
"Tenanglah, Ki. Dia tidak akan berani melakukannya...," ujar pemuda yang tidak lain Rangga alias Pendekar Rajawali Sakti.
"Dia akan melakukannya. Anak Muda! Kau lihat mayat-mayat itu? Mereka adalah korban kekejamannya!" sahut orang tua ini masih dengan wajah khawatir.
"Percayalah padaku. Dia tidak akan berani melakukannya...," bujuk Pendekar Rajawali Sakti.
"Tutup mulutmu! Barangkali kau ingin melihat kepala gadis ini remuk, he?!" ancam Kamajaya berang.
Rangga senyum-senyum mendengar ancaman Pendekar Suling Emas.
"Sempat kudengar kalau kau ternyata Pendekar Suling Emas. Hm.... Seorang tokoh yang kukenal amat mengagumkan. Hebat, dan jarang tandingannya. Tapi hari ini orang-orang akan menertawakanmu karena menyandera seorang gadis. Bahkan berani mengancamnya. Padahal, gadis itu sama sekali tak memiliki kepandaian. Itu dilakukannya karena takut menghadapi seorang gembel sepertiku...!"
"Kurang ajar! Apa katamu, he?!"
"Bukankah kau takut padaku, sehingga perlu berlindung di belakang seorang gadis tidak berdaya dengan menyanderanya?" ejek Pendekar Rajawali Sakti.
"Keparat! Kau kira aku takut denganmu? Phuih! Seribu orang sepertimu akan kuhabisi dalam sekejap mata!" bentak Kamajaya dengan wajah berkerut geram.
"Kalau begitu lepaskan dia. Dan hadapi aku," sahut Rangga tenang.
"Phuih! Kau coba mengakaliku, he?!"
"Nama Pendekar Suling Emas begitu menjulang. Tapi sejauh ini, belum kubuktikan kehebatannya. Kalau ternyata nama itu tidak sepadan keadaan sebenarnya, sudah tentu amat memalukan."
"Kalau begitu, kau boleh menunggu kematianmu, sementara aku bersenang-senang dengan gadis ini!" ujar Kamajaya terkekeh kecil.
"Sayang sekali, aku tidak bisa menunggu...," sahut Rangga. Pendekar Rajawali Sakti kemudian memungut sebilah pedang yang mungkin milik salah seorang mayat yang tergeletak di dekatnya.
"Aku tidak peduli, kau akan menyandera gadis itu atau tidak. Dan aku juga tidak peduli, kau menjadikannya tameng bagi seranganku. Yang jelas, kau hanyalah seorang pengecut!" lanjut Rangga, langsung melompat menyerang.
"Kurang ajar!" Mendengar kata-kata pedas itu, panas juga telinga Kamajaya. Apalagi ketika Rangga langsung melompat menyerang. Mungkin apa yang dikatakannya benar. Dia sama sekali tidak peduli bila gadis ini celaka. Dan bila menjadikannya perisai, hanya akan merepotkannya saja. Tapi yang terpenting, tentu saja, dia tidak ingin disebut pengecut.
"Huh! Akan kulihat, sampai di mana kebenaran bacotmu itu, Setan!" desis Pendekar Suling Emas seraya mendorong gadis itu.
Gadis manis ini jatuh terjerembab. Namun hatinya lega. Maka buru-buru dia bangkit menghampiri orang tuanya.
"Oh! Kau tidak apa-apa. Nak...?" tanya laki-laki tua itu khawatir.
"Tidak, Ayah. Aku..., aku hanya takut..."
"Maafkan Ayahmu yang tidak berguna ini. Nak. Aku tidak mampu melindungimu dengan baik...," ucap orang tua itu.
"Ayah, apakah tidak sebaiknya kita segera pergi selagi mereka berkelahi....?" usul gadis itu.
"Ya! Memang sebaiknya begitu!" sahut laki-laki tua ini. Orang tua itu sempat melirik ke arah pertarungan, sebelum akhirnya buru-buru kabur bersama putrinya.
Sementara itu, pertarungan berlangsung seru dan cepat. Pendekar Suling Emas berkali-kali mendengus geram. Hatinya kesal bukan main. Betapa tidak? Sampai saat ini dia belum juga mampu mendesak Pendekar Rajawali Sakti. Padahal perlahan-lahan serangannya ditingkatkan. Bahkan akhirnya telah mengerahkan jurus-jurus andalannya.
