15 ||

157 10 0
                                    

Raja siang mulai memperlihatkan sinarnya yang indah dan terang. Angin sejuk masih menyelimuti daerah Bogor. Para siwa pergi ke tenda masing-masing untuk makan siang.

Donald sedang duduk sendirian di dekat tendanya. Memandang Adel dari jauh yang sedang menguncir rambutnya di dalam tenda. Adel menyadari sepasang mata sedang memandangnya, namun ia tidak menghiraukannya. Adel kemudian keluar tenda dan menatap sinis Donald.

"Del, udah siap? Yuk kita makan siang di gazebo sana," tawar Jessy sambil menggandeng Adel.

"Ini Del, makan dulu," tutur Jessy sambil memberikan nasi bungkus untuk Adel.

"Iya, makasi ya baik banget kamu," sahut Adel.

Saat ingin makan, Donald datang menarik tangan Adel dan menjauh dari Jessy.

"Del! Lo bisa gak sih dengerin gue? Gue tuh baik sama lo. Gue gak mau lo kena jebakan sama mereka!" bentak Donald membuat Adel terkejut.

" gak usah bentak gue juga! Semakin kesini gue semakin sadar ternyata bener, ya kalo lo cuma mau hancurin persahabatan gue sama Jessy!" hardik Adel kemudian menampar Donald. "Satu lagi gue kasih tahu sama lo Donald Putra Dirgantara, gue gak suka dibentak? Sampai sini paham?" tanya Adel dengan nada yang lesu.

"Del, lo kenapa?" tanya Jessy melihat Adel terlihat emosi.

Adel menghela napas dengan kasar."Gak apa-apa kok."

Dengan sikap Adel yang begitu, Donald semakin gencar untuk memberitahu Adel dan menyadarkan nya. Adel makan bersama Jessy dan benar saja, setelah selesai, Adel merasa begitu ngantuk. Hingga akhirnya tertidur hingga menjelang malam.

"Del! Adel!" bentak Bu Sekar membangunkan Adel yang tertidur pulas di gazebo tidak jauh dari tenda di mana ia berkemah.

"Hmm? Maaf Bu," lirih Adel.

"Kamu harusnya bantuin teman-teman kamu, Del cari kayu bakar! Kalau mau tidur di rumah aja!" decak Bu Sekar pada Adel.

"Gapapa Bu, mungkin Adel kecapean," bela Jessy dengan segala akal bulus yang sudah ia rencanakan.

"Gak bisa begitu! Adel harus dihukum. Bukannya senang-senang, kamu malah tidur. Sekarang kamu cari kayu bakar sendiri. Ibu tunggu sampai jam 6 Del!" perintah Bu Sekar lalu meninggalkan Adel.

"Hoammm! Kenapa aku mengantuk banget, ya? Padahal aku 'kan cuka makan doang." Adel menggaruk tengkuk yang tidak gatal kemudian berdiri dengan nyawa yang belum terkumpul.

"Del! Kamu di sini?" tanya Jason menghampiri Adel.

"Iya. Eh temenin ke hutan, yuk! Cari kayu buat nanti malam," ajak Adel pada Jason.

"Yah! Gue juga di suruh sama Pak Rizal buat ambil barang untuk nanti malam, maaf ya Del," tolak Jason. "Ajak Donald aja, dia gak ngapa-ngapain."

"Ah! Males ah!" ujar Adel.

"Dari pada sendirian, nanti kaya kemarin lho!" goda Jason menakut Adel.

"Bener juga sih, iya udah deh! Donald di mana?" tanya Adel pada Jason.

"Di tenda. Gue duluan, ya," pamit Jason kemudian meninggalkan Adel.

"Makasii!!" teriak Adel pada Jason yang sudah jauh dari pandangannya.

"Donald!" panggil Adel melihat Donald dari kejauhan namun Donald menghindar dari Adel dan mengabaikannya.

"Tunggu dulu masusif!" teriak Adel lalu menggenggam tangan Donald.

"Apaan tuh? Ma-mas-"

"Masusif, manusia super posesif," sela Adel dengan berkacak pinggang.

"Bisa-bisanya lo ngatain gue dengan sebutan itu?!" Donald mencubit hidung Adel dengan manja.

