Bab 4

948 24 0
                                    

Suara ketukan di pintu membuatku menoleh. Aku dan Darren saling pandang sejenak, sebelum suara seseorang di luar membuat kami mengalihkan pandangan kembali ke daun pintu yang masih tertutup.

"Excuse me, Sir, dinner is ready," kata seorang pelayan dari luar pintu kamar.

"We come," sahut Darren dengan nada datar.

Tepat pukul tujuh malam, aku dan Darren digelandang ke arah ruang makan yang berada di sebelah kamar tempatku beristirahat. Yah, meskipun bersebelahan tentu saja jaraknya tidak hanya satu dua langkah. Seorang pelayan memandu kami kemudian mengarahkan kami untuk duduk di kursi yang disediakan.

Ruang makan yang luas itu masih sepi. Meja makan panjang dengan empat pasang kursi yang berhadapan serta satu kursi di masing-masing ujungnya itu hanya diisi oleh Kakek Darren, aku, dan Darren. Sedangkan kursi kosong yang tersisa masih banyak. Aku duduk di sebelah Darren, di bagian tengah meja. Sementara kakek berada di kursi paling ujung, laksana raja yang duduk di singgasana.

Berbagai hidangan tersaji di meja. Para pelayan lalu-lalang silih berganti sedari tadi. Tangan mereka penuh dengan piring-piring cantik berisi berbagai macam makanan. Salah satu di antara pelayan itu hendak menuangkan wine di gelasku, tetapi segera kucegah.

"Bolehkah saya meminta orange jus?" tanyaku lirih.

"Sure." Pelayan tadi mengangguk dan segera menuangkan orange jus di gelasku. Sementara pelayan lain menuangkan white wine di gelas Darren.

Sembari menunggu orang-orang lain hadir, kakek dan Darren sibuk berbincang tentang bisnis. Sedangkan aku hanya bisa diam sembari menunduk mendengarkan.

Sekitar lima belas menit menunggu, serombongan orang datang dari arah ruang tamu berbondong-bondong menuju ruang makan. Dua wanita dan tiga pria masuk ke ruang makan dipandu oleh seorang pelayan wanita dan dua bodyguard laki-laki berpakaian serba hitam berjalan di belakang.

Kakek lantas berdiri menyongsong kelima orang itu. Tangannya terentang menyambut tamu-tamunya dalam pelukan. Seorang lelaki paruh baya duduk di kursi samping kakek. Mereka terlihat begitu bahagia dengan pertemuan ini. Itu jelas terlihat dari senyuman lebar yang menghiasi wajah mereka sedari tadi.

"Selamat datang, silakan duduk." Kakek menyilakan setelah melepas pelukan dari tamu terakhir, seorang lelaki yang kutaksir seusia dengan Darren.

Lelaki itu mengambil tempat duduk di seberangku. Sepersekian detik pandangan kami bertemu. Matanya memicing, menatap penuh selidik ke arahku. Aku hanya mengangguk samar dengan raut wajah datar.

"Oh, iya, perkenalkan, dia Naomi Anderson." Kakek menunjukku yang tengah menunduk, sibuk dengan pikiranku sendiri.

Dengan tergagap aku mengangkat wajah. Kemudian menganggukkan kepala untuk menyapa mereka.

"Dia Tuan dan Nyonya Sanchez," ucap kakek sambil menunjuk pasangan paruh baya yang duduk di hadapan Darren. "Wanita itu, Elena Queenzie Sanchez," lanjutnya seraya mengalihkan tangan ke arah gadis cantik bergaun hitam yang duduk di sebelah ibunya.

"Itu Zach, Zaccaria Alessandro Smith. Sepupu Darren." Kakek menunjuk lelaki yang duduk di seberangku. "Sedangkan yang di sampingnya adalah kedua orang tuanya."

Usai memperkenalkan semua orang yang hadir, kakek menyuruh kami untuk duduk. Setelah semua duduk di tempat masing-masing, kakek mempersilakan kami untuk memulai makan malam.

Aku mengernyit. Bukankah seharusnya ada perbincangan terlebih dahulu? Namun, pertanyaan itu hanya berakhir dalam kepalaku, sedangkan tanganku mulai bergerak mengikuti orang-orang yang mulai meraih pisau dan garpu, lalu menyantap makanan di piring mereka masing-masing.

Mawar Merah Sang CEO Where stories live. Discover now