Lemon by Keichain

97 3 0
                                    

Sudah hampir dua tahun Rahmi tidak pulang ke rumah orang tuanya semenjak ia menikah dengan Rendi. Awalnya mereka sudah bersahabat lama—sekitar 8 tahun—yang kemudian ujug-ujug langsung buka terop di depan rumah. Uhm, ya, pesta pernikahannya tidak diadakan di depan rumah seperti itu, hanya ungkapan saja. Sebenarnya banyak pihak yang terkejut atas berita ini. Siapa yang tidak kaget kalau sahabat dekat yang mereka kenal yang juga tidak pernah terlihat seperti sepasang kekasih itu mendadak menyebar undangan pernikahan mereka?

Dan setelah dua tahun Rahmi pindah rumah bersama suaminya, ia kembali juga ke rumah orang tuanya. Katanya sih diminta untuk menjaga Natra, adik laki-laki Rahmi, karena kedua orang tuanya sedang pergi melancong ke negara sebelah. Bulan madu yang kesekian, begitu. Awalnya Natra sudah menolak, karena ia sudah tergolong dewasa dan sudah bisa tinggal di rumah sendirian. Meski tak bisa Natra pungkiri kalau malam ia pasti akan merasa takut jika ada di rumah yang tak bisa dibilang kecil dan sederhana itu sendirian. Dan dengan segala keterpaksaan, ia membiarkan kakak dan kakak iparnya menginap di rumah untuk beberapa hari ke depan.

Natra hanyalah seorang mahasiswa tingkat akhir di sebuah universitas swasta di Jakarta, jurusan komunikasi. Kebetulan hari ini jadwalnya ke kampus adalah lewat jam 2 siang. Meski ia masih punya banyak waktu senggang—terlepas dari tanggungan skripsi yang harus ia kerjakan—Natra tidak ingin ada di rumah, setidaknya sampai ia akan berangkat ke kampus nanti. Tidak enak mengganggu pasangan suami istri di rumah, sekalipun itu adalah rumahnya. Bukan hal lucu jika ketika Natra keluar kamar dan mendapati dua orang sedang bermesraan di sofa di ruang tengah.

Makanya, setelah mengatakan tidak usah dibuatkan sarapan oleh kakaknya, Natra langsung melesat ke sebuah cafe untuk ngopi dan 'menyelamatkan diri'. Dengan membawa laptop, Natra sudah duduk tenang di kursinya. Wifi menyala, tak lama, Natra sudah asik dengan dunia maya.

Setelah lelah dengan dunia maya, Natra memutuskan untuk kembali. Yang sayangnya ia kira waktu sudah berlalu lebih dari lima jam, ternyata hanya berlalu sekitar 3 jam, dan jadwal keberangkatannya ke kampus masih lama. Dengan berat hati, ia putuskan untuk pulang saja dan bersantai di rumah sambil bermain dengan Lemon. Menghela napas, Natra duduk di kursi kemudi dan berdoa sebelum ia menginjak pedal gas. Berdoa supaya ketika ia pulang nanti, ia tidak akan menemukan pasangan suami-istri sedang mengumbar kemesraan di depan matanya.

#

Doanya terkabul. Natra tiba dan masuk ke dalam rumah, dan ia tidak melihat siapa pun di sana. Mungkin kedua kakaknya itu masih sibuk dengan urusannya sendiri. Tak ingin berlama-lama, Natra segera mandi dan mengganti bajunya. Meski jadwal kuliahnya masih lama, ia berpikir tidak ada salahnya berangkat ke kampus lebih awal daripada jadi obat nyamuk di rumah sendiri.

Hanya seja, ketenangan ia kira, tak berjalan lama. Ketika membuka pintu kamar, ia melihat kakaknya berdiri tak jauh darinya. Sadar akan keberadaan Natra, Rahmi menoleh dan segera menghampiri adiknya dengan langkah yang sedikit dihentakkan.

"Nat, itu kucing lo ngambil dari mana, sih? Kok nyebelin gitu," sergah Rahmi sambil mengusap tangannya yang perih. Terlihat bekas cakaran berwarna kemerahan. Di beberapa bagian, terlihat buliran darah yang keluar dari kulit yang tergores.

Natra bengong karena mendadak dapat omelan ketika baru saja membuka pintu kamar. Baru kemudian ia tersenyum geli dan tertawa pelan. Benar juga, Natra memungut Lemon—kucingnya—tak berapa lama setelah kakaknya menikah dan sudah pindah rumah bersama suaminya. Makanya Rahmi tidak tahu bagaimana tingkah kucingnya.

Tanpa menjawab pertanyaan kakaknya, Natra melangkah ke ruang tengah dan menggendong Lemon yang sedang duduk tak jauh dari tempatnya berdiri, lalu dibawanya duduk di sofa. Rahmi yang agak merengut karena pertanyaannya tidak dijawab, akhirnya mengikuti Natra dan duduk di sebelahnya. Matanya tak lepas dari Lemon. Ia terus mengawasi.

"Kak Rendi mana?" tanya Natra yang malah mengalihkan pembicaraan.

"Mandi," balas Rahmi ketus. Natra nyengir. "Itu tadi pertanyaan gue belum lo jawab."

