Neo on Black | NCT ✓

By munlightdep

66.8K 9.2K 1K

Tentang perjuangan tanpa batas membela kebaikan dengan dalih kejahatan. Tentang solidaritas yang lebih dari s... More

「 prolog 」
「 intro : Neo Clan 」
「 satu , un 」
「 dua , deux 」
「 tiga , trois 」
「 empat , quatre 」
「 lima , cinq 」
「 enam , seese 」
「 tujuh , sept 」
「 delapan , huit 」
「 sembilan , neuf 」
「 sepuluh , dix 」
「 sebelas , onze 」
「 dua belas , douze 」
「 tiga belas , treize 」
「 empat belas , quatorze 」
「 lima belas , quinze 」
「 enam belas , seize 」
「 tujuh belas , dix-sept 」
「 delapan belas , dix-huit 」
「 sembilan belas , dix-neuf 」
「 dua puluh , vingt 」
「 dua puluh satu , vingt et un 」
「 dua puluh dua , vingt-deux 」
「 dua puluh tiga , vingt trois 」
TRESNAN
「 dua puluh empat , vingt quatre 」
「 dua puluh lima , vingt cinq 」
「 dua puluh enam , vingt six 」
「 dua puluh tujuh , vingt sept 」
「 dua puluh delapan , vingt-huit 」
「 dua puluh sembilan , vingt-neuf 」
「 tiga puluh , trente 」
「 tiga puluh satu , trente et un 」
「 tiga puluh dua , trente deux 」
「 tiga puluh tiga , trente-trois 」
「 tiga puluh empat , trente quatre 」
「 tiga puluh lima , trente cinq 」
「 tiga puluh enam , trente six 」
「 tiga puluh tujuh , trente sept 」
「 tiga puluh sembilan , trente neuf 」
「 empat puluh , quarante 」
「 empat puluh satu , quarante-et-un 」
「 empat puluh dua , quarante-deux 」
「 empat puluh tiga , quarante trois 」
「 empat puluh empat , quarante-quatre」
「 ending , fin 」
「 epilog : Dear DREAM 」

「 tiga puluh delapan , trente-huit 」

889 152 7
By munlightdep

“Dear Dream.”

————————————————

Pagi ini adalah hari ketiga Jaemin menginap di tempat ini. Semalam ia tidak bisa tidur karena harus membuat rencana.

Dan ia sudah memutuskan untuk pergi dari tempat ini hari ini.

Semakin cepat semakin baik. Entah bagaimana hasilnya nanti, yang terpenting adalah ia harus menyelamatkan Yangyang.

Menurut pengamatannya rumah ini akan ramai saat siang hingga sore dan akan sepi saat malam menjemput.

Jaemin tidak ingin ini semua sia-sia. Nyawa adalah taruhannya saat ini.

Maka dari itu ia memilih akan menghancurkan rumah ini saat siang hari, di mana banyak anggota yang akan berada di sini maka banyak juga yang akan mati bersama runtuhan bangunan.

"Jika aku harus mati, kalian akan mati terlebih dahulu," ujar Jaemin dalam hati sambil tersenyum miring.

Jaemin lanjut mengunyah makanannya dengan baik. Setidaknya ia harus memiliki tenaga yang banyak sebelum berjuang.

Sarapan kali ini adalah satu potong pai apel dan segelas jus jeruk. Mereka tidak pernah memberinya makanan atau minuman yang ia benci.

Dan ini adalah sarapan terakhirnya di rumah ini.

"Ah, makanan gratis memang terasa lebih enak," ucapnya sambil menyuapkan suapan terakhir.

Setelah selesai ia segera menaruh nampan makanannya di meja dekat pintu.

Lantas melakukan sedikit peregangan agar ototnya tidak kaget.

"Astaga jarang olahraga membuat tubuhku menjadi cepat lelah," keluh Jaemin setelah napasnya memburu.

Ia menyudahi kegiatannya lalu segera berjalan menuju jendela dan menatap ke bawah mengukur seberapa tinggi lantai yang ia pijak saat ini.

