13

2.7K 366 218
                                    

Ini adalah weekend membosankan bagi Chavali. Tak ada rutinitas baru. Dia hanya di kamar, mendengarkan musik, dan membaca buku. Semua persiapan pernikahan sudah dilakukan hampir 80% dan lebih sering dilakukan tanpa Jarrvis yang sibuk dengan dunianya.

Chavali meletakkan bukunya, melirik kalender, lalu mengambil undangan pernikahannya. Undangan berwarna putih gading dengan aksen emas. Membukanya dan membaca nama yang tertera di undangan. Ada dua nama, dirinya dan Jarrvis.

Semua persiapan pernikahan ini hanya dia yang memilih dan memutuskan. Dari pakaian hingga undangan, Chavali yang memilih. Jarrvis menyerahkan semua padanya, seolah baginya, pernikahan ini hanyalah satu tahap yang tak akan mengubah apa pun. Seperti pemikirannya dulu, sebelum merasakan jatuh hati.

"Mas, menurutmu undangannya bagus yang mana?" tanya Chavali saat makan siang. Dia menunjukkan berbagai model melalui ponselnya.

"Kamu saja yang pilih," jawab Jarrvis yang hanya melirik sekilas.

"Mas nggak mau ikut milih?"

"Pilih yang kamu suka saja. Jangan sampai mimpimu nggak terwujud."

Chavali menarik lagi ponselnya, menggeser-geser layar tanpa minat lagi. Tadinya, dia bahkan tidak punya mimpi lagi. Tapi Jarrvis terlihat tidak antusias membuatnya menginginkan sesuatu, yaitu ketakhadirannya dalam persiapan pernikahan ini. Chavali pun merasakan kecewa, padahal seharusnya tidak boleh merasakan hal itu.

Lamunan Chavali buyar oleh suara ponselnya. Sebuah pesan masuk dan dia pun membukanya cepat, berharap itu dari Jarrvis.

Kafa

Sedang sibuk?

Nggak.

Aku di rumahmu. Bisa temui aku?

Di rumahku? Ngapain?

Bertemu Papamu. Tapi boleh kan bertemu anaknya juga?

Chavali segera keluar dari kamarnya dan mengintip ruang tamu. Benar, Kafa sedang berbicara dengan papanya dan terlihat seperti sudah mengenal lama.

Kafa

Sini, jangan cuma ngintip

Chavali tersenyum membaca pesan dari Kafa, lalu menampakkan dirinya. Kedua pria yang tengah mengobrol menoleh padanya.

"Ada apa?" tanya papanya.

"Hai," sapa Kafa.

Chavali nyengir, menatap Kafa.

"Ada apa Chavali?" tanya ulang papanya.

"Nggak, Pa."

"Kenalkan ini Kafa. Kafa, ini Chavali."

"Kami sudah saling kenal, Om."

"Baiklah, kalau begitu. Om tinggal, silakan kalian ngobrol. Obrolan kita sudah cukup, bukan?"

"Iya, Om. Makasih masukkannya."

Chavali berdiri canggung di hadapan Kafa ketika mereka sudah tinggal berdua. Perempuan itu menyadari satu hal yang selama ini dia pikirkan. Kafa yang dia kenal, sama dengan Kafa yang ingin dijodohkan dengannya.

"Kenapa cuma berdiri di situ? Apa ada yang aneh padaku?" tanya Kafa, lalu melihat dirinya sendiri. "Bukan karena kamu terpesona, kan?" sambung Kafa.

Kecanggungan itu nyata dirasakan Chavali. Dia tersenyum kaku, lalu duduk di hadapan tamunya. Rasa santai yang dia rasakan sebelum tahu soal Kafa, hilang begitu saja.

Office RomanceWhere stories live. Discover now