.... "Aku mau mati aja!" "Apa-apaan kamu?" "Kamu nggak liat mereka mandang aku jijik?! Mendingan aku mati! Kalo aku mati paling nggak mereka cuma ingat kebaikan aku!" "Kamu pikir dengan mati masalahmu selesai? Nggak! Kamu bikin orang terdekat kamu sedih. Pikirin itu." "Sementara kan? Habis itu mereka nggak sedih lagi. Jadi, biarin aku mati." "Dimana otak kamu yang katanya encer itu? Kematian kamu bukan cuma berdampak sama orang di sekitarmu. Tapi kamu juga akan merasakan dampaknya." "Aku tenang. Itu yang pasti." "Kamu memang bodoh. Asal kamu tahu, mati bikin kamu lebih mudah dilupain. Bikin kamu lebih mudah ditinggalin. Bikin kamu lebih mudah nggak dipeduliin." "Aku nggak apa--" "Satu lagi. Kematian kamu nggak akan diterima Tuhan. Dan kamu, pasti menyesal. Ingat itu." Pisau yang ada di tangannya terjatuh begitu saja beradu dengan keras dan dinginnya lantai. Menimbulkan bunyi yang berisik. Sesaat kemudian, tubuhnya terasa hangat oleh rangkulan yang familiar. Rengkuhan yang hanya pernah ia rasakan sekali, tapi sangat ia rindukan. Di sana... terasa begitu aman. "Kamu-kita, nggak akan bisa mengembalikan keadaan. Tapi, aku bantu kamu buat keluar. Jadi, jangan menyerah." © Lionella Ayumi, 2019