Ceklek..

"Kau tidak bisa kabur lewat jendela, Jaemin, buat apa kau berdiri di sana?"

Ucapan seseorang yang membuka pintu membuat Jaemin membalikkan badannya.

Melihat siapa yang datang membuat Jaemin tersenyum miring.

"Lama tidak berjumpa, Hwang Yeji, omong-omong aku tidak berniat kabur lewat jendela, lompat dari ketinggian bisa membuatku mati karena ketakutan," sahut Jaemin.

Ini adalah kali pertama Yeji menampakkan wujudnya di hadapan Jaemin selain di sekolah.

Dan seharusnya juga ini pertama kalinya Jaemin mengetahui fakta bahwa Yeji adalah rivalnya.

Tapi kenapa sepertinya Na Jaemin tidak terkejut sama sekali. Yeji mengerutkan keningnya.

Jaemin tidak ingin berpura-pura terkejut saat ini. Ia ingin memberikan sebuah kode bahwa dirinya dan temannya yang lain tidak sebodoh itu.

"Yeji? Kenapa kau diam saja?"

Yeji tersadar dari lamunan pikirannya.

"Aku akan membawa nampan ini ke luar," ujar Yeji lalu segera membawa nampan bekas makanan Jaemin pergi dari ruangan.

"Anak itu membolos sekolah hari ini untuk menjemput ajalnya?" tanya Jaemin sambil tersenyum manis.

Jaemin segera merebahkan dirinya di kasur sambil menunggu saat yang tepat.

Hingga jarum jam menunjukkan pukul satu siang.

Jaemin menguap lalu bangkit dari tidurnya dan menuju kamar mandi guna membasuh wajah.

"Mari melihat pertunjukkan, Jaemin," ucapnya pada diri sendiri.

Jaemin berjalan ke luar kamar mandi menuju pintu kamarnya.

Makan siang biasanya diantar saat jam 2 jadi semoga saja tidak ada seseorang yang tiba-tiba membuka pintu saat ini.

"Here we go, Jaem!"

Jaemin sudah memegang remote itu di tangannya.

Itu bukan bom seperti bom nuklir atau bom-bom yang digunakan oleh teroris.

Ini berbeda.

Jaemin mendapat pengetahuan ini saat ia masih dalam pelatihan.

Bom ini ketika diaktifkan akan menyebabkan gempa berkekuatan sekitar 7 skala richter. Dan saat getaran itu muncul, seluruh pintu yang dikunci akan terbuka.

Setelah gempa selama kurang lebih 2 menit, aliran listrik dari benda yang disebut bom itu akan menyebar dengan cepat ke seluruh ruangan lalu melepaskan ledakan.

Ledakannya tidak mengandung suara yang besar namun bisa meruntuhkan bangunan.

Setidaknya itu yang Jaemin pelajari dari Taeyong sewaktu pelatihan dulu.

"Ah aku hampir lupa!" Jaemin segera mengambil coatnya yang tertinggal di tempat tidur lalu segera memakainya.

"Baiklah aku pergi," ucapnya pada tempat tidur.

Jaemin menekan tombol merah tersebut.

Sedetik kemudian terasa guncangan yang lumayan keras. Terdengar teriakan di luar sana yang menyuruh untuk berlindung di luar.

Tak!

Pintu terbuka lalu Jaemin segera berlari ke luar dan menuju kamar Yangyang.

Jaemin tidak memiliki banyak waktu. Ia segera mencabut infus di tangan Yangyang dengan kasar, mencabut elektroda yang terhubung dengan elektrokardiogram, lalu juga melepas selang oksigen.

Dan terakhir melepas dua alat yang menempel di kepala bagian kanan dan kiri Yangyang.

Setelah itu ia memakaikan coat miliknya pada tubuh Yangyang.

Guncangan itu membuat pekerjaan Jaemin menjadi sangat sulit.

Bum! Brak! Brak!

Jaemin menarik lengan Yangyang dan membawanya untuk berlindung di bawah tempat tidur, syukurnya itu adalah ranjang seperti di rumah sakit.

