PROLOG : THE ART

472 58 23
                                    

Jika hari ibu dirayakan pada tanggal 22 Desember dan dikenal sebagai hari ibu sedunia, maka berbeda dengan hari ayah yang dirayakan dua kali. Hari ayah nasional yang dirayakan setiap tanggal 12 November dan hari ayah sedunia yang dirayakan setiap tanggal 5 Juni.

Biasanya, di Indonesia sendiri lebih utama merayakan hari ayah nasional. Perayaan hari ayah tersebut juga masuk ke kegiatan anak-anak sekolah.

"Apa arti ayah bagi kalian semua?"

Pada tanggal 12 November, ketika usiaku tujuh tahun, bu guru bertanya kepada kami di kelas tentang arti ayah.

Kemudian aku yang duduk di barisan paling depan pun terhanyut dalam lamunan yang sangat panjang. Lamunan yang membawaku pada ingatan-ingatan masa lalu. Dalam lamunan yang kosong itu muncul sosok pria dewasa yang aku panggil ayah.

Ayah bagiku?

Bagiku, ayah adalah seseorang yang sangat penting setelah ibu. Seseorang yang sangat berharga, yang sangat aku sayangi, dan juga aku hormati.

Aku tumbuh besar melihat ayah yang sangat keren. Tubuhnya yang besar dan wajahnya yang sangat indah. Saking indahnya mampu menarik perhatian orang di sekitar. Namun ayahku hanya jatuh cinta kepada ibu.

Ayah memang tidak banyak bicara dan selalu nampak tenang. Namun ayah akan menjawab apa pun yang dibicarakan oleh kami, keluarganya.

Ayah menyukai pekerjaannya. Mungkin karena itu ayah selalu telat pulang ke rumah dan kadang kala tidak pulang. Meskipun begitu, setiap kali ayah ada di rumah, ayah akan menghabiskan waktunya bersama kami.

Momen yang paling berkesan dan aku sukai tentang ayah adalah ketika kami kamping di halaman depan rumah. Mendirikan tenda dan membuat api unggun. Lalu ayah memanggang daging bersama ibu. Setelah itu ayah bermain gitar dan ibu bernyanyi.

Aku memiliki banyak alasan untuk mengagumi ayah. Salah satunya karena ayah sangat berbakat dalam melukis sekalipun itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan pekerjaan ayah. Setiap kali ada waktu luang, ayah akan berdiam diri di ruangan khusus yang kami sebut galeri. Di ruang galeri tersebut ayah akan duduk di depan kanvas putih besar. Sebelum menggerakkan tangan untuk melukiskan sesuatu, ayah akan lebih dulu melamun selama beberapa jam. Memandangi kanvas putih dengan tatapan kosong.

Ayah memang pendiam dan tak banyak bicara, tetapi ayah selalu tersenyum lembut kepada kami. Itu mengapa ketika ayah sedang fokus dengan kanvasnya tanpa ekspresi apa pun, aku merasa asing tak mengenali sosok ayah. Seolah ayah yang selalu tersenyum lembut dan ayah yang sedang menatap kanvas adalah dua orang yang berbeda.

"Kenapa Ayah selalu melamun berjam-jam sebelum melukis dan bahkan kadang sekalipun sudah melamun berjam-jam, Ayah tidak melukis apa pun?"

Aku selalu antusias melihat ayah melukis. Sebab hasil lukisan ayah selalu indah walaupun bentuknya abstrak tak begitu aku mengerti. Namun bukankah seni lukis tidak perlu dipahami lewat kata-kata, melainkan bisa dirasakan lewat hati, mendatangkan sebuah perasaan ketika memandangnya?

Oleh karena itu aku rela ikut terdiam selama berjam-jam demi bisa melihat hasil lukisan ayah. Namun kala itu aku tidak tahan untuk terdiam dan berakhir melontarkan pertanyaan. Untung saja ayah tidak terlihat keberatan atau terganggu oleh pertanyaanku. Bahkan ayah tersenyum lembut kepadaku, seperti biasanya.

"Kakak, lukisan yang indah adalah lukisan yang sekalipun tidak berbentuk jelas gambarnya. Namun dapat dimengerti oleh hati karena mendatangkan suatu perasaan ketika menatapnya." Ayah menyentuh kepalaku lembut, mengusapnya berulangkali.

"Karena itu, Kak, para pelukis harus melukis dengan hati. Menumpahkan segala perasaannya ke dalam kanvas putih. Supaya lukisannya dapat dipahami lewat hati oleh mereka yang melihatnya. Tidak bisa asal melukis di atas kanvas putih," lanjut ayah menjawab. Tangan besarnya sudah tidak lagi mengelus kepalaku. Melainkan mengambil kuas dan memegang kuas kering tersebut.

Hetairoi : The King of Imperium School Where stories live. Discover now