Bab 21

817 44 0
                                    

"Rumah Mira semalam mengalami kebakaran."

Edgar datang menemui Billy di meja kerjanya begitu ia tiba di kantor pagi ini. Jika bukan dengan Billy, Edgar tidak akan pernah menceritakan hal-hal yang menyangkut masalah pribadinya.

"Lantas? Bagaimana kondisi Mira?" Meskipun tahu Mira merupakan wanita idaman lain Edgar, Billy cukup khawatir mendengar kabar itu.

"Dia baik-baik saja. Untungnya kebakaran itu terjadi saat dia tidak ada di rumah."

"Oh. Syukurlah kalau begitu."

"Tapi, Bil."

"Uhm?"

"Apa kamu tidak curiga jika kebakaran itu di sengaja?"

Kening Billy langsung mengerut. Untuk apa ia memikirkan hal itu? Menurutnya kebakaran di ibukota sudah lumrah terjadi. Hampir setiap hari ada saja bangunan yang terbakar. Dan kini giliran Mira yang tertimpa nasib buruk.

"Maksudmu seseorang telah membakar rumah Mira?"

"Ya," angguk Edgar.

"Kenapa kamu tidak bertanya saja pada polisi?"

Edgar membuang napas jengah mendengar balasan Billy.

"Kamu masih ingat kan, beberapa hari lalu Mira mendapat teror? Seseorang telah dengan sengaja menaruh bangkai tikus di depan pintu rumahnya. Aku berpikir jika teror itu berkaitan dengan kebakaran semalam," ucap Edgar mengemukakan pendapatnya.

"Mungkin saja itu ulah dari orang yang ingin mengusir Mira. Bisa saja orang itu mengincar rumah, bukan Mira. Ya, kan?" Billy mengemukakan opini berbeda. "Sampai kapan kamu akan terus mengurusi Mira, Ed? Kalau kamu tidak berhenti sekarang, kamu tidak akan bisa melepaskan mereka berdua, baik Fiona atau Mira." Rasanya melelahkan memikirkan situasi Edgar. Akan tetapi, Billy hanya berusaha menyelematkan pernikahan Edgar dan Fiona. Sebelum semuanya terlambat dan menyisakan penyesalan berkepanjangan.

"Aku tahu," ucap Edgar lirih. Ada kalanya ia merasa lelah mesti terjebak di situasi ini. Tapi apa daya, Edgar tak kuasa mengakhirinya.

"Kalau kamu mengandalkan rasa iba, masih lebih banyak lagi wanita cantik yang menderita di luar sana. Kamu bisa membantu mereka dan menjadikan mereka simpanan kamu, Ed," ujar Billy hendak menyudutkan sahabatnya.

"Tolong jangan bicara seperti itu, Bil," pinta Edgar merasa tertusuk hatinya oleh ucapan Billy.

"Aku akan berhenti bicara setelah kamu menjauh dari wanita itu."

Edgar diam. Untuk saat ini ia jelas-jelas tak bisa meninggalkan Mira. Wanita itu masih butuh bantuannya. Setidaknya sampai Mira mendapatkan pekerjaan yang layak.

"Kenapa diam? Kamu tidak sampai hati melepaskannya?" sindir Billy pedas.

"Beri aku waktu."

"Berapa lama?"

"Aku tidak tahu... "

"Tidak tahu? Apa kamu menunggu sampai Fiona tahu kalau suami tercintanya berselingkuh?"

"Tidak, tidak. Bukan seperti itu." Sulit untuk menjelaskan situasinya pada Billy. Ia tidak akan memahami perasaan Edgar.

"Terserah kamu, Ed. Aku mau bekerja sekarang. Kamu juga harus pergi ke mejamu," ucap Billy menyudahi percakapan itu.

Edgar berlalu dari meja kerja Billy dengan pikiran kacau. Dan langkah gontainya sempat tersendat ketika ponsel milik Edgar bergetar. Seseorang telah menghubungi nomor kontak Edgar.

Pria itu menatap cukup lama pada sebaris nama Mira di atas layar ponselnya. Ia gamang antara menjawab panggilan itu atau tidak.

Ponsel itu berhenti bergetar setelah Edgar membiarkannya beberapa saat. Namun, sejurus kemudian benda itu kembali bergetar. Menyadarkan Edgar dari kebekuannya.

Kali ini bukan dari Mira, tapi Fiona.

"Halo?" Edgar masih berdiri di tempatnya ketika pria itu menjawab panggilan Fiona.

"Kamu tidak perlu mengantarku ke rumah sakit. Aku sudah membuat janji dengan seorang dokter. Dia akan kemari untuk memeriksa kondisiku. Kamu jangan khawatir."

"Suruh dokter itu meneleponku jika sudah selesai."

"Kamu tidak percaya padaku?"

"Bukan. Aku hanya ingin mendengar sendiri hasil pemeriksaannya," balas Edgar yang sebenarnya merasa takut jika Fiona sedang menyembunyikan sesuatu darinya.

"Ya, baiklah. Terserah kamu."

"Aku mencintaimu, Sayang," bisik Edgar yang tak dibalas dengan kalimat yang sama dari Fiona. Wanita itu justru menutup telepon, seakan tak mendengar ucapan Edgar.

Setelah menutup telepon, Edgar berjalan ke meja kerjanya. Pria itu baru saja duduk di kursi saat ponselnya bergetar.

Dari Mira:
Aku sudah menemukan rumah yang akan kusewa. Apa kamu bisa ke sini setelah pulang kerja?

Wanita itu kembali mengusik pendirian Edgar. Lagi-lagi ia menambah kekacauan dalam benak pria itu. Apakah Edgar akan menyanggupinya?

***

MY DANGEROUS WIFEWhere stories live. Discover now