Dia Daisy

By GreatWriters_Pblshr

93 40 139

@Scorpiony_ Mengisahkan tentang gadis manis. Dia, Daisy. Si gadis maniak blueberry. Ia sangat mencintai Aster... More

Prolog
Dia Daisy 1
Dia Daisy 2
Dia Daisy 4
Dia Daisy 5
Dia Daisy 6

Dia Daisy 3

9 2 2
By GreatWriters_Pblshr

Gravitasi tidak berguna untuk orang-orang yang jatuh cinta.

_________________

Daisy membuka perlahan pintu kelas XI IPS II. Kelasnya sendiri. Tapi sebelum itu, ia berterima kasih pada Aster yang dengan baik mengantarnya sampai kelas.

Sepertinya, Daisy sudah jatuh hati pada pria itu. Sebab sudah dua minggu ini tubuhnya selalu bereaksi saat mendapat perlakuan manis dari kekasihnya.

"Selamat pagi." Daisy menyapa kelas seperti biasa, tapi kini tak ada yang menyahut. Semuanya sibuk menonton drama apalagi yang akan dipertontonkan Banu dan Geo.

Daisy duduk di bangkunya, lalu ikut menyimak kelakuan dua raja drama yang sekarang sedang berdiri di atas meja guru.

Geo men-cosplay jas hujan milik Haura---teman sebangku Daisy---menjadi jas yang sering dipakai papanya ke kantor. Sedang Banu, menyampirkan taplak meja ke atas kepalanya sebagai kerudung.

"Mas Somad, tolong jelaskan, ke mana kamu dengan bencong tadi." Banu mulai menirukan video tiktok 'istri yang tersakiti' di ponselnya tadi sore bersama Geo.

"Dia rekan kerja aku," balas Geo dengan muka acuh, sambil melirik tali rafia yang ia jadikan sebagai jam barunya.

"Kerja? Ngapain ke semak-semak? Nyari kodok?" Banu mulai nyolot.

"Jaga mulut kamu Supinah! nyari kodok ...," seru Geo dengan mata melotot tak terima. "nyari jangkrik dong!"

"Kamu tega selingkuh di belakang aku, Mas." Banu mulai terisak.

"Diam kamu Supinah! Mau kurebonding bibirmu?!" Tangan Geo terangkat untuk menampol bibir Banu, namun Banu dengan gesit mengelak.

"Eh ... nggak kena, wleee." Banu menetralkan mimik wajahnya kembali sedih. "Tega kamu Mas, sama aku, kamu perlakukan aku seperti ini." Banu mulai nangis kejer di sana.

Sedang, seisi kelas tertawa ngakak sampai ada yang dibarengi ledakan maha dahsyat dengan bau menyengat, entah ulah siapa. Beruntung tawa sekelas yang keras dan pewangi yang menggantung di dua kipas di kelas ini mampu meredam.

Yura yang sedang mengecat rambutnya di kelas hanya mengernyit bingung. Baginya tak ada yang lucu, humor mereka saja yang terlalu rendah.

"Geo! Banu!" sentakan itu membuat tawa seisi kelas tenggelam, juga menghentikan kegiatan Yura. Dengan cepat Yura merapikan alat untuk kegiatannya tadi, dan menyembunyikannya di kolong meja.

Guru perawakan kurus dengan kepala kinclong, sekinclong muka Yura yang rutin diolesi skincare, tengah membawa penggaris anak TK. Tak cocok sekali.

"Bapak ngapain? Mau nyawer kita? Sini Pak, monggo," ucap Banu yang masih berdiri bersama saudaranya, Geo, di atas meja guru.

Pak Hina melotot. "Kamu–"

"Jangan melotot gitu dong , Pak. Bapak yang namanya Hina, mukanya ikut hina!" potong Geo dengan beraninya. Seisi kelas kembali tertawa, sampai Banu pun tertawa sambil mengeluarkan air matanya karena tertawa terlalu keras.

Wajah Pak Hina merah padam, menahan marah dan malu. "Awas kamu Banu, Geo. Jangan salahin Bapak kalo nanti malam kalian muntah paku." Pak Hina berlalu dari kelas IPS.

"Dih! ngambekan! Kek cewek!" ejek Geo.

Tapi tanpa Geo sadari, tatapan ciwi-ciwi imut di dalam kelasnya mulai berubah. Daisy pun bingung, kenapa spesiesnya dinistakan seperti itu?

Aku nggak pernah ngambek kok, ke kak Aster, batin Daisy.

Yura berjalan menuju Geo sambil meratakan skincare di wajahnya. Tangannya membawa sapu lalu dengan cepat dilibaskan ke pantat Geo, sampai sapunya patah. Tragis sekali nasib sapunya.

"Jingan! Sakit goblok!" umpat Geo kesakitan, dan lagi-lagi seisi kelas tertawa, begitu juga Banu.

