8-HUJAN

5.1K 731 47
By RetnoKTh

Don't copast
Don't siders
Vomment juseyo








"Ya mana gue tahu, susah anjing lo pikir ngehack informasi perusahaan segampang cari upil?!"

"Ya pokoknya lo harus dapet informasinya, Ga."

"Iya gue usahain, Ric."

"Informasi apapun kasih tahu gue. Papa, Mama, Jeno, tante Gigi. Lo curi kek data mereka dari perusahaan Papa atau agensi Mama gue."

"Ngeribetin hidup gue aja lo, Ric. Kenapa ga lo tanya sendiri ke Jeno atau Chandra?"

"Kalo tuh mulut setan mau kebuka dari dulu, buat apa gue minta bantuan ke lo pentol korek!"

"Ya kan-eh bentar, gue dapet sesuatu!"

Di seberang telepon suara papan ketik terdengar nyaring. Entah apa yang dilakuin Sunwoo pada komputernya sekarang. Yang pasti Eric hanya menunggu sambil mengamati kolam renang dari balkon kamarnya.

"Ric,"

Eric berdeham menyauti panggilan Sunwoo.

"Gue dapet apa yang lo cari."

Eric menegakkan tubuhnya, berdiri tegak di pinggir pagar pembatas balkonnya. Membesarkan volume suara ponselnya agar terdengar jelas.

"Jadi?"

"Ah sial, Mama gue mulai ngebacot. Besok gue kasih tahu-IYA MA BENTAR AS-TAGHFIRULLAH LAGI TELPON TEMEN!"

'pip'

Panggilan ditutup sepihak oleh Sunwoo. Eric yang mau protes ke Sunwoo menutup kembali mulutnya karena percuma, Sunwoo gabakal dengar makiannya.

"Ck, kek author lo ngegantungin gue mulu."

Tapi siapa sangka langsung mendapat notifikasi pesan dari teman sebangkunya itu.

Eric membuka room chatnya. Dahinya mengernyit membaca pesan Sunwoo yang membuatnya harus repot-repot memutar otak.

Arga MIPA 2

|Gila
|Lebih parah dari kasus selebriti
19.05

Apaan?!|
19.05 √

"Ck, minta dikatain anjing pake bahasa Jerman!"

Eric mengantungi ponselnya. Mendongak melihat langit hitam yang diselimuti awan. Menutup sinar bulan yang seharusnya memancar terang.

"Apa boleh seorang Erica Seva Atmajaya ngeluh? Gue capek, putus asa."

"Kalo emang gue ditakdirin jadi orang bodoh di keluarga gue sendiri, mending gue lompat dari sini. Ga berguna banget gue hidup."

"Cuma ngabisin duit Papa doang."

Eric menunduk, melihat rumput hijau di bawah kamarnya yang diterangi lampu taman.

"Keknya enak kalo gue mati. Jadi arwah, gue gentayangin Jeno bangsat sampai mati konyol tuh orang." Eric tertawa kecil. Mirip tawa wanita cantik yang sering Eric lihat di pohon mangga depan rumahnya.

"Tapi Arga masih utang duit kopi sama bakwan."

Dirasa udara makin dingin, Eric menghentikan pikiran ngelanturnya. Membuka pintu balkon dan masuk ke dalam kamarnya.

Setelah menutup tirai, Eric berbalik. Meraba tembok kamarnya mencari saklar lampu.

Setelah kamar bercat putih-emas itu diterangi cahaya lampu, Eric dibuat terkejut dengan sosok yang berdiri di depan pintu kamarnya. Menatapnya dalam dan dingin dengan iris hitamnya.

"Ngapain lo ke sini?"

"Siapa yang nyuruh lo masuk?! Berdiri di belakang garis!!"

Belum juga orang itu menjawab, Eric sudah berteriak sambil menunjuk ke arah lantai di depan pintu putihnya.

Membuat tatapan Jeno jatuh ke ujung kaki kanannya yang sedikit menginjak garis merah yang melintang di depan pintu. Jeno memundurkan ujung kakinya.

Garis merah yang dibuat dengan crayon itu sudah ada sejak dia dan Eric pulang dari Los Angeles 6 tahun yang lalu.

Mereka yang saat itu sedang perang dingin karena persaingan peringkat kelas di akademi sepakat membuat garis teritorial di depan kamar masing-masing.

Tapi siapa sangka garis merah yang mulai pudar itu masih berlaku di kamar adiknya.

"Di suruh ke bawah, jangan lupa bawa buku."