"Hahaha. Lemon ini gue mungut di jalan deket kampus," jawab Natra akhirnya. Tapi Rahmi kini mengernyitkan dahi mendengar nama kucing adiknya. Lemon. Nama yang aneh untuk seekor kucing. Apalagi warna bulu kucing itu adalah putih dan coklat mocca. Warna matanya pun abu-abu. Darimana Natra bisa memberinya nama Lemon?

"Mungut?"

"Iya. Waktu itu masih kecil. Kurus dan dekil banget. Jalannya sempoyongan, udah kaya mau pingsan gara-gara kurang makan," jelas Natra. Tangannya sembari mengusap kepala Lemon yang kini duduk anteng di pangkuannya. Sesekali mengeong, lalu Natra memindahkan tangannya untuk menggaruk belakang telinganya.

"Kucing dekil? Kenapa bisa mendadak lo bawa pulang? Mama ga teriak-teriak lihat kucing yang lo bawa?" Rahmi masih mengusap tangannya yang perih. Pandangannya matanya kembali lagi pada Lemon setelah menatap adiknya ketika bicara tadi. Dalam hati agak dendam juga, karena Lemon masih bertingkah manis ketika Natra mengusap kepalanya.

"Teriak-teriak lah. Disuruh buang aja, tapi gue ogah. Habis mama bilang gitu, gue langsung pergi ke pet shop. Minta kucingnya dimandiin sekalian dirawat dulu biar sehat. Jadi gue inepin di pet shop sekitar 4 hari, trus gue bawa pulang. Baru mama bisa nerima kalo kucingnya udah bersih dan ga kaya kucing hampir mati saking kurusnya."

Rahmi sesekali mengangguk ketika mendengar cerita adiknya. Pandangannya masih lekat pada Lemon yang kini mulai menaikkan sebelah kakinya untuk memukul tangan Natra yang masih mengelus kepalanya. Dalam hati ia teriak 'Nah! Nah!', menunggu kucing itu menyakar tangan Natra, supaya adiknya tahu kalau kucingnya nakal.

Sadar akan Lemon yang sudah 'ogah', Natra menghentikan usapannya. Membiarkan Lemon yang kini asik jilat-jilat bulu, meski kucing itu masih ada di atas pangkuan Natra. Rahmi melengos. Tentu saja, harusnya Natra sudah hapal tingkah kucingnya, jadinya ia tidak perlu kena cakar setiap kali mengelus bulunya. Hanya saja, Rahmi tidak tahu berapa usia kucing peliharaan Natra, karena ukuran tubuh Lemon yang tergolong kecil untuk ukuran kucing dewasa.

"Emang kenapa lo mendadak mungut dia?"

"Hm ... mungkin karena gue ngelihat sorot mata sama tingkah Lemon ini mirip sama seseorang." Mendadak Natra ingin mengajak Lemon bermain. Tapi apa daya catnip ada di tempat yang jauh dari tempatnya duduk, dan ia malas untuk mengambilnya. Tapi dari ekor matanya, ia menangkap gestur sang kakak yang agaknya ingin coba menyentuh Lemon lagi, tapi takut kena cakar untuk yang kedua kali.

"Pegang aja. Nggak akan nyakar. Cuma emang Lemon ga betah kalau dielus lama-lama," sahutnya seraya tersenyum geli. Sempat ia dapat pelototan dari Rahmi, tapi ujung-ujungnya juga Rahmi menjulurkan tangan untuk mengusap Lemon lagi.

"Gerakannya jangan ragu-ragu gitu. Nanti malah dicakar. Langsung aja." Tanpa persetujuan, Natra memegang lengan kakaknya dan langsung diarahkan ke atas kepala Lemon. Sempat Rahmi berteriak karena kaget, sementara Natra hanya tertawa.

"Dan gue masih ga paham apa korelasi antara lo ngasih nama dia Lemon, sementara ga ada yang mirip lemon. Bulet, nggak. Lonjong, enggak. Kuning juga enggak. Dan yang lo maksud mirip seseorang itu ... Sisi?"

Merasa kena tepat sasaran, Natra nyengir hambar. Rasanya ia bisa mendengar bunyi 'jleb' di dadanya. Rahmi yang sadar, hanya membentuh huruf 'O' di bibirnya dan menggut-manggut.

"Ya kaya lemon. Soalnya dilihat aja menarik, kaya kucing manis gitu. Taunya setelah dipegang, kena cakar, 'kan?" Natra masih nyengir, Rahmi mendengus. "Ya udah, titip Lemon bentar. Gue mau berangkat ke kampus."

Rahmi hanya bisa diam, tapi ketar-ketir takut dicakar lagi ketika Natra memindahkan Lemon ke pangkuannya. "Eh, nanti pulang jam berapa? Makan malam di rumah, 'kan?"

"Pulang agak malam, kayaknya. Tadi Sisi SMS minta dianterin pulang, katanya agak males naik kereta. Makan malamnya bikinin buat gue juga. Habis nganter Sisi, langsung pulang, kok." Rahmi mengangguk mengerti, lalu memberikan jempolnya untuk Natra.

"Berangkat dulu, Kak. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Salam buat Sisi, ya! Sampein biar jangan masukin adik gue ke daftar friendzonenya!"

"Apaan sih lo!" Natra teriak dari dalam mobilnya, Rahmi cekikikan dari dalam, kemudian kaget karena Lemon yang ada di pangkuannya mendadak meregangkan badan dan memunculkan cakarnya.

[Chain Fiction Project] MeetingsWhere stories live. Discover now