"Ih! Anterin gue ke hutan dong cari kayu bakar," tutur Adel dengan nada yang sedikit memelas.

"Udah? Minta temenin Jessy lah," tolak Donald.

"Lo pelit banget sih jadi temen!" sahut Adel dengan emosi.

"Gue bukan temen lo! Puas?!" Donald pergi meninggalkan Adel sendiri.

"Dasar cowo jelek, sok ganteng, pelit, rese, posesif!!" Adel terus merutuki Donald yang sudah jauh dari hadapannya.

"Udah ngomongnya? Cepet jalan!" Donald menoleh ke belakang dan Adel berjalan di sampingnya.

"Lagi lo kenapa bisa tidur sih?" tanya Donald.

"Gue gak tahu, padahal gue cuma makan aja sama Jessy," celoteh Adel sambil mencari kayu bakar.

"Gue udah bilang 'kan. Jessy pasti yang isengin lo biar lo dihukum kayak gini! Percaya sama gue!" decak Donald memegang bahu Adel.

"Buat apa gue percaya sama lo? Udah ah ayo cari kayu bakar aja, jangan bahas lagi."

Di tengah kesibukan mencari kayu bakar, Adel dan Donald menoleh ke kanan dan kiri jikalau ada kayu di dekat mereka. Karena kelalaian dari Donald, ia tidak sadar bahwa tanah yang ia pijak amat licin hingga membuatnya terjatuh. Adel yang berada di sampingnya dengan sigap langsung memegang lengan Donald. Donald berusaha berdiri dibantu oleh Adel, namun kakinya terkilir hingga jalannya agak timpang. Donald akhirnya duduk dan memegang kakinya yang sakit.

"Ahhh! Sakitt bangett!" lirih Donald dengan wajah kesakitan.

"Aduh, Donald! Lo kenapa gak lihat-lihat sih!" gerutu Adel pada Donald.

"Iya, maaf." Donald menundukkan kepalanya membuat Adel merasa bersalah.

Adel memegang kaki Donald dan mengurutnya pelan. "Sini gue urut."

"Aahh! Pelan-pelan, shhh!" erang Donald.

"Kalo masalah cantik, mungkin gue kalah dari Jessy. Tapi, kalau masalah pijit, aku maju!"

"Bocah," bisik Donald sambil terkekeh kecil.

Hari semakin gelap, senja mulai tertutup oleh awan hitam. Adel bergegas mencari kayu bakar, namun terlambat. Hujan turun membasahi mereka berdua yang sedang terduduk di tengah hutan. Dengan sigap, Adel membawa kayu bakar di tangan kanannya. Sedangkan tangan kirinya memapah Donald.

Tangan kanan Donald memegang pinggang Adel dan membantu Adel membawa kayu bakar yang berat itu sambil diguyur air hujan. Mereka sampai di perkemahan dengan keadaan yang basah kuyup. Adel mengantarkan Donald ke dalam tendanya dan Adel pergi ke bu Sekar untuk menyerahkan kayu bakar untuk nanti malam.

Malam tiba, semua murid sudah berbaris rapi mengitari api unggun. Memasang petasan dan kembang api untuk merayakan haru terakhir perkemahan dalam rangka ulang tahun sekolah Cakra Buana.

Dor! Dor! Dor!

SWING! SWING SWING!

"Ahaaha seru bangett"

"Awas apinya gede tuh!"

"Ihh aku takut ah"

"Ini pegang ujungnya"

Suasana begitu ramai karena malam ini adalah malam yang seru dan menyenangkan. Bermain petasan bersama orang tersayang. Kecuali Adel yang hanya duduk di tepi tenda, melihat teman-temannya tertawa bahagia. Nathaniel menghampirinya dan memberikan petasan untuk dimainkan bersama.

Acara pun berakhir, semua telah selesai. Adel dan teman-teman kembali pulang ke Jakarta dan melanjutkan aktivitas seperti biasa. Begitu melelahkan, namun menyenangkan.

Terlihat raut lelah di setiap murid di dalam bus. Semua tertidur lelap karena kurang tidur dan tidak nyaman. Adel menyender di jendela dan mulai tertidur. Ia merasakan pegal-pegal di sekujur tubuhnya, matanya mengantuk, dan badannya lemas.

Next?

HELLEVATOR (END)Where stories live. Discover now