Part 1

49 1 0
                                    

Semua ini berawal kebohongan kecilku.

Berawal dari kedatangan Mi Ho, kakak perempuanku satu-satunya yang mendadak berkunjung ke apartemen. Dia mengganggu tidur nyenyakku karena kedatangannya pada pagi buta. Merusak mimpi indahku saat asyik kencan dengan Song Jong Ki. Aku terbangun karena ponsel yang tak henti-hentinya berdering di meja samping tempat tidur. Begitu telepon itu kuangkat, suara teriakan Mi Ho yang cempreng menggantikan suara merdu Song Jong Ki. Mendengar suara cempreng itu, mataku langsung terbuka lebar. Kantukku menguap lenyap. Cepat, kuseret kaki menuju pintu untuk membuka pintu untuknya.

Ada satu hal yang biasanya membuat Mi Ho datang. Dia akan bercerita—tepatnya pemer— tentang pacar barunya. Kali ini aku penasaran siapa pria sial eh maksudku beruntung yang berhasil mendapatkan Mi Ho.

"Jadi, siapa pria ini?" tanyaku padanya tanpa basa-basi.

"Bukankah aku sudah memberitahumu kalau aku sedang dekat dengan seseorang beberapa waktu yang lalu?"

Aku mencoba mengingat-ingat pria mana yang di maksud Mi Ho. Terlalu banyak pria dalam kehidupan Mi Ho membuatku sulit menentukan salah seorang di antaranya.

"Gebetan barumu yang pengacara itu? Kalau tidak salah namanya Jae Kwon?"

Mi Ho merengut. "Bukan. Jae Kwon itu nama mantanku yang sama-sama model. Sedangkan pengacara itu bernama Jae Min."

"Jadi kau sudah jadian dengan Jae Min?"

Mi Ho menggeleng. "Kau tahu mall Artemis?"

Aku hanya mengangguk. Meskipun masih bertanya-tanya apa hubungan salah satu mall terbesar di Seol itu dengan pacar baru Mi Ho.

"Dia anak pemilik mall Artemis sekaligus CEO mall itu. Namanya Kim Hyun Jae. Aku nggak jadi dekat sama Jae Min karena udah keburu ditembak Hyun Jae."

Aku menghela napas. Jae Kwon, Jae Min dan Hyun Jae. Terlalu banyak pria yang bernama 'Jae' dalam kehidupan Mi Ho. Lagi pula, aku memang tak punya bakat dalam menghafal nama orang.

"Kau lihat ini, Ji Ae?" Mi Ho memperlihatkan sebuah tas kepadaku. Masih mengkilat. Mungkin baru dibelinya. Dan yang pasti barang branded. Seorang Mi Ho tak akan pernah mau memakai barang-barang murah. "Hermes birkin model baru. Hyun Jae membelikannya untukku." Senyum lebar diiringi tawa riang terhias di wajahnya.

Sudah menjadi kebiasaan Mi Ho saat menilai pacarnya bukan tentang seberapa besar dia cinta dan tergila-gila padanya, tetapi sebarapa banyak aset yang di milikinya, seberapa tinggi jabatannya dan yang paling penting, seberapa mampu dia membelikan barang-barang dengan harga selangit yang Mi Ho inginkan.

Mi Ho bercerita pertemuannya dengan Hyun Jae. Mereka bertemu saat Mi Ho menjadi model di acara fashion show yang di selenggarakan di mall Artemis. Hyun Jae yang tertarik dengan kecantikan dan keanggunan Mi Ho meminta nomor ponselnya kemudian mendekatinya. Mereka kencan beberapa kali. Dan jadian di salah satu restoran paling mahal di Seoul.

"Hyun Jae beda sekali dengan Jae Kwon. Dia itu loyal, sanggup membelikan apapun yang kuinginkan. Dia juga perhatian dan tahu mana barang branded dan tidak. Selain itu, dia juga romantis. Selalu membawaku ke restoran-restoran mahal."

