Prolog

172K 9.5K 219
                                    

-Prolog-

Pontianak, 2009

"Memang masih membutuhkan beberapa kali pemeriksaan lagi, tapi..."

"Tapi apa, Dok?" tanyaku gemetar.

"Saya masih curiganya kesitu," jelas beliau menunjukkan status pasien yang tertulis namaku di atasnya. Aku mengeja perlahan tulisan dengan huruf tegak bersambung itu.

"Suspect En...," aku menghentikan kata yang hampir saja terlontar dari bibirku. "Argh! Kenapa harus begini?" rintihku pelan.

"Tenang, La. Tenang. Baru suspect ini lho," ulang beliau meredam kekalutanku.

Usaha yang sia-sia bagiku, karena aku sendiri pun mengerti banyak tentang makna suspect yang dikeluarkan oleh seorang dokter pemeriksa.

"Dok, sedikit banyak ini bakal mempengaruhi ehm...kemampuan untuk...ehm, kan?" tanyaku meneguhkan hati. Bahkan aku sendiri tak sanggup mengucapkan selantang mungkin ketakutanku.

Beliau memilih untuk tersenyum arif dan tidak menjawab.

-oo0oo-

Jakarta, 2014

"Al...woy! Astaga budek ya lo!" Kurasakan tepukan di punggung, yang akhirnya membuatku menoleh ke belakang.

"Hah? Gue nggak denger," jawabku. Suara musik yang dimainkan DJ entah siapa masih mendominasi indra pendengaranku.

"Lo mau ikutan 'pesta' atau pulang?" tanyanya lagi.

"Lo kan selalu tau jawaban gue," balasku.

"Hmm...siapa tau lo berubah pikiran," ujarnya berteriak tepat di kupingku. "Soalnya cewek yang tadi nempelin lo cantik bet!"

"Hahaha...cewek?" Aku membuang muka. Kemudian keluar dari tempat yang hiruk pikuknya membuat kepalaku pening dan telingaku berdenging.

"Buat gue, cewek begitu hanya buat ngabisin waktu...," gumamku seorang diri, setelah keluar dari tempat favorit teman-temanku untuk menghabiskan waktu senggang mereka di malam minggu. "Paling jauh, cuma untuk diraba. Bukan untuk dikasi cinta."

Note:

Here, my first story, Aldebaran Bachtiar dan Kalila Abyrianti.

Yang mau baca lagi silakan, yang nge-skip juga nggak dilarang.

Beautiful Mining ExpertWhere stories live. Discover now