Chapter 44

1.9K 176 26
                                    

"Sometimes you will never know the true value of a moment until it becomes a memory."

***

"Nggak. Nggak mungkin."

Kedua mata gadis yang sedang terbaring di atas kasur biru bergambar Doraemon kesayangannya itu masih terpejam. Namun mulutnya tak henti-hentinya meracau.

"Nggak mungkin!"

Aura sontak membuka matanya lebar. Napasnya memburu cepat tak beraturan. Bertetes-tetes keringat meluncur bebas di sekitar wajahnya.

Perempuan berpiyama Doraemon itu melirik keadaan sekitarnya.

Sebuah kamar.

Tempat yang sejak dulu mampu membuatnya terasa nyaman berada di sana. Tempat dimana ia mengeluarkan keluh kesahnya. Tempat yang jauh berbeda dari ruangan yang ia lihat beberapa detik yang lalu sebelum ia terbangun dari tidurnya.

Aura menghela napasnya lega. "Cuman mimpi. Astaga, semuanya cuman mimpi, Ra."

Aura melirik jam yang terletak di dinding kamarnya.

06.30.

Dengan gerakan cepat, Aura berjalan menuju kamar mandi. Ia berniat untuk membasuh wajahnya yang penuh akan keringat itu.

Tanpa berniat untuk mengganti pakaiannya, Aura berjalan keluar kamar dengan tergesa-gesa. Ia tidak perduli apakah ini hari sekolah atau tidak. Yang ia pikirkan hanya satu.

Zaro.

Aura menyambar jaket hijau lumut yang tergantung di balik pintu dan segera memakainya. Tak lupa juga ia mengambil kunci motornya yang berada di atas nakas.

"Eh, neng Aura mau kemana? Nggak sekolah, neng? Kok buru-buru gitu?" Ucap si mbok heboh melihat kelakuan panik Aura di pagi ini.

"Aku mau ke rumah sakit. Mbok tolong telpon Fira, bilang izinin aku ya. Makasih, mbok!"

Si mbok mengangguk patuh. "Iya si mbok nanti hubungin neng Fira. Hati-hati, neng Aura!"

Aura menjalankan motor birunya dengan rasa gelisah yang melanda di hatinya. Jantungnya kini berdegup cepat tak karuan. Ia takut. Takut kalau mimpi buruknya itu akan menjadi kenyataan.

Nggak boleh. Kak Bintang ga boleh pergi.

Setelah lampu lalu lintas di depannya berubah warna menjadi hijau, Aura segera menjalankan kembali motor vespanya itu dengan cepat.

Tak perlu menunggu waktu lama, motor biru Aura sudah sampai di halaman parkir rumah sakit dimana Zaro dirawat. Dengan langkah yang tergesa-gesa, Aura berjalan menuju ruang inap Zaro.

Buk.

"Maaf," ucap Aura pada seorang wanita paruh baya yang beberapa detik lalu ia tabrak.

"Hati-hati kali mbak kalau jalan."

Aura tak menggubris perkataan wanita itu dan malah berlari kencang menuju ruangan dimana Zaro dirawat. Tak terasa air matanya kini sudah jatuh mengalir di kedua pipinya.

Ia tak akan siap jika Zaro pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya. Yang ia mau, Zaro berada di sampingnya. Menemaninya sampai ia tua nanti. Karena sekarang, hanya Zaro lah seseorang yang sangat berarti untuknya.

Aura tidak mau, lelaki yang ia sayangi tertimpa hal buruk.

Aura berhenti berlari setelah ia sampai di depan pintu ruang inap Zaro. Ia mengatur napasnya sebentar dan segera mendobrak pintu itu.

MemoriesTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon