10. Mentor Baru

881 134 9
                                    

Lana berdiri di depan jendela kamarnya sambil menatap ke halaman rumah. Pikirannya melayang kepada Furi dan informasi yang tadi disampaikan oleh Robi. Jika benar Furi adalah seorang mahasiswa kedokteran yang terpaksa berhenti melanjutkan pendidikannya demi merawat sang ibu, itu berarti Furi bukanlah orang biasa seperti yang ia sangka selama ini. Hal itu membuat rasa sayang dan suka di hati Lana untuk lelaki itu semakin bertambah. Namun, dia juga menyesalkan kondisi yang menimpa Furi. Hatinya perih membayangkan impian tinggi lelaki itu harus terkubur demi bisa menjaga dan menghidupi sang ibu.

Lana memutar ponsel di tangannya sampai beberapa kali karena bingung antara menghubungi Robi atau tidak. Dia ingin mengetahui lebih banyak lagi tentang Furi, tapi dirinya juga tidak ingin menganggu Robi karena pemuda itu juga harus bekerja, sedang untuk bertanya kepada Furi secara langsung juga tidak mungkin.

Hatinya masih ingin mengetahui lebih banyak Lagi tentang kehidupan Furi agar dapat membantu lelaki itu. Bukan bantuan cuma-cuma yang sudah pasti akan dia tolak mentah-mentah, tapi dia berharap semoga apa yang dia rencanakan ini bisa sedikit memperbaiki perekonomian Furi.

Lana bersama Karen dan Yura sudah sepakat untuk menjadikan Furi sebagai mentor mereka sampai nanti mereka berhasil masuk ke universitas. Mereka akan memberi upah yang setimpal untuk itu karena mereka mampu menangkap penjelasan dari Furi dengan lebih mudah dibanding guru mereka sendiri di sekolah. Mereka pun sudah memikirkan kemungkinan Furi menolak karena tidak ingin meninggalkan ibunya yang sedang sakit jika harus datang mengajar ke rumah mereka. Untuk itu merekalah yang akan datang ke rumah Furi.

Lana sudah menghubungi orang tuanya dan mereka setuju ketika Lana meminta izin untuk menambah waktu les dengan seorang mahasiswa kedokteran. Mamanya bahkan sangat mendukung hal itu karena dia berpendapat jika mentor yang Lana ajukan pastinya akan bisa membimbing Lana sampai gadis itu berhasil masuk jurusan kedokteran. Sekarang mereka hanya perlu untuk membujuk Furi agar bersedia menjadi mentor mereka.

Lana menekan tombol dial di layar ponselnya yang menampilkan kontak Robi. Panggilannya membutuhkan waktu beberapa saat sebum akhirnya diterima oleh Robi. Sebelum bertanya yang macam-macam, Lana terlebih dahulu bertanya apakah saat itu Robi sedang sibuk dan ketika pemuda itu menjawab tidak, Lana pun merasa lega.

Dia kembali menanyakan perihal Furi yang tadi sore disampaikan oleh Robi tentang Furi yang merupakan seorang mahasiswa kedokteran, apakah itu benar atau hanya keisengan Robi saja.

Robi menjawab jika hal yang ia pertanyakan itu benar adanya. Furi adalah pemuda kebanggaan di kampungnya. Dia sering mengajari anak-anak di kampung yang memiliki keterbatasan ekonomi hingga tidak mampu  untuk sekolah dan tidak mengharap imbalan sama sekali karena seperti apa yang dicontohkan oleh orang tuanya dulu, mereka juga ringan tangan dan peduli terhadap kesusahan orang.

Sejak kecil Furi sudah diarahkan oleh kedua orang tuanya supaya bisa sukses menjadi seorang dokter agar bisa memberikan pengobatan gratis untuk orang-orang yang membutuhkan. Mereka melakukan banyak pekerjaan selain pekerjaan utama mereka agar bisa mendapat penghasilan tambahan demi biaya kuliah Furi karena meski berhasil masuk melalui jalur undangan khusus dan mendapat bea siswa, Furi tetap membutuhkan banyak biaya untuk membeli segala keperluan semasa kuliah juga untuk biaya praktik. Namun, impian itu terpaksa harus dikubur setelah kejadian nahas yang menimpa keluarga mereka empat tahun silam.

"Kalau benar begitu, bukankah Furi bisa mencari pekerjaan lebih layak? Aku yakin sekali dia bisa dengan mudah mendapat pekerjaan."

Lana bisa mendengar desah napas Robi yang keras dari seberang telepon. Pemuda itu diam selama beberapa saat sebelum akhirnya menjelaskan jika Furi sengaja ingin menjadi penjaga di Jurang Akhir karena di situlah kecelakaan orang tuanya terjadi.

Cinta Manusia Biasa (Tamat)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu