Pertama

8 1 0
                                    

"Hufttt, akhirnya sampai juga" ucap Viersana sembari menatap sekeliling.

Ini beneran sekolah? tanyanya dalam hati.

aku baru tau di kota ini ada sekolah seperti ini, unik. Gumam Viersana

Viersana dengan tas ransel yang berat di pundaknya, matanya menerawang, mencari tanda-tanda pintu masuk yang jelas. Sebab, yang terlihat hanya dinding dan kaca jendela. Viersana mencoba melangkah menjelajahi sekitar sekolah tersebut, dengan langkah yang tidak pasti kemana arah dan tujuannya.

setiap langkah membawanya ke sudut-sudut yang berbeda dari sekolah itu, tetapi tak satupun yang menunjukkan petunjuk jelas ke pintu masuk. Viersana merasakan kebingungannya semakin menjadi, jantungnya berdegup kencang di dalam dadanya. Dia berusaha untuk tetap tenang dengan mengatur nafasnya.

Dia berusaha untuk tetap tenang, tetapi rasa keheranannya semakin mendalam dengan setiap langkah yang diambil. Apakah sekolah ini memiliki pintu masuk yang tersembunyi, ataukah dia terperangkap dalam labirin yang ajaib?

Setelah merasa kebingungan dan mencoba menenangkan diri dengan mengatur nafasnya, Viersana tiba-tiba teringat akan isi surel dari sekolah tersebut. Dalam ingatannya, terpatri jelas bahwa setiap anggota sekolah memiliki kata sandi pribadi yang diperlukan untuk memasuki Harveist. Viersana mengeluarkan benda pipih yang tadi dia simpan setelah tiba di Harveist, kemudian membuka surel dari pihak Harveist untuk mencari-cari kata sandi yang tepat.

Perasaan lega hadir, ketika Viersana akhirnya menemukan kata sandi tersebut, Viersana memanggil kata sandi tersebut dalam hati.

Violetta afaranto Viersana Bitte öffne die Tür für mich, Viersana Per favore, apri la porta per me, Viersana...

Dengan perasaan tegang dan harapan, Viersana mengucapkan kata-kata itu pelan-pelan, hampir seperti mantra, sambil melangkah menuju sebuah dinding yang tampaknya biasa. Namun, saat kata-kata itu meninggalkan bibirnya, sesuatu yang luar biasa terjadi. Dinding itu mulai bergetar, memancarkan cahaya biru samar yang membingkai sebuah pintu tersembunyi.

Dengan tatapan penuh keajaiban, Viersana menyadari bahwa dia telah menemukan pintu masuk ke dunia rahasia Harveist. Dengan hati yang berdebar, dia melangkah maju dan memasuki pintu itu.

Viersana menginjakkan kakinya melalui pintu biru yang baru saja ditemukannya. Sebagai langkah pertamanya ke dalam gedung sekolah yang misterius itu, dia merasakan getaran kegembiraan dan ketegangan yang melonjak-lonjak di dalam dirinya. Matanya menyapu sekeliling ruangan dengan penuh antisipasi, siap untuk bertemu dengan siswa-siswa baru dan rekan kerja barunya.

Sambil melangkah maju, ingatannya terbangun kembali pada malam sebelumnya. Dia tidak bisa tidur dengan nyenyak karena rasa kegembiraan yang tak terbendung atas pekerjaan barunya ini. Pikirannya terus terbayang dengan wajah-wajah murid-murid yang akan dia ajar dan rekan kerja yang akan dia temui. Kegelisahannya mengakibatkan dia berguling-guling di tempat tidur, merasa terlalu bersemangat.

Namun, di pagi hari ini, rasa gugup dan keletihan mulai menyusup. Meskipun dia merasa mengantuk, Viersana tetap bersemangat menyambut hari pertamanya di sekolah baru. Dia merasa berdebar-debar untuk bertemu dengan orang-orang baru. Dengan langkah yang mantap namun hati yang berdegup kencang, Viersana melangkah lebih jauh ke dalam sekolah Harveist.

Dengan hati yang penuh kegembiraan dan mata yang terus terbuka lebar, Viersana melangkah melalui lorong-lorong sekolah Harveist, menikmati setiap detail indah arsitektur yang menghiasi dinding-dinding megah gedung tersebut. Viersana merasa seperti terjebak dalam sebuah dunia yang di luar jangkauan logika, di mana setiap sudut, setiap lengkungan, membawa pesona dan misteri yang tak terduga.

