Saat Kepercayaan Menjadi Harga Mati
Ketika ucapan kini lebih dipercaya dari kenyataan. Setelah mencoba menjelaskan namun tetap tak dihiraukan. Kini diriku hanya diterpa kebingungan. Antara memilih diam atau menjelaskan. Setiap mencoba, tapi takut akan kegagalan. Setelah memilih diam, namun dituntut menjelaskan.
Aku adalah Diva Andriani. Hidupku kelam setelah kejadian itu. Sebuah kejadian yang mengubah jalan hidupku. Perubahan alur yang terjadi begitu cepat. Ditempat yang kelam memori ku terikat. Keadaan naas yang membuat aku disalahkan semua orang. Aku hanyalah korban, tapi mengapa aku disalahkan? Bahkan orang terdekat pun meninggalkan kusendiri dengan beban besar ini. Apakah aku sanggup di umur ku yang masih belia ini?
Kini setelah satu bulan aku hanya memilih diam. Menjalani hari dengan rasa yang memilukan. Aku hanya punya dua tangan untuk menutup telingaku. Aku tidak punya banyak tangan untuk menutup mulut mereka.
"Dasar pembunuh!"
"Tidak punya malu!"
"Hey! bicaralah! jangan diam!"
Kalimat itu sudah menjadi makanan sehari-hari ku. Mereka menghina tanpa tahu sebuah fakta. Mereka datang dan pergi hanya untuk mencemooh. Betapa kejam dunia ini. Sangat sadis untukku yang hanya seorang diri. Ingin ku mengakhiri, tetapi bukan aku yang mulai. Aku bingung. PEMBUNUH. Itulah julukan ku saat ini. Aku bukan pembunuh. Mereka hanya tahu, tetapi tidak mau mendengarkan.
Hari-hari kulalui dengan berat. Hingga akhirnya sebuah berita terdengar ditelingaku. Ada seseorang yang akan datang. Aku tidak tahu dengan orang itu. Aku terlalu sibuk, hingga tak tau berita ini. Sore ini aku sedang duduk melamun dikamar kecil ini. Tiba-tiba terdengar bunyi ketukan pintu. Aku mengintip lewat kaca dekat pintu. Itu orang asing. Aku tidak mengenal nya. _"aku harus berhati hati"_ ucap batinku.
"Permisi, assalamualaikum" Ucapnya sambil mengetuk pintu. Dengan gelisah aku membuka pintu. Aku menemuinya yang kini sedang tersenyum. Aku bingung kenapa dia tersenyum padahal kami hanya orang asing. Sampai sebuah ucapan nya mengejutkanku.
"Ria, _i miss you_" Pekiknya nyaring. Aku langsung shock atas ucapan nya sambil meneteskan air mata.
"Hey, are you okay?" Tanyanya khawatir.
"Aku tidak apa-apa Nan." Dia adalah Nandi, sahabat kecilku. Setelah belasan tahun kami berpisah akhirnya bertemu. Nandi pindah waktu SD ketika harus ikut pekerjaan orang tuanya.
"Ibu dan bapakmu ke mana ya?" Tanyanya yang membuat raut mukaku sedih. "Mereka sudah meninggal karna tabrakan pas aku kelulusan Smp Nan" Ucapku, dan dapat kupastikan bahwa dia terkejut."
"Maafkan aku, aku tidak tau. Sekarang kau tinggal dengan siapa?" Tanya nya.
"Aku tinggal sendiri. Kak Rara sudah pergi dari rumah karena suatu kejadian." Ucapku.
"Kejadian apa maksudmu? Cepat jelaskan!" Perintahnya tak terbantahkan. Aku menghela nafas dengan berat.
"Setelah ini terserah kamu kalau ingin menjauhiku atau justru menolongku. Dan satu lagi, jangan potong ceritaku" Peringatku. Akupun mencoba menjelaskan kejadian itu.
