Potret

292 31 65
                                    

Sorakan dari para murid di pinggir lapangan dan di koridor lantai dua maupun tiga terdengar riuh di gedung sekolah SMA Angkasa. Pantulan dari bola berwarna jingga dengan garis hitam, disertai suara decit sepatu yang beradu dengan lantai lapangan juga menambah kebisingan di sana. Cuaca yang cukup terik dengan keringat yang sudah membasahi baju, tidak menurunkan semangat para pemain untuk menggiring dan memasukkan bola ke dalam keranjang lawan masing-masing.

Di antara para siswi yang berdiri di pinggir lapangan sambil meneriakkan kata-kata penyemangat untuk idola mereka, terlihat seorang cewek dengan rambut hitam kelam yang dikuncir membentuk ekor kuda di belakang kepalanya, poninya dibiarkan tergerai rapi di sisi kiri wajahnya yang sesekali ujungnya diselipkan ke belakang telinga saat pandangannya tertutupi. Ia bersyukur tinggi badannya melebihi siswi-siswi di depannya, jadi ia tidak perlu merasa terhalangi meskipun ia berdiri di belakang.

Kamera DSLR selalu tergantung di lehernya, tak terkecuali saat ini. Ia tidak mungkin melewatkan saat-saat seseorang yang selalu menjadi objek fotonya sedang bersimbah keringat seraya menggiring bola melewati lawannya, atau teriakan gembira ketika bola yang dilemparnya tepat masuk ke dalam keranjang, atau momen-momen indah lainnya yang tidak ingin ia lewatkan saat objek fotonya itu sedang bermain di lapangan.

Syila mengarahkan kameranya ketika ia melihat sosok itu menggiring bola ke dekat keranjang dan tepat ketika cowok itu meloncat untuk memasukkan bola ke dalam keranjang, ia berhasil mengabadikan momen tersebut. Syila tersenyum melihat hasil fotonya sesuai harapan, senyumnya semakin lebar saat menatap objek yang baru saja dipotretnya itu bersorak, karena berhasil menambah angka sekaligus membuat timnya memenangkan pertandingan kali ini.

Teriakan dan tepuk tangan para penonton yang semakin riuh mengakhiri pertandingan kali ini yang dimenangkan oleh tim dari kelas XII. Meskipun begitu, tim dari kelas XI tidak terlalu bersedih, karena ini hanya pertandingan persahabatan biasa saja. Para murid yang tadi ikut menyaksikan pertandingan mulai membubarkan diri, walau beberapa siswi masih ada yang enggan meninggalkan tempatnya, hanya untuk melihat sosok yang mereka idolakan, termasuk Syila.

Syila kembali membidik kameranya untuk mengabadikan momen saat cowok itu sedang minum, tetapi tepukan di bahunya mengagetkannya.

"Sa! Ahelah, burem, kan jadinya!" sungut Syila saat melihat foto yang baru diambilnya tadi, jadi terlihat tidak jelas.

"Sori...," kata Raisa—gadis yang menepuk bahu Syila tadi—disela tawanya. "Ke kantin, yuk! Laper, nih, haus juga. Jam istirahat masih 15 menit, kok."

Meskipun kesal, Syila tetap mengekori sahabatnya ke kantin, karena ia sendiri juga merasa haus. Syila lebih dulu duduk di bangku yang selalu ia duduki ketika berada di kantin, sambil menunggu Raisa memesankan minumnya.

"Udah hampir 3 tahun, masih aja suka motoin doi." Raisa meletakkan jus alpukat di hadapan Syila seraya memperhatikan sahabatnya yang sedang fokus pada kamera di tangannya.

"Yaudah, sih, biarin, gue nggak ganggu lo ini."

Raisa mendengus jengkel. "Dari kelas sepuluh sampe sekarang kelas dua belas, gue udah tiga kali ganti cowok. Nah, elo jomlo mulu, gebetan juga itu-itu aja."

Syila mendelik. "Ya, lo, kan emang playgirl. Gue, mah setia."

"Jangan ngaku setia, kalau status masih gebetan."

"Kurang ajar!" Syila melemparkan beberapa buah tusuk gigi ke arah Raisa

Raisa terbahak, seraya menghindar dari lemparan tusuk gigi.

"Lo emangnya, nggak mau nembak dia duluan gitu?" tanya Raisa, setelah memastikan tidak ada lemparan tusuk gigi lagi.

"Hah? Ya enggak, lah. Malu kali."

POTRETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang