number thirty nine

13.5K 1.1K 80
                                    

Aku memutuskan ending di wattpad, buat yg follow ig aku dan lihat story aku beberapa hari yang lalu pasti paham. Jadi jangan lupa komen komen

****

Varro menatap pemandangan luar dari dalam mobil. Cowok itu barus saja tiba di bandung setelah menempuh jarak beberapa jam. Varro melamun memikirkan mimpinya yang sangat ia harapkan itu sebuah petunjuk, bukan bunga tidur seperti pada umumnya.

"Varro, kita nginap di rumah lama buyut kamu ya, tenang rumahnya masih terawat kok di jamin gak ada horor-horor nya dan kebetulan rumah buyut kamu lumayan dekat dengan danau yang kamu kunjungi" ucap Raisa membuyarkan lamunan Varro.

Varro mengangguk, "iya Bun, lagian Varro nggak takut".

"Varro, ayah cuma mau bilang . Seandainya mimpi kamu itu hanya bunga tidur, kamu harus bisa ikhlas ya, berarti kamu sama Nora beda dunia, bukannya dia bilang kita itu di dalam novel".

Varro terdiam, "Varro coba".

Coba? Bagaimana ia mengikhlaskan perempuan yang sangat ia cintai setelah bundanya? Bagaimana ia melepaskan perempuan yang membuat hidup nya jauh lebih bewarna, tidak begitu-begitu saja sebagai mafia. Varro jauh lebih hidup seperti manusia normal saat bertemu Nora. Gadis yang berhasil mencairkan hatinya yang membeku akan cinta.

Tidak lama kemudian, mereka tiba di sebuah rumah dengan desain bangunan lama yang emang sudah tua. Kedua orang tuanya sudah turun, Varro mengambil tasnya dan ikut keluar dari mobil. Mereka di sambut hangat, oleh tukang kebun, serta pembantu yang menjaga rumah tersebut.

Varro memperhatikan sekitar dengan wajah datarnya, selama kehilangan gadisnya, ia jarang tersenyum. Bahkan sama kedua orang tuanya juga seperti itu.

"Varro, ayo masuk. Kamu istirahat dulu, kalo badannya udah gak capek baru kamu ke danau itu" ucap Raisa.

Varro mengangguk, "iya bunda".

***
Varro masuk ke dalam kamar yang akan ia tempati untuk beberapa hari kedepan. Tiba-tiba ia teringat saat dimana Alora menghembuskan napasnya terakhirnya, dimana Nora yang berpamitan. Hari itu, adalah hari yang Varro benci dan tidak pernah ia bayangkan.

Meluapkan kekesalannya dengan cara menyiksa keluarga Alora secara brutal. Pada saat itu amarahnya di ujung kepala bersamaan dengan kecewa dan sedih yang menjadi satu yang membuat emosi Varro tidak terkontrol, sampai Jhony yang ikut memantau langsung ikut serta menenangkan Varro.

Flashback on

"TENANG VARRO! INGET ALORA INGIN MEREKA DI SIKSA SECARA PERLAHAN BUKAN SEPERTI INI!" bentak Jhony.

Berusaha menahan tubuh Varro yang memberontak, di bantu oleh Marvel, Galen, Arzhel dan Nolan. Namun mereka berlima tetap kesulitan, beginilah seorang Varro ketika tidak terkontrol sama sekali.

"KENAPA HARUS PERLAHAN, MANUSIA SEPERTI MEREKA SEHARUSNYA MATI!"

Thalita terus menangis di samping tubuh kembarannya yang sudah tidak berdaya. Thalita sudah tidak tahan dengan kegaduhan yang di buat oleh Varro.

"CUKUP!! SEBAIKNYA KITA URUS ALORA VARRO!" Teriak Thalita membuat Varro menjadi diam.

"Bener kata Thalita Var" ucap Marvel.

Varro langsung menghampiri Alora yang sudah tidak bernyawa dengan darah yang sudah melumuri badan dan lantai.

****
Beberapa hari setelah pemakaman, Varro kembali ke bangunan Geama Cearcall yang di dalamnya masih ada beberapa korban yang terus di siksa. Dengan wajah datarnya Varro memasuki ruangan Gerald terlebih dahulu.

Dengan kaki yang pincang, badan penuh luka-luka Gerald menghampiri Varro. Gerald menjatuhkan tubuhnya di hadapan Varro karena sudah tidak kuat untuk berdiri.

GEAMA CEARCALL [transmigrasi]Where stories live. Discover now