fourth clue: 0 for ring

247K 6.5K 380
                                    

Untuk membaca cerita lengkapnya bisa buka Dreame.com ^^

Link ada di bio yaaa :D

^^^

Dristi sedang melamun saat itu. Dia baru saja bangun dari lelapnya sekian menit yang lalu karena sadar bahwa bel pulang sudah berdenting. Tenggorokannya terasa kering, ia bergerak dari posisi tidurnya sampai duduk bersandar di kepala ranjang. Matanya memerhatikan sekitar, mendapati gelas dan teko kecil di seberang tempat tidurnya.

Dia bergeser, namun terhenti ketika tangannya menyentuh sesuatu yang sedikit tajam. Tangan kirinya meraba-raba sprei, tidak sampai dua detik telapaknya merasakan sesuatu.

"Cincin?" gumamnya saat melihat jelas cincin perak yang terbagi menjadi tiga bagian, bentuknya seperti daun namun lebih panjang dan dipenuhi mata berkilau.

"Sudah bangun?"

Suara guru kesehatan yang muncul dari balik gorden membuat Dristi mendongak dan mengangguk kecil. Wanita berparas cantik dengan tubuh padat berisi itu menyingkap gorden dan memberitahu Dristi tentang anak-anak yang baru saja keluar kelas. Tangannya sibuk merapikan sprei dan selimut di beberapa ranjang lainnya, kemudian setelah selesai ia beralih memasukkan obat-obatan ke dalam lemari kaca.

"Emm, Bu Nada," panggilan Dristi membuat pergerakannya memasukkan barang ke dalam tas kerjanya terhenti. "Tadi Ibu liat ada orang masuk ke sini, nggak? Selain Ilyaa."

Wanita muda itu berpikir sejenak. "Ada dua anak perempuan, salah satu kakinya terkilir tapi dia tidak sampai istirahat di sini, sih," dia berjeda, memandang Dristi. "Ada apa?"

Dristi memperlihatkan cincin yang sebelumnya ia temukan. "Saya nemun cincin, Bu. Pas bangun ada di kasur saya."

Bu Nada mendekati Dristi dan memerhatikan cincin itu. "Wah, cincinnya cantik," dia tersenyum kemudian beralih menatap Dristi. "Kamu pegang dulu saja ya. Saya orangnya nggak bisa jaga barang," dia terkekeh. "Besok saya akan mengumumkan tentang barang hilang ini."

Dristi mengangguk kemudian memasukkan cincin itu ke dalam jari tengahnya. Kalau mau mengaku, dia juga bukan orang yang pintar menjaga barang. Tapi kalau dia memakainya, takkan hilang, bukan? Lagipula ini sangat pas di tangannya.

Setelah memakai kaus kaki dan mengikat sepatu, Dristi bangkit dari duduknya dan pamit pada Bu Nada. Baru saja ia keluar ruangan, dari kejauhan ia melihat Fakhir melambaikan tangan ke arahnya. Di pundak kanannya terdapat tas selempang kecoklatan, milik Dristi.

"Lho, Fakhir. Ada apa?" tanya Dristi begitu Fakhir sudah berada tepat di hadapannya.

"Ada apa?" kepalanya miring ke salah satu sisi. "Gue cuma mau memastikan lo sampe rumah dengan selamat."

Dristi menghela napas. Dia mengambil tasnya dari tangan Fakhir dan langsung memakainya di pundak. Berjalan perlahan mendahului Fakhir. Sebenarnya, dia tidak ingin pulang bersama pemuda itu. Bukan karena benci atau apa, hanya saja ia merasa canggung setelah memikirkan kemungkinan pemuda di sampingnya ini adalah orang yang mengiriminya post-post di Secret itu.

"Gue bisa pulang sendiri, Fakhir. Gue cuma maag, bukan orang pingsan atau sakit di bagian kaki," tolak Dristi.

"Mau minum?" seperti tidak mendengar penolakan Dristi, Fakhir menyodorkan sebotol kecil air mineral.

Sebenarnya dia ingin menolak tawaran itu, tapi karena wajah Fakhir yang tersenyum lebar membuatnya tidak tega mematahkan kebahagiaan itu. Dengan senyuman, Dristi menerimanya dan segera meneguk beberapa kali. Setelah mengucapkan terima kasih, Dristi memutar tubuhnya dan berniat untuk pulang sendiri. Tapi pergerakannya membeku ketika Fakhir mengucapkan kalimat yang membuatnya diam tak bergeming.

SECRET [Admirer]Where stories live. Discover now