"Azab yang sebenarnya," ejek Banu masih dengan sisa tawanya.

"Ngomong apa lo tadi?!" sentak Yura, tangannya pun masih setia meratakan skincare-nya.

Geo gelagapan, masih dengan mengusap pantat teposnya yang sakit.

"Apaan? Gua ta-tadi do'ain pak Hina biar mukanya tambah hina kok," kelit Geo.

"Awas kalo lo ngomong yang enggak-enggak," sentak Yura sambil menodongkan ujung sapu yang kini jadi runcing akibat patah.

"Iya ...." Geo mengiakan. " Iya kura."

"Geo!"

•••

Daisy baru saja mendapat pesan dari Gara, bahwa pria itu tidak bisa menjemputnya karena harus menyelesaikan tugas kuliah di rumah temannya hari ini juga. Dara mungkin juga mendapat kabar seperti itu.

Jari lentik Daisy yang hendak memesan go-car untuk pulang terhenti, tatkala merasakan rengkuhan dari samping. Saat menoleh, ia menemukan Aster yang sekarang sedang menampilkan senyumnya. Manis sekali.

"Kenapa belum pulang?" Suara lembut Aster mengalun indah di indra pendengaran Daisy.

"Ini lagi mau pesen taksi. Abang aku nggak bisa jemput, lagi ada tugas soalnya."

Aster mengangguk mengerti. "Pulang bareng aku."

Tanpa menunggu jawaban dari Daisy, Aster sudah menggandengnya menuju motor yang ia tuntun dari parkiran menuju tempat Daisy duduk di bangku halte tadi.

Daisy juga menurut tanpa ada penolakan. Karena ia tahu, itu sebuah perintah, bukan pertanyaan.

Akibat rok abu-abu Daisy yang terlalu pendek bagi Aster, Aster mengikatkan lengan hoodie miliknya di pinggang Daisy. Sehingga Aster dapat merasakan harum blueberry yang menyeruak dari tubuh kekasihnya.

Aster melajukan motornya dengan kecepatan standar. Mengusap tangan mungil Daisy yang melingkar di perutnya.

"Kak, nanti mampir dulu ya ke kafe Renjana. Kakak tahu, kan?" ucap Daisy dengan setengah berteriak.

"Apa?! Nggak kedengeran, Chi," sahut Aster yang suaranya tak mau kalah dengan suara deru juga klakson kendaraan lainnya yang memekakkan telinga.

Daisy memajukan kepalanya, menempelkan dagunya pada pundak lebar Aster, membuat tubuh sang empu bereaksi.

"Nanti mampir ke kafe Renjana dulu, ya. Kakak tahu kan?!"

Aster kini dapat mendengarnya. "Kakak manusia Chi, bukan Tahu!" Entah dari mana Aster mendapatkan lelucon garing itu.

“Kakak ....” Aster tertawa kecil mendengar Daisy merengek.

“Iya, Sayang. Nanti mampir ke situ." Panggilan 'sayang' dari Aster mampu membuat tubuh Daisy panas dingin.

•••

"Kamu dari mana Daisy?! Abang khawatir." Daisy menepuk pelan punggung Gara agar sedikit tenang. Sedang Aster tetap duduk di atas motornya dengan wajah tanpa ekspresi.

"Maaf, tadi aku mampir dulu makan es krim."

Gara menghela nafas sambil melepas pelukannya. "Kan bisa nanti malam sama Abang, Chi."

Daisy menunduk. "Maaf, Bang."

Gara mengangguk, lalu netranya beralih pada pria yang asing baginya. "Dia siapa?" tanyanya dengan nada sedikit tak bersahabat.

Daisy tersenyum manis, ia mendekat pada Aster. "Pacar aku, Bang. Namanya Aster." Daisy memberi kode pada kekasihnya agar mengajak Gara berkenalan.

Aster mengulurkan tangannya pada Gara. "Aster." Dan yang di ajak berjabat tangan malah menatap tangan Aster cukup lama, lalu baru menjabatnya.

"Sagara, cukup panggil Gara." Setelah tautan tangan terlepas. Keduanya menatap penuh arti yang tak bisa Daisy jabarkan.

Aster menatap Gara dengan tatapan santai, sedang Gara menatap Aster dengan tatapan dingin. Entah apa arti tatapan kedua pria itu.

Ada apa? batin Daisy bingung.

To be continue ....

Salam manis,
Scorpiony_

Continue Reading

You'll Also Like

3.7M 188K 27
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
526K 24.9K 34
Valerie Grazella Margaretta adalah gadis yang bebas melakukan apapun semau dia. Pakai rok mini? Boleh. Mabuk? boleh. Punya banyak pacar? Kenapa tidak...
1.2M 20.6K 28
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
610K 29.1K 75
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...