Setelahnya Jeno benar-benar pergi dari sana. Menuruni tangga menuju ruang tengah.

Eric melirik jam digitalnya di nakas.

[19.32]

Mengambil beberapa buku pelajaran serta alat tulisnya. Lalu menutup pintu kamar dan menyusul Jeno yang sudah mendahuluinya ke ruang tengah.

Berhubung hari ini giliran Irene untuk tinggal di rumah, Eric terpaksa belajar di ruang tengah. Agar Irene bisa mengawasi putra bungsunya belajar.

Apa lagi Eric selalu mengikuti ulangan harian susulan karena sering bolos dan keluar-masuk rumah sakit. Jadi, ia ingin memastikan Eric belajar dengan sungguh-sungguh agar anaknya bisa mengejar nilai yang kosong dengan baik.

"Gimana ujian susulan kamu tadi, Ric? Bisa ngerjain kan?"

Irene datang dengan nampan berisi dua gelas susu hangat dan setoples kue kering. Menaruhnya di atas meja kaca lalu mengambil salah satu gelas susu.

"Biasa aja, Ma. Bahasa Inggris mah kecil."

"Pantes... " Ya karena faktor Eric lahir dan tinggal cukup lama di California.

Karena saat hamil, Irene mengalami kontraksi saat sedang syuting iklan fashion ibu hamil. Membuatnya harus melahirkan di sana dan mengajak Jeno yang saat itu masih bayi pindah ke Los Angeles. Dan baru memutuskan pulang ke Bandung setelah kedua anaknya tamat sekolah dasar.

"Astronomi?" ucap Irene membaca judul buku yang sedang dibaca oleh Jeno.

Irene menaruh susu hangat itu di depan Jeno yang sedang duduk di salah satu sofa. Seakan tidak terganggu Jeno masih fokus membaca buku yang sempat ia sembunyikan di perpustakaan sekolahnya.

"Diminum dulu, mumpung masih anget."

Irene mengusap kepala Eric yang sedang belajar beralaskan karpet. Menelungkupkan badan dan mengetuk ujung polpennya sambil menggerakkan jari menghitung sesuatu.

Singkatnya belajar matematika.

"Makasih, Ma!"

Suasana kembali hening. Hanya ada suara dari sinetron yang sedang Irene tonton.

Jeno sibuk membaca buku sambil membalas chat Jaemin.

Sedangkan Eric mengacak rambutnya gemas. Menggerakkan kakinya ribut sampai mengaduh karena tidak sengaja menendang kaki meja.

"Berapa sih anjir susah banget!" gumam Eric, terus mencoret-coret kertas yang hampir dengan garis dan angka itu.

"Lim eks dua, eks min tiga pangkat lima, dikali empat eks plus satu, dibagi eks kuadrat min dua eks min tig-"

"Tiga"

Belum selesai Eric menggumamkan soal teorema limitnya, Jeno sudah lebih dulu memberinya jawaban.

"Apasih lo?! Sibuk! Baca aja tuh buku, bikin roket kek pergi lo ke Pluto, jauh-jauh dari gue!"

"Ericc..."

"Dia duluan Ma gangguin Eric, rese' emang!"

"Ya udah ga usah teriak-teriak gitu dong. Malu tahu didengerin tetangga, mana ada yang baru lahiran. Kasihan nanti dedek bayinya sawan denger teriakan kamu." nasihat Irene.

"Lagian kenapa sih, dulu kamu kesenengen kalo Jeno ngasih jawaban."

"Itu dulu, Ma. Beda sama sekarang."

Setelah keributan kecil itu, mereka kembali ke kegiatan masing-masing. Masih dengan racauan kesal Eric yang seringkali muncul saat kesulitan menjawab soal.

Hingga pukul 21.54 Eric meletakkan pulpen merahnya. Menutup buku bersampul kuningnya tanda menyerah.

Kepalanya pusing, penuh dengan angka dan rumus yang harus dia kuasai buat ujian susulannya besok pagi.

Mengambil posisi duduk lalu merenggangkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri. Mengambil gelas susunya yang tinggal seperempat lalu meminum isinya sampai tandas.

'ting!'

Hingga suara notifikasi pesan masuk membuatnya melirik ponsel yang dari tadi dianggurkan.

