Arwah

51 12 8
                                    

Bab ini ditulis oleh: Hetty_Sugia

Isi cerita disalin sama persis ke akun ini.

Mata Pak Daliyo terbelalak, mendengar ucapan lelaki itu. Bulu kuduknya meremang. Ia masih bisa mengingat jelas wajah tukang rokok yang memberi petunjuk jalan tadi. Di bawah penerangan lampu neon yang redup, wajahnya terlihat pucat. Pak Daliyo sempat memperhatikan matanya yang hitam dan cekung. Namun, saat itu Pak Daliyo tidak menaruh kecurigaan sedikit pun. Ia mengira, penjaja rokok itu kelelahan karena harus menjaga warungnya hingga larut malam.

"Pak!" suara cempreng Bu Wati mengagetkan Pak Daliyo.

"Sampean ngapain di situ?" ujar Bu Wati tidak sabaran.

Ia memang terbiasa memerintah dengan teriakan yang cukup memekakkan telinga. Maklum, sebagai mantan istri pejabat, Bu Wati selalu merasa paling berkuasa dengan jabatan almarhum suaminya itu.

"Iya, sebentar," ucap Pak Daliyo dengan suara sedikit gemetar, masih belum bisa menyembunyikan ketakutannya.

Sementara itu, Dila tertegun mengamati keadaan sekitar. Matanya tertuju pada pohon trembesi yang menjulang kokoh dan angker di hadapannya. Seketika Dila merasakan nuansa mistis. Bulu kuduknya meremang saat mendengar suara burung gagak yang tiba-tiba berbunyi dari arah pohon trembesi itu.

 Bulu kuduknya meremang saat mendengar suara burung gagak yang tiba-tiba berbunyi dari arah pohon trembesi itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Saya nunggu di mobil atau ikut, ya?" tanya Pak Daliyo memastikan, agar tindakannya tidak salah.

"Kamu ikut saja. Ngapain di mobil sendirian? Nanti malah ditemenin kuntilanak," sahut Bu Wati asal bicara, sambil merapikan penampilannya. Terutama sasakan rambutnya yang harus selalu terlihat rapi meskipun saat bangun tidur.

"Baik, Bu," jawab Pak Daliyo singkat.

"Dila, ayo! Ngapain kamu malah bengong di situ?" Suara Bu Wati membuat Dila kaget.

"I ... iya, Ma."

Saat Dila hendak melangkahkan kakinya, ia melihat seekor ular melintas cepat mendekat ke arahnya.

"Mamaaa!"

Dila langsung melompat dan memeluk erat wanita bertubuh gempal itu.

"Aduh, apa-apaan sih, kamu. Jangan kayak anak kecil deh." Bu Wati yang tidak mengetahui mengapa Dila berteriak dan memeluknya, segera mendorong tubuh Dila dari pelukannya.

"Tadi ada ular, Ma. Ke kaki Dila," jawab Dila.

Napasnya memburu, menahan takut yang luar biasa.

"Ah, itu hanya perasaanmu saja. Mama dari tadi di sini nggak melihat ular lewat, kok," sergah Bu Wati.

Meskipun tidak melihat binatang melata itu, sebenarnya Bu Wati sudah merasakan ketakutan sejak perjalanan menuju gubuk Mbah Karti. Rupanya perasaan itu tidak berubah, meskipun mereka telah sampai di tempat yang dituju.

Jerat ArwahWhere stories live. Discover now