Kelereng kecil itu sudah meledak dan gedung sudah mulai runtuh.

Di depan sana pilar sudah runtuh dan menyebabkan robohnya lantai tiga menuju lantai dua dan hingga nanti tiba di lantai satu.

Di basement tadi tidak ada guncangan gempa sehingga ruangan di sana langsung hancur begitu saja bersama dengan orang yang ada di dalamnya.

Langit-langit tempat Jaemin berada sudah runtuh dan berjatuhan, tembok di sebelahnya pun sudah tidak terbentuk.

Jaemin merasakan lantai yang ia pijak sudah retak dan sebentar lagi akan longsor ke bawah.

Tidak ingin mati bersama puing-puing bangunan, Jaemin segera memeluk Yangyang dan membawanya ke luar dari persembunyian.

Jaemin berdiri di depan jendela yang temboknya sudah runtuh. Sesuai rencana, ia akan ke luar melalui jalan ini.

Tapi di bawah sana banyak sekali runtuhan bangunan dan sangat berbahaya jika terbentur oleh kepala.

Retakan di ubin semakin menjadi, ia tidak punya waktu untuk memikirkan cara lain.

Kriet... Bruk!

Jaemin lompat bersamaan dengan ubin yang sudah hancur dan runtuh menuju lantai satu.

Brak!

"Akhh!"

Jaemin mendarat dengan posisi menyamping dan kaki menekuk seperti janin. Beruntung mereka tidak mendarat di atas reruntuhan bangunan.

Yangyang selamat di dekapannya. Posisinya juga menekuk sama seperti Jaemin.

"Astaga, aku masih hidup," ucap Jaemin.

Kemudian matanya membola ketika menatap ke atas.

Dengan cekatan ia menggulingkan tubuh Yangyang ke tempat yang lebih aman.

Dug! Brak!

Beberapa pecahan atap terjatuh mengenai kepala Jaemin yang belum sempat ia lindungi.

Dan reruntuhan tembok juga terjatuh menimpa kakinya. Ukurannya lumayan besar untuk membuat kaki Jaemin mati rasa.

Jaemin hanya memejamkan matanya, bahkan sekedar berteriak saja dia tidak mampu.

Lalu ia membalikkan tubuhnya menjadi posisi tengkurap dan berusaha merangkak menggunakan tangannya.

Yangyang saat ini tergeletak di dekat tumbuhan, posisinya memang aman, tapi tidak ada yang melindunginya dan akan sangat berbahaya jika ada sesuatu yang menimpanya seperti yang dirasakan Jaemin tadi.

Maka dari itu Jaemin berusaha bergerak menuju posisi Yangyang dan hendak menjadi tameng anak itu.

Setelah kondisi berubah menjadi lebih kondusif baru lah ia akan membawa Yangyang ke luar dari rumah ini.

Tangan Jaemin yang ia gunakan untuk merangkak sekarang sudah mengeluarkan darah karena tergores pecahan kaca.

Darah juga menetes dari kening saat pecahan atap mengenainya tadi.

Dan udara dingin membuat penderitaan Jaemin bertambah. Ia tidak menggunakan baju dingin saat ini.

"Uhuk! Uhuk! Sialan," ucapnya.

"JAEMIN! YANGYANG!"

Itu adalah Lucas. Ia baru saja turun dari taksi dan terkejut melihat bangunan rumah di depannya sudah hancur lalu di bagian samping ia melihat ada dua orang yang ia kenal— Jaemin dan Yangyang.

Jaemin menatap nyalang Lucas yang berlari ke arahnya. Seketika rasa sakit di tubuhnya tergantikan dengan amarah, ia siap membunuh Lucas saat ini juga.

"APA YANG TERJADI?!" tanya Lucas dengan panik dan hendak menyentuh Yangyang.

"BERHENTI! JAUHKAN TANGANMU DARI TEMANKU, BAJINGAN!" Jaemin mengerahkan seluruh tenaganya untuk berteriak.

Lucas spontan berhenti saat mendengar teriakan Jaemin.