Meskipun lorong tampak sunyi tanpa seorang pun di sekitarnya, Viersana tidak merasa kesepian. Sebaliknya, dia merasa terhanyut oleh ketenangan yang mengelilinginya, memberinya ruang untuk merenung dan mengamati setiap detail dengan seksama. Setiap langkah yang diambilnya mengarahkannya menuju petualangan baru yang menanti di balik setiap sudut.

Tiba-tiba, pandangan Viersana tertuju pada sebuah papan besar yang terpampang di salah satu sisi lorong. Papan itu terlihat seperti denah sekolah, dengan label-label yang menunjukkan lokasi berbagai ruangan dan fasilitas di Harveist. Dengan cepat, Viersana berlari kecil menuju papan denah tersebut, mata berbinar-binar saat ia mulai memahami tata letak sekolah itu dengan lebih baik.

Setelah mempelajari denah dan menemukan letak ruang kepala sekolah, Viersana melanjutkan perjalanannya dengan semangat yang menggelora di dalam dirinya. Pikirannya dipenuhi dengan impian-impiannya sebagai seorang guru, dan dia merasa semakin tak sabar untuk membagikan pengetahuannya kepada para siswa di sekolah yang begitu unik ini.

Viersana berdiri di depan pintu ruang kepala sekolah, berusaha menenangkan diri dengan mengatur nafasnya secara teratur. Dia mengetuk pintu dengan lembut, "tok tok tok."

Langkah kaki mendekat ke pintu, dan Viersana merasa gugup saat pintu terbuka, mengungkapkan seorang wanita paruh baya berusia sekitar 35-40 tahun dengan dress coklat yang dipercantik dengan pita warna krim di lehernya.

Viersana menyapa dengan sopan, "Selamat pagi, bu. Saya Viersana, guru baru yang akan mengajar seni."

"Selamat pagi, silahkan masuk, Viersana. Saya sudah menantikan kedatanganmu sejak tadi," sambut wanita itu ramah.

"Saya Farida, kepala sekolah Harveist. Selamat datang di Harveist dan terima kasih telah bersedia menjadi bagian dari tim pendidik kami. Saya yakin Viersana akan menjadi aset berharga di sini. Untuk selanjutnya, saya akan memanggil Anda 'Ibu Guru'. Apakah Anda keberatan?" tanya Ibu Farida.

"Tentu tidak, bu. Saya senang bisa diterima di sini. Sekolah ini benar-benar unik dan nyaman," jawab Viersana dengan senyum.

"Itu sangat menyenangkan untuk didengar. Sebelum memulai pembelajaran, Anda bisa memperkenalkan diri di kelas nanti, jam 10.30," kata Ibu Farida.

"Jam 10.30?" gumam Viersana dalam hati, baru menyadari bahwa dia tersesat hampir satu jam tadi.

"Viersana? Apa yang terjadi?" tanya Ibu Farida khawatir.

"Saya baik-baik saja, bu. Hanya kelelahan dan tersesat tadi saat mencari pintu masuk," jelas Viersana.

"Memang, sekolah ini cukup membingungkan untuk orang baru. Sekolah ini cukup unik, sulit menemukan pintu masuk utamanya. Kedepannya, untuk menemui pintu masuk Viersa akan menggunakan mantra atau sandi khusus bagi Anda. Hanya Anda yang bisa menggunakan sandi Anda sendiri, jadi pastikan untuk menghafalkannya dengan baik," pesan Ibu Farida.

Viersana mengangguk dalam pengakuan atas keteledorannya. "Saya sungguh minta maaf, Ibu Farida. Saya akan berusaha lebih berhati-hati di masa mendatang."

Ibu Farida tersenyum lembut. "Tidak perlu merasa terlalu bersalah, Viersana. Memang, sekolah ini bisa membingungkan bagi yang baru datang. Tapi kini kamu sudah di sini, dan saya yakin kamu akan menemukan kenyamanan dan kehangatan di Harveist."

Viersana tersenyum lega mendengar kata-kata semangat dari kepala sekolahnya. "Terima kasih, Ibu Farida. Saya akan berusaha sebaik mungkin untuk beradaptasi dan memberikan yang terbaik bagi siswa-siswa di Harveist."

Mereka berdua saling bertukar senyuman.

HARVEISTWhere stories live. Discover now