3. Just 4 U

2.8K 332 40
                                    

aku baru bikin dua cerita dan dua-duanya ternyata bikin bingung sebagian pembaca buat nentuin yang mana pemeran utama😃

vote sama komen yaaa
-

Malam ini, Alden memasuki rumah tipe 70 yang dijadikan markas Brigenzz semenjak beberapa tahun silam. Dia menduduki sofa usang berwarna cokelat muda, tepat dihadapan sang pemimpin, Bara Ganendra.

Ada hal penting yang hendak ditanyakan, katanya. Kalau ia menerka, mungkin masalah tawuran dengan komunitas sebelah alias Dalasnaga atau mungkin juga rencana kolaborasi balap liar dengan komunitas dari SMA Negeri 7.

"Dia masih gak mau?" mulai Bara, menghidupkan rokok.

"Siapa?"

Bara mengudarakan asap rokok, ekor matanya melirik potret kebersamaan tim inti angkatan 24. "Ceysa," jawabnya.

"Gak usah maksa. Cewek berkelas kayak dia gak mungkin mau jadi inti komunitas sampah kita," sahut Alden, ada nada tidak suka dalam setiap penggalan kata. Sebab, Bara selalu saja menyinggung perihal gadis itu.

Alden Narendra tahu bahwa orang yang berdedikasi menjadi ketua umum Brigenzz itu seorang pemuja gadis cantik.

Bara tidak terlalu suka kalau gadis dengan tampang rata-rata atau di bahkan di bawah rata-rata menjadi personel inti Brigenzz. Namun, Alden perlu mengacungi jempol atas kesetiaan lelaki itu kepada salah seorang perempuan dari sekolah samping, meskipun rasa kasih yang dipunya takkan pernah terbalas.

"Lo usaha, lah. Sepet mata gue ngeliat inti cewek gak ada bagusnya, yang mendingan cuma si Kalya, tapi dia gampangan," tutur Bara.

Salah seorang anggota menyahut, "Gila lo, untung lagi gak ada cewek."

"Kalau gak Ceysa ya si Cia, lah." Ketua Brigenzz itu akhirnya melakukan negoisasi, mengingat Alden dekat dengan dua orang perempuan cantik.

Memancarkan sorot penolakan, Alden buka suara, "Gak, jangan bawa-bawa pacar gue."

"Gini aja lo akuin pacar," singgung Nevan.

"Sehat, Pak?" tambah Liam.

Alden menghela napas kasar. "Bukan apa-apa, Sob. Ntar kalau dia jadi inti, lo pada malah bongkar bangsatnya gue."

"Gak dibongkar juga dia udah paham, Anjing." Naven tertawa, meminum soda kalengan yang ia beli seusai bubaran sekolah sore tadi.

"Lagian lo maruk amat, Sat. Pantes gue liat banyak cowok jomblo, ternyata modelan lo yang seenak jidat gaet dua cewek. Tampang biasa aja malah banyak tingkah, cakepan juga gue."

"Kepedean, Sial."

Bara tertawa keras, beberapa detik setelahnya terdiam begitu saja, memikirkan gadis bernama Adelicia dengan senyuman tipis terpatri di bibir. "Ceysa cantik parah, sih, tapi si Cia juga lumayan," gumamnya.

Atas gumaman itu, Alden menukar pandangan, menatap pintu utama yang kusennya telah menjadi santapan rayap.

Dia tahu kalau Bara memang setia mengagumi gadis bernama Cyan, tetapi mata lelaki seperti sang ketua, tidak semudah itu untuk dijaga. Mereka butuh sesuatu untuk memuaskan kebutuhan penglihatan dan bisa jadi juga merembet ke kebutuhan lainnya.

Bohong apabila Alden mengaku sayang kepada Cia. Dia benar-benar yakin dirinya sama sekali tidak memiliki rasa kepada gadis berambut sebahu itu, dekat dengannya serta memberi secuil perhatian hanya demi menggugurkan kewajiban serta didedikasikan untuk menepati janji kepada Ceysa.

Maka, peduli apa dia kalau Cia dipuji lelaki lain?

"Cia mah gampang kalau mau dijadiin inti, tinggal diajak si Alden juga pasti mau." Liam melirik Alden sekilas. "Enak kayaknya punya pacar penurut," singgungnya.

HOLLOW Where stories live. Discover now