Sementara Pendekar Rajawali Sakti yang tidak bergeming sedikit pun, masih mampu mengimbangi serangan dengan mantap.
"Heaaat...!"
Sekali lagi, Pendekar Suling Emas berusaha mendesak. Dan kali ini suling yang dijadikannya senjata berusaha menerobos pertahanan Pendekar Rajawali Sakti, mengincar ke jantung. Namun hal itu tidak mudah dilakukannya. Pedang ditangan pemuda berbaju rompi putih ini mampu bergerak cepat, menangkis semua serangannya. Bahkan balas menyerang dengan hebat.
Sambil mengerahkan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib' untuk menjajaki kepandaian lawannya. Rangga meliuk-liukkan tubuhnya dengan indah. Dan tiba-tiba pedangnya terhunus menyambar batok kepala Kamajaya. Namun Pendekar Suling Emas cepat menangkis dengan sulingnya. Pada saat yang bersamaan, satu tendangan keras menghantam dada. Kamajaya masih mampu berkelit. Namun Pendekar Rajawali Sakti cepat memberi serangan susulan yang begitu cepat lewat kakinya yang satu lagi. Dan...
Duk!
"Hugkh...!"
Pendekar Suling Emas menjerit kesakitan, begitu pinggangnya terhantam tendangan Pendekar Rajawali Sakti. Tubuhnya terjungkal beberapa langkah. Dengan cepat dia bangkit Wajahnya tampak memerah menahan malu, sekaligus amarah.
"Kurang ajar! Kau akan rasakan balasanku, Keparat!" dengus Kamajaya.
"Tidak usah banyak bicara. Seandainya kau memang menjual, aku siap membeli," sahut Rangga, tenang.
Kamajaya menggeram. Lalu dia melompat menerjang sambil membentak nyaring.
"Yeaaa...!"
Trang! Bet!
Suling di tangan Pendekar Suling Emas meluncur, mengancam batok kepala Pendekar Rajawali Sakti. Tanpa mengalami kesulitan. Rangga menangkisnya dengan mantap. Dan ketika Kamajaya menyodok perutnya lewat satu tendangan keras, tubuhnya berkelit kesamping dan balas menyikut muka.
"Uhhh...!" Kamajaya mengeluh kaget. Nyaris wajahnya jadi sasaran hantaman Pendekar Rajawali Sakti kalau tidak membungkuk dan bergeser ke samping. Hebat! Bersamaan dengan itu Kamajaya masih sempat mengebutkan ujung senjata ke dada Rangga. Tapi secepat kilat, tangan kiri Rangga menangkapnya.
Tap!
"Hiiih!"
Saat itu juga Rangga menarik suling. Dan bersamaan dengan itu, pedangnya berkelebat menyambar leher Pendekar Suling Emas. Bukan main kagetnya Kamajaya melihat keadaan itu.
"Yaaap!"
Terpaksa Pendekar Suling Emas melepaskan sulingnya kalau mau selamat Dan seketika itu pula dia melompat ke belakang. Tapi begitu serangannya gagal, maka secepat itu pula Rangga jungkir balik mengejar seraya melakukan tendangan kilat Dan...
Begkh!
"Aaargkh...!"
Dan untuk kedua kalinya serangan itu tak dapat dielakkan. Kamajaya jatuh tersungkur disertai jerit kesakitan. Dia berusaha bangun dengan wajah berkerut menahan sakit. Namun tahu-tahu sesuatu menahan gerakannya, ternyata ujung pedang Pendekar Rajawali Sakti telah menyentuh lehernya! Sekali lagi Kamajaya dibuat kagum. Betapa tidak? Ternyata Pendekar Rajawali Sakti begitu cepat bergerak. Bahkan sebelum dia sempat menyadari!
"Tetap di tempatmu kalau ingin hidup lebih lama...!"
"Eh, oh...."
"Tidak usah takut. Aku bukan pembunuh kejam. Kecuali kalau kau memaksa...," ujar Rangga ketika melihat wajah Kamajaya pucat ketakutan.
Bahkan suaranya nyaris tidak keluar dari kerongkongan.
"Apa... maumu?" tanya Kamajaya.
"Bukankah kau sudah tahu?"
"Eh! Tapi..., tapi aku tidak pernah mengenalmu sebelumnya. Apa kau datang untuk membalas dendam...?"
