Biasanya, kesalahpahaman muncul karena komunikasi yang jarang.
....
"Gue nebeng ya Mikh."
"Yaealah Sha, lo kayak sama siapa aja. Ayo!"
Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu, kini Shafira dan Mikha melangkah beriringan menuju parkiran sekolah menghampiri motor vespa milik Mikha yang terparkir disana.
Shafira naik ke atas boncengan Mikha setelah gadis itu menghidupkan mesin motornya. Mikha mulai melajukan motornya dengan kecepatan sedang, sebenarnya jarak antara rumah Mikha dan Shafira cukup jauh karena keduanya beda komplek, tapi untungnya mereka masih dalam satu arah.
Sekitar dua puluh menit berlalu, kini Mikha sudah menghentikan motornya di depan rumah Shafira.
"Thanks ya Mikh," Shafira turun dari motor Mikha.
"Yoi--- ehh Sha, motor siapa tuh?" Mikha menunjuk motor sport berwarna merah yang terparkir di halaman rumah Shafira.
Shafira menggeleng, dirinya juga tidak tahu. Apa iya itu teman papanya? Tapi tidak mungkin, karena biasanya teman-teman bisnis Lucman datang menggunakan mobil.
"Yaudah lo masuk sana, gue juga mau balik. Bye Sha."
"Bye."
Shafira membalikkan badannya, lalu menoleh sekilas pada motor sport berwarna merah itu.
Entah mengapa Shafira menjadi penasaran.
Shafira mengalihkan pandangannya pada pintu rumahnya yang terbuka lebar, menandakan rumahnya memang sedang ada tamu. Lantas gadis itu mempercepat langkahnya.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Shafira melihat papanya yang sedang mengobrol bersama seorang cowok yang dia sendiri tidak kenal? Melihat penampilan serta wajah cowok itu yang terlihat masih remaja, membuat Shafira menyimpulkan bahwa mereka sepertinya seumuran.
"Hei sayang, sini dulu sebentar." panggil Lucman pada putrinya.
Shafira tersadar, lalu gadis itu melangkah menghampiri papanya.
"Ini kamu kenalin dulu, Milan."
"Milano Rahagi, panggil aja Milan." cowok yang baru Shafira ketahui bernama Milan itu mengulurkan tangannya.
Shafira tersenyum canggung, lalu menjabat uluran tangan Milan. "Shafira."
Milan tersenyum kecil, jabatan tangan mereka sudah terlepas. gadis itu hanya diam menurut saat Lucman menyuruhnya untuk duduk di sebelahnya. Sebenarnya Shafira masih penasaran dengan cowok bernama Milan ini. Siapa dia? Dan papanya itu menemukannya dimana? Apa dia adalah salah satu anak dari teman bisnis papanya? Shafira menggeleng pelan, berusaha mengenyahkan semua pertanyaan di isi kepalanya.
"Tadi papa sempet kecopetan, terus Milan ini yang nolongin papa. Untung aja ada Milan, kalo nggak barang-barang penting papa bisa hilang."
Shafira membulatkan matanya. "Tapi papa gakpapa kan? Papa gak ada yang luka kan?" Shafira menghadap sepenuhnya pada Lucman, untuk meneliti tubuh pria paruh baya itu ada yang luka atau tidak.
Lucman terkekeh pelan. "Papa gak papa." ucap Lucman meyakinkan putrinya, bahwa memang ia baik-baik saja.
Shafira menghela nafas lega. "Papa beneran gak kenapa napa kan? Shafira takut papa luka."
Lucman tersenyum, hatinya menghangat saat Shafira begitu mengkhawatirkannya. "Iya papa gakpapa, berkat Milan."
Shafira mengalihkan pandangannya pada Milan, yang ternyata juga menatapnya. "Thanks ya, ---?" sepertinya Shafira melupakan nama cowok itu.
"Milan."
"Ah iya, Milan. Thanks ya, udah nolongin bokap gue." ujar Shafira tulus.
Milan tersenyum seraya menganggukkan kepalanya. "Sama-sama."
"Milan ini juga seumuran loh sama kamu. Cuma dia beda sekolah," ujar Lucman.
"Gue sekolah di SMA Nusa Bangsa." ucap Milan.
"Emm, kalo gue di SMA Pusaka." balas Shafira.
"Oh iya, sangking keasikan ngobrol, om sampek lupa buatin kamu minum. Kamu mau minum apa?" tanya Lucman pada Milan.
Milan lantas menggeleng. "Ehh gak usah om, ini saya juga udah mau pamit."
"Loh kok malah buru-buru?" tanya Lucman.
"Maaf om, saya baru ingat kalo masih ada urusan." balas Milan sedikit tak enak.
"Yaudah kalo gitu, kalo mau main kesini main aja ya Milan. Tidak usah sungkan-sungkan." ujar Lucman.
Lucman tersenyum. "Siap om."
Milan mencium punggung tangan Lucman, sebelum berpamitan.
"Biar gue yang nganter lo kedepan," ujar Shafira, yang diangguki oleh Milan.
Keduanya melangkah, dengan Shafira yang mengekori langkah Milan.
"Milan sekali lagi makasih ya," ucap Shafira, kini mereka sudah berada di luar rumahnya.
Milan terkekeh kecil. "Lo dari tadi makasih terus."
Shafira ikut terkekeh. "Hati-hati ya."
Milan mengangguk. "Gue balik dulu, bye."
Milan membalikkan tubuhnya, tapi baru beberapa langkah berjalan cowok itu kembali memutar tubuhnya menghadap Shafira. Membuat gadis itu menyernyit, bertanya.
"Kenapa?"
Milan kembali melangkah mendekati Shafira, lalu merogoh ponsel di saku celananya dan menyodorkannya pada gadis itu. "Gue bisa minta nomer lo?"
Shafira tertawa pelan. "Oh gue kira apa," Shafira mengambil ponsel berlogo apel di gigit itu, lalu mengetikkan beberapa digit angka disana. Setelah selesai, Shafira mengembalikan ponsel itu pada Milan.
"Thanks ya Shafira, see you."
.....
Shafira mengeringkan rambutnya menggunakan handuk kecil yang bertengger di atas kepalanya, gadis itu baru saja selesai mandi.
Shafira menyisir rambut sepunggungnya seraya menatap pantulan dirinya di depan cermin. Kini gadis itu tampak terlihat lucu dengan baju tidur berwarna kuning dengan gambar kartun spongebob. Shafira sangat suka dengan baju tidurnya ini, tentu saja karena papanya yang membelikannya langsung.
Shafira membaringkan dirinya di atas kasur king size nya, sebelah tangannya meraba sisi kasurnya untuk mencari benda pipih yang tadi ia lempar asal.
Drrttt drrttt
Shafira menyernyit saat ponselnya bergetar, menandakan ada notifikasi pesan disana.
0852XXXXXXXX: Hai Shafira
Shafira: Siapa?
0852XXXXXXXX: Milan
Shafira: Oh Milan, gue kira tadi siapa
0852XXXXXXXX: haha, save back ya
Shafira: oke
Setelah menyimpan nomer Milan, dan dirasa tidak ada lagi balasan dari seberang sana, Shafira berganti ke aplikasi instagram. Gadis itu men-scroll layar berandanya, dan melihat beberapa instastory yang diunggah oleh teman-temannya. Shafira memang sangat jarang meng-uploud foto di feed instagram atau pun di stories. Entahlah, ia hanya malas saja.
Setelah dirasa bosan, Shafira berganti ke aplikasi line. Tidak ada yang terlalu penting, disana hanya berisi chat dari grup kelasnya serta beberapa teman untuk membahas pelajaran sekolah.
