Nestapa Jauhari

193 31 7
                                    

Kepada Nestapaku, sang pemeluk luka :)

Nestapa Jauhari : YANG DI JAUHKAN DARI KESUSAHAN

Tetaplah bertahan hidup, meski berat kau pikul. Berjuang lah walau nestapa dekat sekali.

***

"Ari! Ya Allah, punya anak males nya kebina-bina. Tengari bolong masih belom bangun juga. Ariiiii bangun nggak! Udah siang ini!"

*Kebina-bina ( Males banget )

*Tengari bolong ( Tengah hari / Siang )

Itu pasti suara Enyak. Pikir Ari sembari menggeliat, mulutnya menguap lebar dengan sebelah tangan menggaruk ketiak."Apaan sih Nyak?"Tanya nya dengan raut wajah seperti terganggu pun nada suara serak khas baru bangun tidur.

"Apaan-apaan. Bangun! Liat noh dunia! Kucing aja udah kawin berkali-kali elu masih mimpi aja!"

"Ini Ari lagi liat, Nyak. Enyak kan dunia nya Ari."Balas Ari cengar-cengir.

Namun sang ibu yang tak lain tak bukan bernama, Romlah itu malah mengambil handuk yang sedari tadi berada di pundaknya untuk di sabet ke sekujur tubuh putra nya."Bangun nggak?! Bangun! Mandiiiii Ari!"

"Aduh-duh, iya Nyak, iya."Ari bangkit dari kasur lapuknya tanpa ranjang dengan terbirit-birit.

Tujuannya langsung menuju kamar mandi yang berada di bagian belakang rumah. Tetapi baru beberapa langkah ia pergi, Ari kembali menuju Romlah yang tengah merapikan kamar yang memang asalnya tidak pernah rapi itu seraya mendumel."Elu ngapain lagi Ari?!"

"Ya Allah, nyak. Orang Ari mau ngambil anduk doang."Ari meraih handuk yang tergeletak begitu saja di lantai, bahkan sebelum dirinya menghilang dari bilik kecil tersebut, sempat-sempatnya Romlah menabok bokong Ari."Sakit Nyak!"

"Udah cepetan!"

"Iya, iya."

"Bang Ari, bagi duit."

Tidak ada angin tidak ada hujan, guntur saja tidak bergemuruh. Tiba-tiba sosok kecil dengan wajah penuh peluh dan kotor menghalangi jalan Ari. Tangan nya menengadah sembari mendongakkan kepalanya.

Itu adalah Abdullah Anwarudin, Dul. Adik laki-lakinya, si kecil yang sering sekali membuat Enyak nya senewen. Usianya baru menginjak 7 tahun, seingat Ari tiga bulan lagi Dul akan mulai sekolah dasar. Tapi, boro-boro bisa menulis atau membaca, kenal huruf sampai Z saja belum mampu.

"Bang, bagi duit. Dul mao beli es potong itu di depan, ntar Abang nya pergi."

Ari berdecak, kebetulan sekali dirinya ingin buang air besar dan rasa ingin kentut besar sekali. Ari mengerang sedikit sembari menepuk bokongnya yang berbunyi nyaring sekaligus mengeluarkan harum busuk kemudian tangan nya tersebut di gunakan untuk meraup wajah Dul sambil terbahak."Makan tuh duit!"

"Ih! Bau banget! Enyakkkkkk!"Jerit bocah itu berlari menuju Romlah hampir menangis.

"ARIIIIIII! LU MANDI NGGAK?! ENYAK SIRAM LU YA!"

Melewati ruang tamu yang juga sebagai ruang keluarga tanpa sofa itu, Ari menemukan adik perempuan nya Siti Ruqaiya sedang menonton televisi yang tampilannya bagai penuh semut-semut berjalan."Bang, tolong benerin antenanya dong."

"Emang Tv nya udah lama, jadi begitu. Lu maen aja dah di luar."Sahut Ari malas, lanjut berjalan tanpa mau melihat wajah Siti yang sudah cemberut.

Begitulah sekiranya kehidupan seorang Nestapa Jauhari, remaja yang cukup lama lulus dari SMA itu cukup stress memikirkan masa depan nya. Yang ada, dirinya tak produktif sama sekali semenjak keluar sekolah. Punya rencana tetapi tak bisa di jalankan, punya impian namun harus di kubur dalam-dalam. Ari yang bingung pun menganggur, kerjaaan nya cuma rebahan, main HP, makan, tidur, rebahan lagi, main HP nggak putus, makan jalan terus dan tidur sampai tak ingat waktu. Nggak guna banget kan dirinya?

Kemiskinan Yang Tak TerlihatWhere stories live. Discover now