"Boleh juga dibilang begitu. Berapa banyak wanita yang telah menjadi korban lelaki hidung belang sepertimu?" tanya Rangga dingin.
"Eh! Aku..., aku...."
"Lima, tujuh, atau barangkali dua puluh...?!"
"Eh! Ng..., aku...."
"Mungkin lebih dua puluh. Tapi masih ada kesempatan bagimu untuk bertobat," sahut Rangga. Pendekar Rajawali Sakti kemudian berbalik membelakangi Kamajaya. Lalu dilemparkannya suling di tangannya.
"Pergilah! Dan jangan ulangi perbuatan bejadmu itu. Kalau tidak, aku akan datang menagih nyawamu!"
Pendekar Suling Emas cepat memungut suling, lalu bangkit perlahan-lahan. Dalam keadaan begitu saja, dia bisa membokong Pendekar Rajawali Sakti. Namun itu tidak dilakukannya. Memang sebagai seorang tokoh silat yang sedikit banyak telah berpengalaman, dia tahu betul kalau pemuda di depannya ini pasti bukan tokoh sembarangan.
Sementara itu, Pendekar Rajawali Sakti melangkah tenang menghampiri kudanya. Namun tangannya masih menggenggam pedang, tetap menjaga kewaspadaannya.
"Hup!" Rangga melompat ke punggung Dewa Bayu. Lalu dihampirinya Pendekar Suling Emas setelah melihat bapak dan anak yang ditolongnya telah pergi dari tempat ini.
"Ingat baik-baik pesanku tadi...," ulang Pendekar Rajawali Sakti.
"Siapa kau sebenarnya?" tanya Kamajaya, tidak mempedulikan kata-kata pemuda itu.
"Untuk apa? Kau masih penasaran?"
"Hari ini aku kalah. Tapi lain waktu, aku akan mencarimu untuk menebus kekalahan hari ini!" tandas Pendekar Suling Emas.
"Hm.... Terlalu banyak manusia keras kepala sepertimu di dunia ini. Seharusnya kubunuh saja sekarang juga."
"Kalau memang kau pengecut, bisa saja melakukannya sekarang juga. Aku memang kalah dan tak bakal menang. Tapi dengan begitu, aku tahu kalau kau memang penakut. Takut oleh pembalasan yang kulakukan kelak terhadapmu!" dengus Kamajaya.
Rangga tertawa kecil mendengar ocehan pemuda itu. Sama sekali amarahnya tidak terpancing oleh pemuda itu. Namun begitu dia tetap mengangguk dan mengabulkan keinginan Pendekar Suling Emas.
"Kisanak, dengan senang hati tantanganmu kuterima. Tapi bila sekali lagi kau berhadapan denganku, maka saat itu hanya ada dua kemungkinan bagi kita. Kau atau aku yang bakal mampus! Nah! Kau boleh mencari Pendekar Rajawali Sakti nantinya...!"
Setelah berkata begitu. Rangga menggebah kudanya. Hewan berbulu hitam itu berlari kencang, meninggalkan suara derap yang keras serta debu mengepul di udara.
"Pendekar Rajawali Sakti...? Pantas saja...!" desis Kamajaya termangu.
Pendekar Suling Emas memandang Pendekar Rajawali Sakti sampai hilang di tikungan jalan. Lalu dia menarik napas panjang. Wajahnya tampak tegang dan bibirnya menyungging senyum sinis.
"Huh! Peduli kau iblis dari perut bumi sekalipun, Kamajaya akan membalas dendam! Tunggu saja! Kau akan merasakan akibatnya berani mengusik-usikku!" dengus Pendekar Suling Emas menggeram.

***

Sore baru saja berganti. Dan malam belum lagi pekat. Namun manakala angin bertiup, terasa begitu dingin menyengat sampai ke tulang sumsum. Suasana seperti ini membuat orang-orang enggan keluar rumah. Mereka lebih memilih berkerumun di tempat tidur, atau bercakap-cakap sambil menghirup kopi panas dan singkong rebus.