"Kau tidak perlu bertingkah baik lagi di depanku. Kau sentuh dan sakiti temanku lagi saat ini, maka akan aku bunuh kau sekarang juga," Jaemin berucap dengan nada rendah. Aura menyeramkan menguar dari dirinya, sorot matanya menajam menatap ke arah lawan.

Lucas terdiam.

Jaemin berusaha bangkit dan merubah posisi menjadi duduk.

"Jaemin tenanglah, aku tidak akan menyakiti kalian—"

"TAPI KAU SUDAH. KAU SUDAH MENYAKITI KAMI!" bentak Jaemin. "Kau pikir aku terluka saat ini karena siapa?" lanjutnya lagi.

"Uhuk!" Jaemin terbatuk dan menutup mulutnya.

Lucas terkejut saat melihat darah keluar dari mulut Jaemin.

"Dengar aku, Jaemin! Jika aku menyakiti kalian lagi setelah ini, kau boleh membunuhku, aku bersumpah tidak akan melawan. Tapi aku mohon dengarkan aku, aku akan membawamu dan Yangyang menuju dorm kalian untuk diobati, kalian bisa mati jika tidak segera mendapat pertolongan!" ujar Lucas.

Jaemin terkekeh mendengar penuturan Lucas.

"Bagaimana, huh? BAGAIMANA BISA AKU MEMPERCAYAIMU SETELAH PENGKHIANATAN YANG KAU LAKUKAN?!"

Air mata Jaemin turun begitu saja. Oh, gawat. Menangis di depan musuh bukan bagian dari rencananya, ini terjadi begitu saja tanpa bisa ia tahan.

Anak itu hanya mengungkapkan rasa sakit di fisik dan juga mentalnya. Ia tidak tahu seberapa sakit dirinya hingga air matanya mengalir seenaknya tanpa bisa ia kontrol.

Dada Lucas berdenyut nyeri mendengar teriakan Jaemin.

Jaemin mulai merasakan sesak di dadanya, menangis hanya akan membuat kondisinya menjadi lebih parah, saat ini ia sudah terengah-engah.

Lucas mengambil langkah cepat. Ia menggendong tubuh Yangyang lalu menghampiri Jaemin.

"Cepat bangun atau kau akan mati memalukan di tempat ini. Aku akan membawamu kembali ke Mark dengan selamat," ujar Lucas dengan pelan sambil membantu Jaemin berdiri.

Jaemin tidak dapat berpikir jernih, kepalanya mendadak pening, ia segera berdiri dengan bantuan Lucas.

Lucas menggendong Yangyang di punggungnya dan juga membopong Jaemin yang berjalan di sebelahnya.

Mereka berdua segera pergi dari pekarangan rumah itu.

"Aku akan menyewa taksi," ujar Lucas.

Jaemin meraba kantong celananya dan memberikan sebuah kunci mobil pada Lucas.

"Ini," ucap Jaemin, ia tidak mampu lagi berbicara banyak.

Lucas segera menerima itu dan segera menemukan di mana mobil itu terparkir.

Jaemin dibiarkan duduk di kursi samping pengemudi, Lucas memasangkan sabuk pengaman padanya.

Lalu ia menidurkan tubuh Yangyang di jok belakang. Setelah aman Lucas segera mengemudikan mobil itu.

Belum sampai setengah perjalanan, Jaemin yang duduk di sebelahnya sudah tidak sadarkan diri.

Lucas tidak tahu Jaemin pingsan atau tertidur.

Perasaan bersalah kian menyerangnya.

"Apa yang sudah aku lakukan?" tanyanya pada diri sendiri.

Mark dan kelima adiknya sudah kembali ke dorm saat pukul 11 siang tadi.

Dan tentu saja mereka sudah berada di dorm saat alarm milik Chenle berbunyi, itu tanda bahwa Jaemin telah meledakkan kelereng yang dipasang Chenle.

Mereka sedang duduk di ruang tengah menanti kedatangan Jaemin dengan perasaan tidak menentu.

