A Poetry for My Wife To Be

5.7K 406 27
                                    

Ini bukan epilog ya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ini bukan epilog ya.. hanya semacam ungkapan perasaan Sehun menjelang pernikahan. Kegugupan yang lumrah di alami.
So, selamat membaca.
Sugar Baby aku lanjut kalo komen udah tembus 200. Kalo belum ya ditunggu sampai 200 😉

Happy reading

**
Sehun begitu gugup saat di ruang ganti. Beberapa menit ke depan dia akan mengucap janji suci. Lee Na Ra berjarak tak lebih dari dinding ruang sebelah yang memisahkan mereka.

Pria itu sudah selesai dengan tuksedonya sejak beberapa saat lalu. Tapi masih belum punya nyali untuk pergi ke ruang sebelah dan menemui Na Ra.

Mungkin dia tidak siap menerima euporia perasaan pada wanita itu? Atau dia tak kunjung imun pada kecantikan calon pengantinnya yang jelas akan tumpah ruah pada hari ini. Dia tak bisa mempermalukan diri lebih jauh dengan jatuh lemas karena kelewat terpesona.

"Hi Bro, kau sudah siap?" Chanyeol memasuki ruangan, mengancingkan tuksedonya dan berjalan mendekat. Sehun hanya bisa mengangguk sembari meneguk air putih di sebelahnya.

"Aku masih tidak menyangka kau betulan menikah. Maksudmu ya kau tahulah reputasimu?" Chanyeol nyengir, duduk dengan pandangan menyindir pada Sehun.
"Kau berpetualang dari satu ranjang ke ranjang lain. Tapi akhirnya bertekuk lutut pada Lee Na Ra. Man, aku betulan nyaris tak percaya. Apalagi aku harus mengantarkan calon istrimu nanti ke altar. Gila gila aku gugup sekali."
Chanyeol malah curhat. Padahal dia pikir sepupunya akan datang dan memberinya penghiburan atau menenangkannya. Tapi apa yang dia harapkan dari fakboi seperti Chanyeol? Betulan tidak bisa diandalkan.
"Aku betulan gugup." Chanyeol menyemprotkan parfum yang dia bawa ke jasnya berkali-kali.

"Park Chanyeol."

"Ya?"

"Yang akan menikah adalah aku."

"Aku tahu. Makanya aku gugup."

"Terbalik bodoh!" Sehun mendengus, mencoba menahan diri untuk tidak memukul wajah Chanyeol. "Harusnya aku yang gugup karena beberapa menit ke depan aku akan ada di altar, dengan dia. Lee Na Ra."

"Begitu?" Chanyeol malah melongo, menampilkan wajah polos menyebalkannya.

"Kau pergi saja kalau hanya akan mengacau. Aku harus menemui Na Ra dulu setelah ini."

"Galak sekali. Sebaiknya tidak usah kau temui calon istrimu. Aku takut kau pingsan." Chanyeol nyengir lagi.

"Ck! Sudah kau bawakan yang aku minta?" Beberapa saat lalu Sehun mengirimkan pesan agar Chanyeol membawakan sebuah block note dan pena. Ada sesuatu yang harus dia sampaikan, yang kemungkinan besar tak bisa dia sampaikan lewat perkataan langsung. Dia tidak akan punya keberanian sebanyak itu.

"Sudah. Hampir saja aku lupa."
Chanyeol menyodorkan apa yang diminta Sehun, merapikan jasnya yang sama sekali tidak kusut sama sekali

"Oke aku pergi." Dia berjalan menuju ke pintu, sebelum berbalik kembali beberapa langkah setelahnya. "Good luck, Bro. Aku harap hari ini akan berjalan dengan baik. Sampai jumpa di altar."

Untuk pertama kalinya dalam sejarah Park Chanyeol mendadak jadi waras.

Sehun memandangi pena dan block note yang tadi dibawa Chanyeol. Dia membukanya, memandang kertas kosong tersebut selama bermenit-menit. Waktunya tidak banyak. Mungkin itulah alasan kenapa sekarang pena yang dia pegang bisa dengan lancar berjalan di atas kertas. Dia menuliskan sebuah puisi untuk Lee Na Ra. Calon istrinya. Puisi yang tidak dia beri judul.

**

Aku sedang menapaki jalan patah hati.
Jalan yang aku tahu tak akan bermuara ke mana-mana selain luka.
Tapi aku malah menyambutnya dengan suka cita.
Penuh sadar dan paham bahwa aku akan terperangkap bersamamu saja.
Seumur hidup.
Tak bisa ke mana-mana.

Tapi Sayang... bukan kah memang seperti itu aturan mainnya?
Bahwa kau harus siap menanggung luka saat memutuskan untuk mencintai?
Dia yang kau cintai adalah yang paling berpotensi menorehkan luka.

Aku sedang menapaki jalan patah hati.
Jalan yang susah payah aku tempuh karena aku tahu, pada satu hari yang biasa, di ujung senja kau ada di rumah. Menungguku.
Dan aku rela bertemu dengan patah hati tak terhindarkan asal itu denganmu.
Aku suka mempunyai pasangan.
Atau aku suka karena kau lah orangnya?

Aku sedang menapaki jalan patah hati.
Tidak apa.
Asal itu kau.
Untukku saja.
Selamanya.
Semoga.

Sehun menghembuskan napasnya kasar begitu menyelesaikan puisinya. Dia mengejek diri sendiri dalam hati, merasa remeh. Dia bukan sosok penggemar roman picisan, dan menulis puisi jelas bukan bidangnya. Tapi untuk wanita yang beberapa saat lagi akan jadi istrinya, dia rela. Dia rela jadi orang paling menggelikan, paling konyol untuk wanita tersebut.

**

Note :
Please DO NOT FORGET to comment, vote and share ya...

Hace a great day 🌸

Na Ra Lee

Midnight Sun (COMPLETED)Where stories live. Discover now