Namun keadaan seperti itu tidak berlaku bagi sesosok tubuh berpakaian kuning. Dia melompat ringan sekali, melewati dahan-dahan pohon. Lalu tubuhnya melenting gesit bagai seekor tupai, kemudian hinggap di genteng rumah. Dan dia terus mencelat ke genteng rumah lainnya. Arah yang dituju ke selatan. Bila dia seorang pencuri, sudah pasti yang ditujunya adalah rumah Juragan Anggada. Sebab dia merupakan orang terkaya di desa ini. Rumahnya besar dan hartanya banyak.
Sesosok tubuh itu memang hinggap di genteng rumah juragan Anggada. Namun hanya sebentar. Matanya memandang ke sekeliling, lalu kembali mencelat bagai seekor katak.
Tidak jauh di belakang rumah Juragan Anggada, lebih kurang sekitar dua puluh tombak, terdapat sebuah bangunan cukup besar dan memiliki halaman luas. Bangunan berpagar di sekelilingnya itu hanya bisa ditempuh lewat satu jalan. Yaitu melalui pintu gerbang depan. Namun itu pun harus melewati pemeriksaan beberapa orang penjaga. Bila orang biasa yang tidak memiliki urusan penting, maka jarang bisa bertemu pemilik bangunan itu.
Semula bangunan itu sendiri tidak begitu istimewa. Hanya sebuah padepokan silat bernama Gunung Kembang yang dipimpin Ki Raja Mulih. Namun beberapa tahun belakangan, padepokan ini mengalami kemajuan amat pesat. Betapa tidak? Sebagian besar muridnya yang telah menamatkan pelajaran, kini telah bergabung dengan prajurit Kerajaan Tulang Bawang. Dan keandalan mereka sudah teruji. Ketika terjadi beberapa kali peperangan, ternyata dimenangkan oleh kerajaan ini. Dan itu memang tidak terlepas dari jasa para prajuritnya.
Kepercayaan Gusti Prabu Syailendra semakin bertambah. Dan sebagai wujud nyatanya, dia mengirim beberapa orang panglima serta putra-putranya untuk belajar ilmu olah kanuragan di tempat ini. Kehadiran orang-orang penting di kerajaan itulah yang membuat Padepokan Gunung Kembang berbeda dengan padepokan lainnya. Dan akibatnya, orang tidak lagi bisa bebas keluar masuk seperti dulu.
"Hei, siapa itu?!" teriak seorang penjaga.
Dua orang penjaga lainnya mengikuti arah telunjuk itu. Dan mereka melihat sesosok tubuh berpakaian kuning melayang menghampiri mereka, bagai selembar daun kering tertiup angin.
"Pengacau keparat! Hajar dia...!" sentak orang tadi, memberi perintah pada kawannya. Mereka menyambar tombak. Sementara seorang lagi mencabut pedang yang terselip di pinggang.
Wuk! Klap!
Sesosok tubuh berpakaian kuning itu berkelit demikian ringan, menghindari sambaran senjata para murid padepokan ini. Tubuhnya lantas bergerak gesit balas menyerang.
Bret!
"Wuaaa...!" Sesaat terdengar pekik kematian. Dua orang roboh dengan cakar di lehernya!
Teriakan tadi membuat murid-murid lain tersentak kaget. Mereka yang tengah terlelap, atau bermalas-malasan, segera bangkit dan menyambar senjata dengan sigap. Dalam waktu singkat, mereka telah menyerbu keluar dan mengurung si pengacau.
Malam yang mulai gelap di sekitar tempat ini, seketika terang-benderang oleh puluhan obor yang dibawa murid-murid Padepokan Gunung Kembang. Sehingga kini bisa terlihat jelas, siapa si pengacau itu.
Dia adalah seorang laki-laki bertubuh kurus. Rambutnya pendek serta jarang-jarang dan kelihatan nyaris botak. Tubuhnya tertutup rompi kuning terbuat dari kulit binatang. Celananya pendek. Kulitnya hitam legam seperti pantat kuali. Kuku jari-jari kedua tangan dan kaki panjang lagi runcing. Mulutnya menyeringai lebar, memandangi orang-orang yang mengelilinginya. Sedikit pun tidak terlihat bias ketakutan di wajahnya.
"Hehehe...! Kalian semua keluar untuk meringkusku? Ayo, tunggu apa lagi? Cepat lakukan! Telah kubunuh dua orang kawan kalian. Dan kini, siapa lagi yang akan menyusul?!" kata laki-laki berbaju kulit binatang itu sambil terkekeh-kekeh.