Berharap tidak terjadi apa-apa dengan Jaemin.

Dering ponsel Mark membuat mereka semua tersentak dari lamunannya.

"Siapa?" tanya Renjun.

"Lucas..." ujar Mark.

"Apa yang mau dilakukan bajingan itu?" tanya Haechan.

Mark segera mengangkatnya dan menekan tombol loud speaker.

"Apa yang mau kau lakukan lagi?" tanya Mark.

"Aku berada di parkiran basement bersama Jaemin dan Yangyang," jawab Lucas.

"Kau mau membohongi kami?!" tanya Haechan dengan emosinya.

"Astaga. Kalian boleh menghajarku, tapi segera lah kemari, Jaemin sudah tidak sadarkan diri dan aku tentu tidak bisa membopong mereka berdua seorang diri menuju unit kalian," jelas Lucas.

Mereka dengan segera turun ke bawah untuk menghampiri Lucas dengan dipimpin oleh Jeno.

Jeno dengan cepat menghampiri mobil yang dikemudikan oleh Lucas. Ia membuka pintu pengemudi dengan keras dan menarik kerah baju Lucas.

Hingga Lucas terpaksa tertarik keluar dari mobil.

Bugh! Dug dug!

Jeno menghajar Lucas di perut dan juga kedua rahangnya.

Bugh! Bugh!

Jeno menendang perut Lucas dua kali menggunakan lututnya.

Hingga akhirnya Lucas terjatuh, Jeno segera memanfaatkan kesempatan itu untuk mencekiknya sekuat tenaga.

"Kau lancang menyakiti temanku maka aku dengan lancang juga akan menghabisi hidupmu di tanganku sendiri, Lucas."

Lucas sudah pasrah, ia bahkan tidak melawan sedikit pun.

Sementara Haechan, Renjun, Jisung, Chenle sibuk menghampiri Yangyang dan Jaemin.

"Jisung kau cepat bawa Jaemin, si Jeno sialan malah sibuk dengan Lucas dan aku tidak bisa menggendong anak ini," ujar Renjun.

Jisung mengangguk dan segera mengangkat tubuh Jaemin. Jisung sangat sedih melihat kondisi Jaemin saat ini.

Sementara Chenle membantu Haechan untuk menaruh Yangyang di punggungnya.

Mereka segera pergi meninggalkan Mark, Jeno, dan Lucas.

"JENO! BERHENTI!" teriak Mark.

Jeno tentu tidak mendengarnya. Ia masih tetap mencekik leher Lucas.

Mark berjongkok di samping Jeno. "Jaemin sudah pulang, kau tidak mau menyambutnya? Kenapa kau malah menyambut Lucas?" bisik Mark.

Mendengar itu membuat Jeno melepaskan tangannya dari Lucas.

"Lucas sudah melakukan satu kebaikan dengan mengantar Jaemin pulang. Biarkan Lucas menjadi urusanku dan Taeyong hyung, kau temui saja Jaemin," ujar Mark lagi.

Jeno mengangguk menurut.















to be continued
©munlightdep

Continue Reading

You'll Also Like

19.3M 1.1M 54
AVAILABLE ON GRAMEDIA DAN TBO COUPLE IN PRIVACY, STRANGERS IN PUBLIC! [ PART DI UNPUBLISH SECARA ACAK ] Zeya menatap sinis. "Gak usah sok baik ke gu...
5.5M 602K 56
kehidupan sederhana seorang amanda harus berubah 100 derajat karna kejadian yang bahkan tidak bisa di cernah oleh akal. bagaimana kelanjutannya baca...
1.5M 232K 56
[ SUDAH DIBUKUKAN ] ❝ aku masih mau berjuang, Al. tapi Tuhan pengen aku pulang.❞ -Satya Langit Aksara Pernah dengar istilah "orang tepat datang diwa...
29.9M 2.5M 70
Heaven Higher Favian. Namanya berartikan surga, tampangnya juga sangat surgawi. Tapi sial, kelakuannya tak mencerminkan sebagai penghuni surga. Cowo...