Part 4-Jealous

12.9K 533 20
                                    

8 tahun yang lalu....

“Jadi, nanti kamu mau bawain lagu apa?”

            Gadis kecil itu tersenyum manis dan memainkan rambutnya yang panjang sepunggung. Kemudian, dia meletakkan biolanya di atas meja dan menopang dagunya dengan sebelah tangan. Matanya yang bulat memandang anak laki-laki disebelahnya dengan berbinar-binar.

            “Chrisye yang judulnya kangen.”

            “Kangen?” tanya si anak laki-laki. “Itu, kan, lagu untuk orang gede, Va....”

            Gadis kecil itu mengangguk pelan. Senyumnya merekah. “Kan, kata Bu Siska, kita bebas buat bawain lagu apapun. Kebetulan, aku lagi kangen sama papa. Papa lagi kerja diluar kota,” balas gadis kecil itu dengan nada yang lucu.

            Si anak laki-laki itu membulatkan bibirnya dan menggumamkan huruf O tanpa suara. Kepalanya diangguk-anggukan dan anak laki-laki itu mengambil secarik kertas yang berada di atas biolanya sendiri.

            “Kalau Tyo, mau bawain lagu, apa?” tanya si gadis kecil bersemangat ketika melihat anak laki-laki yang dipanggil Tyo itu mengeluarkan secarik kertas.

            “Aku mau nyanyi lagu Peterpan yang judulnya sahabat.”

            “Sahabat?” ulang si gadis kecil. Tyo mengangguk antusias.

            “Kenapa milih lagu itu?”

            “Karena lagu itu aku bawain untuk kamu, Elva. Supaya kita akan tetap bersahabat selamanya. Elva dan Tyo selamanya. Janji?”

            Tyo mengulurkan kelingkingnya dan menunggu Elva menautkan jari kelingking gadis itu ke jari kelingkingnya. Elva mengerjapkan matanya sebelum kemudian tertawa renyah dan menautkan kelingking mungilnya ke jari kelingking Tyo. Keduanya tertawa keras dan Tyo mengacak rambut Elva dengan gemas.

            Elva berusaha menghindar ketika Tyo hendak mencubit pipi tembam gadis mungil itu. Elva berteriak pelan dan langsung memukul lengan Tyo ketika anak laki-laki itu berhasil mencubit kedua pipinya.

            “Arsyad Prasetyo? Shabrina Elvariana? Ayo, masuk... sebentar lagi kita akan mulai kelas musiknya.” Ibu Siska memanggil kedua anak itu dengan nada pelan dan lembut yang langsung dijawab oleh Tyo dan Elva dengan anggukan kepala mereka.

            Itu adalah terakhir kalinya mereka bertemu karena dua hari sesudahnya, Shabrina dan keluarganya pindah ke kota asal gadis itu karena ayahnya ditugaskan untuk kerja disana.

***

Victor membanting ranselnya ka atas kasur dan menggeram pelan. Laki-laki itu kemudian menghempaskan tubuhnya dengan kasar ke atas kasurnya. Victor menghembuskan napas berat dan keras kemudian menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan menerawang. Dadanya bergemuruh hebat. Laki-laki itu kemudian menaruh kedua lengannya di atas kepala.

            “Siapa, sih, tuh cowok? Kenapa dia bisa ngantar Shabrina pulang?” tanya Victor pada dirinya sendiri. Laki-laki itu kemudian bangkit dari posisi tidurnya dan melempar bantalnya ke arah pintu.

            “Sinting gue lama-lama!” gerutunya. Victor kemudian mengambil ponselnya dari dalam ransel dan langsung menekan angka satu yang akan menghubungkannya langsung dengan nomor ponsel sahabatnya itu. Beberapa detik lamanya dia menunggu panggilan teleponnya tersambung, namun nada tunggu itu malah digantikan dengan suara operator yang mengatakan bahwa nomor yang sedang dituju oleh Victor sedang sibuk.

BESTFRIEND AND ENEMYWhere stories live. Discover now