"Siapa kau sebenarnya?! Dan apa maksudmu mengacau di sini?!" bentak seorang laki-laki berusia sekitar tiga puluh tahun.
Laki-laki yang merupakan salah satu murid utama ini bernama Sela Katiran. Perawakannya gagah dan tubuhnya kekar. Sebaris kumis tipis menghiasi atas bibirnya. Tangan kirinya menggenggam sebilah pedang yang warangkanya berukir indah keemasan. Kepandaiannya terhitung cukup tinggi.
"Hehehe...! Aku Jingga Kalamanda. Dan tak perlu tahu segala urusanku! Ayo, perintahkan kawan-kawanmu untuk mengeroyok. Atau, barangkali kau sendiri yang ingin maju? Hehehe...!"
"Kisanak! Kami bukanlah orang-orang liar sepertimu. Segala urusan harus ada dasarnya. Kau datang menyelinap, lalu membunuh dua orang murid padepokan ini. Apa alasannya?!" tanya Sela Katiran.
"Alasan? Kau menanyakan alasanku?! Hehehe...! Bocah tengik! Kau tanyakan pada gurumu, apa alasanku datang ke sini! Mana si tua bangka Raja Mulih?! Kenapa tidak keluar menemuiku? Atau barangkali bersembunyi ketakutan? Hehehe...!" ejek laki-laki nyaris botak bernama Jingga Kalamanda.
"Kisanak! Bicaramu semakin ngawur tak karuan! Kalau kau sengaja hendak berbuat keonaran, maka kami tidak bisa mendiamkannya begitu saja. Guru kami bukan takut padamu. Tapi menghadapi orang sepertimu, dia tidak perlu turun tangan!" sahut Sela Katiran menahan amarah di dadanya.
Laki-laki itu kemudian memberi isyarat Maka dua orang murid padepokan ini segera melompat kedepan, menghadang Jingga Kalamanda.
"Hehehe...! Dua kunyuk ini yang kau hadapkan padaku? Hehehe...! Ayo, maju! Pertahankan dirimu baik-baik!" ujar orang berkulit legam itu terkekeh nyaring. Baru saja Jingga Kalamanda selesai bicara, tubuhnya telah berkelebat bagaikan kilat Dan....
Bret!
"Aaa...!"
Dua orang murid di padepokan kontan terjungkal seraya memekik nyaring. Di tenggorokan mereka terlihat luka cakar menganga. Tentu saja hal ini amat mengagetkan yang lainnya. Sebab mereka tahu, dua orang yang tewas barusan bukan murid sembarangan.
"Ringkus pengacau ini!" bentak Sela Katiran. Serentak, lebih dari lima belas murid Padepokan Gunung Kembang melompat dengan senjata terhunus. Dan mereka langsung menyerang Jingga Kalamanda.
"Heaaat..!"
"Huh!" Jingga Kalamanda yang berusia sekitar lima puluh tahun itu mendengus sinis. Matanya tajam mengawasi murid-murid padepokan yang semakin dekat. Lalu....
"Guaaargkh...!"
Diiringi raungan keras bagai lolongan serigala buas, tubuh Jingga Kalamanda melompat tinggi. Lalu dia jungkir balik menerobos para pengepungnya. Tangannya yang kurus berkali-kali menangkis tombak bahkan menahan laju mata pedang. Sehingga murid-murid Padepokan Gunung Kembang ternganga kagum. Bukannya tangan Jingga Kalamanda yang terluka. Malah para murid yang menebas tersentak. Betapa tidak? Senjata mereka bergetar!

***

Continue Reading

You'll Also Like

145K 344 39
Bayu, seorang anak laki-laki yang tinggal bersama orang tuanya, Haris dan Nia di Jakarta Timur. Haris sibuk dengan pekerjaan dadakan, sedangkan Nia s...
416 99 16
seorang ketua geng motor drak lion yang sangat membenci gadis pilihan orang tuanya namun ia kalah dengan perasaan nya sendiri dan jatuh cinta dengan...
523K 18.5K 69
seorang gadis tengah tidur pada malam hari, ia bermimpi bertemu dengan sosok yang di rindukannya muncul ke dalam mimpi gadis itu. Yaitu ayahnya [ Hus...
24.4K 788 14
"Dingin adalah caraku untuk memikat hatimu." ~Steven Reynan~ "Membuat orang lain kecewa itu sungguh mengasyikan" ...