"Waktu itu aku kelas sepuluh dan kak Rara kelas duabelas. Kejadian ini lah yang membuat aku down. Aku pergi ke kantin dengan temanku yaitu Rey. Aku hanya punya dia sebagai temanku. Sebab dikelas, aku tidak punya teman dan susah bergaul. Setelah selesai makan, aku ijin ke toilet dan dibalas anggukan kepala oleh Rey. Pas di Koridor sekolah, mataku ditutup dan dibawa ke gudang sekolah. Aku menangis, berteriak minta tolong, hingga sebuah suara membuat ku terdiam. Dia adalah Raka, pacar kakakku. Aku bertanya mengapa dia menyekapku. Jawaban nya adalah dia cinta padaku, tetapi karena kakakku dia mencoba berhenti mencintaiku. Tetapi karena sering pergi kerumah ku, dia mulai terobsesi denganku. Dia marah karena aku selalu dekat dengan Rey. Dia bahkan bersikap kasar padaku saat aku disekap. Rambutku dijambak, pipiku ditampar, dan tanganku yang digores.
Aku sudah berderai air mata. Perlakuannya membuatku merasa direndahkan. Sampai akhirnya mataku melihat pisau. Aku menendang kakinya hingga dia kesakitan. Dan saat itulah kesempatanku mengambil pisau dan melepaskan tali ini. Saat tali itu terlepas, Raka mencoba menangkapku. Tetapi waktu aku mengelak, justru pisau itu tertusuk tepat di perutnya. Dan saat itu juga pintu terdobrak, dan muncullah Rey dan kakakku yang memandangku dengan tatapan kecewa. Aku menjelaskan tapi tak mereka hiraukan. Saat itu juga, Rey dan kakakku menjauhiku. Bahkan kakakku minggat dari rumah. Orang-orang menghinaku. Aku dikeluarkan dari sekolah. Aku dicap pembunuh. Mereka tahu bahwa aku telah membunuh Raka. Tetapi kenyataannya Raka tidak mati, dia masih hidup. Atas rasa dendam nya padaku, dia membiarkan kabar itu menyebar dengan tipuan." Aku bercerita dengan derai air mata. "Kau tenanglah. Aku akan membantumu," Ucapnya tersenyum. Aku tak tahu apa arti senyum itu.
Sesuai janjinya, Nandi kini menjemputku. Kami akan menemui Raka. Setelah setengah jam, kami pun sampai. Aku terkejut kenapa bisa Nandi tahu rumah Raka. Keterkejutan ku terbalas dengan ucapan Nandi.
"Halo sepupu KESAYANGAN" dengan penuh penekanan Nandi memanggil Raka. Raka pun sama terkejutnya dengan aku.
"Kenapa kau ada disini?" Tanya nya masih dengan wajah terkejut.
"Cepat akui kesalahanmu, dan segeralah berikan klarifikasi atas kebusukanmu, " Sinis Nandi.
"Aku TIDAK MAU" Ucapnya dengan keras.
"Akui atau aku akan membongkar seluruh rahasiamu," Ancam Nandi.
"Diva maafkan aku," Ucapnya dan kubalas dengan anggukan.
"Tolong berikan klarifikasimu kepada semua orang. Aku lelah dengan semua ini." Ucapku frustasi dan disetujuinya.
Seminggu setelah kejadian itu, kini hidupku sudah tenang. Orang-orang sudah meminta maaf. Bahkan kakakku sudah kembali padaku. Berkat Nandi, kini masa kelamku sudah berakhir. Kisah terang ini semoga akan memberikan kebahagiaan. Cukuplah kejadian itu saja, dan jangan ada kejadian menyakitkan lain.
Sebuah kepercayaan adalah modal untuk kehidupan. Berprasangka dengan baik da mencari kebenaran dengan rinci adalah kunci kedamaian dan ketentraman. Seorang sahabat yang baik adalah mereka yang sedia, bukan yang selalu ada.
@pnkha01