+62 877-3479-xxxx

|Bisa lo jauhin Kiran?
|Apapun yang berkaitan sama bocah itu
21.59

Tau dari mana lo soal Kiran|
Kalo gue gamau gimana?|
22.01 √√

|Ga penting gue tau dari mana
22.01

Lo kalo mau konsultasi sama psikiater salkir anjing!|
22.02 √√

Eric menatap sengit pada laki-laki yang masih betah membaca buku non-fiksi itu. Eric tahu jika nomor asing yang mengechatnya itu Jeno. Karena Eric sengaja menghapus nomor Jeno dari kontaknya.

Tapi yang terpenting adalah...

Dari mana Jeno tau tentang Kiran? Yang bahkan Eric sendiri tidak pernah menceritakan gadis itu pada orang lain.












Ulangan harian matematika susulan saat ini berjalan dengan tenang dan kondusif. Diikuti oleh lima siswa dan seorang siswi yang masing-masing duduk satu meja satu.

Guru yang mengawasi di depan sesekali mengacungkan penggaris besinya ketika mendapati ada yang berniat mencontek. Memilin kumis tebalnya sembari menunggu waktu 12 menit kedepan.

Dibantu guru BK alias pak Agung Cahya Lesmana yang menjaga dari belakang.

Duduk di bangku paling belakang dengan kaki yang disilangkan juga tangannya. Menatap tajam pada murid-murid yang berpotensi menyimpan contekan di laci.

"Waktu tinggal 10 menit!"

Enam orang yang murid itu mulai bergerak gelisah. Mencoret kertas buram. Mengusak rambut gemas karena soal matematika yang cukup sulit.

Tak terkecuali Eric yang sibuk mencari jawaban dari tujuh soal essay dan tiga soal pilihan ganda di depannya.

"Tentukan nilai lim eks min empat ef eks jika ef eks sama dengan tiga eks plus-"

"Psst, Eric!"

Belum selesai Eric mengeja soalnya sebuah suara bisikan dan goncangan kursi dari belakangnya merusak konsentrasi Eric.

Eric hanya berdeham menjawab panggilan Sunwoo yang juga mengikuti ulangan harian susulan.

"Nomor lima..." bisik Sunwoo.

"Gue lagi hitung nomor tujuh, bentar..."

"Keburu habis waktunya cinta buruan!"

Eric memberi jawaban dengan isyarat highfive atau lima jari dengan tangan kirinya tanpa menoleh ke belakang. Bisa ketahuan Chanyeol dia nanti.

"Kata Putri A, yang bener A apa E?" Sunwoo menendang kaki kursi yang diduduki Eric. Membuat remaja berambut pirang itu menancapkan mata pulpennya geram hingga lembar jawabannya berlubang.

"Kalo lo udah tanya Putri ngapain tanya gue?!"

"Beda bangsat A apa E?"

"E-"

"Erica Seva dan Arga Aldi silahkan kumpulkan jawaban ke depan sekarang juga!"

Eric menatap horor Chanyeol yang saat ini berdiri di belakang kursi Sunwoo. Sedangkan temannya itu memberi tanda 'peace' dengan cengiran tengil khasnya.

"Hehe...hai pak Agung"

Dengan terpaksa Eric menjawab tiga soal tersisa dengan jawaban asal, begitu pun juga Sunwoo.








"Nih!"

Sunwoo menerima dengan baik sebungkus bakwan dan segelas kopi susu yang dibeli Eric di kantin.

Bukan titip jajan, lebih tepatnya Eric yang membayar semua pesanan Sunwoo. Karena sudah pasti Sunwoo lupa untuk mengganti uangnya.

Eric sendiri hanya membeli sekaleng soda dan roti isi rasa coklat pisang.

Mereka berdua duduk di bangku panjang yang terletak di samping ruang OSIS. Istirahat pertama membuat kantin sangat ramai sampai mereka tidak kebagian tempat duduk.

"Jadi yang semalem gimana?"

"Uhuk-uhuk! Bentar minum m-minum!!!"

Eric menatap datar Sunwoo yang ribut menengguk kopinya karena tersedak bakwan. Salah sendiri makan gorengan mirip dengan cara makan masakan padang.

"Jadi gimana?" ulang Eric.

"Bentar hahh gue napas dulu... anjim hampir meninggal gue gara-gara bakwan!"

Sunwoo mengambil ponselnya di saku celana. Mencari file yang ia tulis dengan judul "JANGAN DIBUKA BOKEP"

Setelah ketemu, Sunwoo membuka file tersebut yang berisi beberapa foto, artikel dan data privasi yang dia cari kemarin malam.

"Tante Arin pernah kena skandal prostitusi awal karir jadi model."