Shafira men-scroll chatnya hingga yang paling bawah, Shafira menyernyit saat ternyata chatnya bersama Gama yang berada di paling akhir. Dan ya, Shafira baru menyadari jika foto profil Gama sudah berubah. Sedikit penasaran, Shafira mengklik foto profil tersebut. Tapi sepertinya ia sedang tidak beruntung, jempolnya justru tidak sengaja menekan tombol pangggilan yang terletak di bawah foto profil. Shafira membulatkan matanya, dia panik saat menyadari panggilan itu bukan panggilan telepon biasa, tapi panggilan video, alias video call.
"Halo."
Shafira semakin membulatkan matanya saat suara bass itu masuk ke dalam indra pendengarannya, dan jangan lupakan layar ponselnya saat ini sudah di penuhi oleh wajah menyebalkan yang sialnya sangat tampan milik Gama.
Shafira mendelik saat baru menyadari Gama tengah berbaring di atas kasur tanpa menggunakan baju. Ck, apa cowok itu tidak malu?
"Kenapa? Kangen ya?"
Suara bass yang terdengar sexy itu kembali menyadarkan Shafira. Membuat gadis itu mengumpat dalam hati, entah ini sebuah keberuntungan atau kesialan?
"Ha-- nggak, gu-gue tadi salah pencet! I-iya salah pencet. Jangan kepedean!" dalam hati Shafira merutuki dirinya sendiri, yang berbicara seperti Aziz gagap. Ck.
"Lo ternyata kayak anak kecil ya?"
Shafira menyernyit. "Apa?"
Gama terkekeh kecil. "Itu, baju lo spongebob."
"Kenapa emang? Ini bagus kok." Shafira melihat baju tidur yang di pakainya, tidak ada yang salah kan?
"Nggak papa, lo lucu aja kalo gitu."
"Apa sih!" Shafira mengalihkan pandangannya, merasa salah tingkah. Dan entah mengapa jantungnya sekarang malah berdetak dua kali lebih cepat hanya karena ucapan cowok itu.
"Ciee salting." Gama tertawa.
Shafira mengerjap-ngerjapkan matanya melihat tawa Gama dari balik layar ponselnya. Dan sekarang Shafira mengakui, pesona Gama memang tak tertandingi.
Beberapa detik terjadi keheningan di antara mereka, hingga Shafira teringat dengan perkataan Mikha tadi pagi, membuat gadis itu merasa perlu mengucapkan terimakasih.
"Makasih."
"For what?"
"Mijitin kening gue, dan khawatirin gue waktu pingsan kemarin."
"Kata siapa gue khawatirin lo?"
"Mikha."
"Temen lo bohong. Orang gue b aja gak khawatir. Dan soal mijitin kening lo itu, gue terpaksa karena gak ada yang bisa mijit." kilah Gama.
Shafira memutar bola matanya. "Ya ya ya, terserah lo." Shafira tahu Gama berbohong, karena sudah jelas di UKS pasti banyak anak PMR, dan tak mungkin kan mereka tidak bisa mengurusi orang pingsan? Apalagi hanya sekedar memijit kening.
Lagi, terjadi keheningan di antara mereka. Tidak ada yang ingin membuka suara, Shafira yang bingung akhirnya memilih memutuskan sambungannya.
"Gue mau tidur. Gue matiin ya. Bye!"
Tanpa menunggu jawaban dari seberang sana, Shafira segera menekan tombol merah lalu menjauhkan teleponnya. Shafira memegang bagian dadanya, yang entah kenapa berdebar kencang.
Sial! Ini gue kenapa? -batin Shafira.
Ting
Suara notifikasi pesan membuat Shafira kembali meraih ponselnya yang sempat ia lempar di sisi ranjang. Sedetik kemudian, Shafira merasa jantungnya akan copot setelah membaca pesan singkat dari Gama.
Gamahandaru. : good night, sweet dream.
.....
YUHUUUUUU
Kira-kira, Milan siapa?
Gimana sama chapter ini?
BAPER?
ATAU
GARING?
Thank you
Love banyak-banyak💜💜