"Gue tau, semua orang juga tau skandal mama gue." ucap Eric santai.

Karena dulu Eric pernah membaca artikel terkait skandal mamanya yang dikirimkan Jaemin. Sebab itu juga Jaemin kepalang galau sampai mengirimkan surat putus cinta ke agensi mamanya waktu itu.

"Lagian itu berita lama, sebelum ortu gue nikah malah."

"Apa hubungannya sama alasan ortu gue cerai satu tahun yang lalu?"

"Bisa jadi nyokap lo selingkuh sama mantan kliennya. Ketahuan bokap lo sama Jeno, akhirnya mereka cerai."

"Jangan samain mama gue sama jalang yang lo tonton!"

Sunwoo meringis mendengar ucapan Eric yang penuh penekanan. Menggaruk tengkuknya kaku. Meski merasa bersalah, kata "maaf" tidak pernah ada di kamus seorang Arga Aldi Pradana.

Eric merebut ponsel Sunwoo yang penuh dengan jejak minyak bakwan. Menggeser-geser layar ponsel dan membaca isi file itu dengan teliti.

Namun, apa yang sudah Sunwoo kumpulkan tidak sesuai dengan harapan Eric.

Hanya ada beberapa informasi tentang latar belakang orang tuanya, awal karir, skandal mamanya, berita pernikahan Mama dan Papa.

Eric tersenyum kecil ketika membaca sebuah artikel yang memuat namanya. Berita tentang model cantik, Arindya Jisellyn yang telah dikaruniai putra kedua yang sangat lucu dan tampan—Erica Seva Atmajaya.

Semuanya informasi biasa. Tidak ada kasus perselingkuhan orang tuanya seperti ucapan Sunwoo.

Bahkan informasi dan artikel tentang perceraian keduanya tidak memberikan jawaban yang spesifik.

"...dikarenakan sudah tidak ada kecocokan baik pihak Arya Surja Atmajaya maupun pihak Arindya Jisellyn..."

Seperti tidak ada masalah besar saat itu. Eric tidak tahu bagaimana cara orang tuanya juga Jeno membungkam mulut para reporter dan informan.

Sampai matanya tak sengaja melihat sebuah artikel. Dimana terdapat foto mamanya berdiri dengan dua laki-laki lain.
______________________________________

www.osæn.net›tag›arin..

Kejutkan Netizen, Berikut Wajah Baru Direktur VXUAL Entert...

21 April 20xx – Tn. Prabu Lesmana, CEO dari VXUAL Entertainment akhirnya mengumumkan Agung Cahya Lesmana, cucunya sebagai direk...

——————————————————

Sunwoo yang baru saja selesai membuang plastik bakwannya ikut melihat artikel yang dibaca Eric.

"Oh ini...gak sengaja kecopas di laman gue.

Tapi ga nyangka sih pak Agung ternyata direktur perusahaan yang kerja sampingan jadi guru BK."

"Pantes cewek-cewek naksir tuh om-om."

Untung pak Agung udah nikah. Pikir Eric, menyangkal pikiran buruknya terhadap guru BK yang digilai di sekolahnya itu.








TBC

Halo~

Selamat hari Kamis atau malam Jum'at (?)
Selamat berteori lagi
Jaga kesehatan dan turut berduka atas bencana yang menimpa di negara kita.

—RKTH

N : Jika ada kerusakan chapter; typo, obj, dan kejanggalan atau keanehan suatu kata/kalimat (ambigu*²¹) harap komentar di bawah agar segera diperbaiki ^^

Continue Reading

You'll Also Like

118K 14.6K 33
Raja adalah seorang anak laki-laki yang tumbuh di keluarga sederhana yang tampak bahagia. Sejak kecil, ia tahu bahwa dirinya diadopsi dari panti asuh...
45K 1.4K 22
"Maaf, Abang." - Nayasa Sky Abimanyu. -- start : 19 April 23 finish : 16 Juni 23 🏅#9 mentalhealth (280423) 🏅#7 mentalhealth (220523) 🏅#6 mentalhe...
571K 64.5K 29
"Dengan cara apa lagi agar aku bisa mendapatkan kasih sayang?" Namun... "Ya Tuhan! Terima kasih sudah mengulang masa laluku, sekarang aku tidak akan...
7.3M 294K 55
⚠︎18+ // mention of kissing!!! "Let's start our kiss contract." Sahla Imelda mengira bahwa pertemuannya dengan cowok yang tak sengaja dia cium akan m...