Entah mengapa, rasanya aku pernah mendengar hal serupa keluar dari mulut Mi Ho. Dulu saat Mi Ho awal-awal jadian dengan Jae Kwon, Mi Ho juga sempat memuji-mujinya. Jae Kwon yang ganteng, punya senyum lucu dan selalu membawakannya bunga tiap mereka ketemu. Mi Ho juga sempat membandingkan Jae Kwon dengan mantannya yang bernama— Entahlah aku lupa nama mantan sebelumnya. Pokoknya sebelum Mi Ho jadian dengan Hyun Jae, Jae Kwon teramat sempurna di mata Mi Ho. Tetapi saat Mi Ho menemukan pria yang dapat memenuhi segala jiwa sosialitanya, Jae Kwon di mata Mi Ho berubah cacat.

"Lalu bagaimana hubunganmu dengan Tae Seok? Apa ada kemajuan?"

Aku tersenyum masam. Mi Ho menanyakan pertanyaan yang paling kuhindari. Kehidupan percintaanku tak pernah seberuntung Mi Ho. "Baik."

"Pasti buruk banget, yah. Lo udah suka padanya hampir setahun lebih tapi sampai sekarang belum ada kemajuan," kata Mi Ho. Ada nada mengejek terdengar dari ucapannya. Kudiamkan saja sampai dia puas berbicara. Memberitahu kehidupan percintaanku padanya adalah kesalahan terbesar yang pernah kulakukan.

"Seleramu terlalu tinggi sih, Ji Ae."

Aku menoleh ke arahnya. Sedikit tersinggung dengan apa yang dia ucapkan. "Apa maksudmu?"

"Ya, kau tahu sendiri Park Tae Seok seperti apa. Dia itu pengusaha online shop terkenal, model, fashionista dan juga ulzzang, salah satu cowok yang berwajah cantik. Banyak cewek yang antri untuk dapetin dia. Ditambah lagi, dia pintar menggambar. Menhwa (komik korea) buatan dia menjadi salah satu yang terpopuler di korea."

Aku tahu apa yang dimaksud Mi Ho. Aku cuma seorang ilustrator tak keren. Hanya asisten komikusnya dengan keahlian menggambar pas-pasan. Aku dan Tae Seok itu bagai pungguk merindukan bulan. Aku menyadari posisiku setelah patah hati karena Tae Seok jadian dengan wanita lain beberapa waktu lalu.

"Ya, aku tahu," kataku. "Lagi pula aku punya gebetan baru. Aku sedang dekat dengan pria lain."

Mi Ho mendekatkan wajahnya ke wajahku. Menatapku lekat-lekat. Kerut samar menghiasi dahinya. "Pria lain? Siapa?"

Mi Ho pasti heran. Untuk wanita yang tak mudah jatuh cinta sepertiku bisa cepat berpindah hati. Cepat, aku memalingkan muka. "Nanti kukenalkan setelah kami sudah jadian."

"Jadian? Secepat itu progresmu dengan gebetan barumu itu?"

"Ya." Aku mengangguk. "Kami sudah berkencan beberapa kali."

Wajah Mi Ho masih menunjukkan rasa curiga. Dia sepertinya masih ingin menyanggahku, tapi ponselnya yang tiba-tiba berdering menghentikan niatnya. Cepat, dia mengangkat telepon itu. Dari panggilan sayang dan beberapa percakapan kecilnya, aku menyimpulkan sang pacar baru sudah menjemputnya di depan gedung apartemen.

"Iya. Aku kesana sekarang." Kata Mi Ho sambil menutup teleponnya. "Kalau gitu, aku pamit dulu ya, Ji Ae. Jangan lupa cerita-cerita tentang gebetanmu lewat telepon. Aku masih penasaran."

Aku hanya mengangguk kecil. Melambaikan tangan pada Mi Ho senang karena akhirnya dia pergi juga. Punya kakak cerewet dan tukang pamer seperti dia benar-benar merepotkan. Tepat, setelah dia pergi, aku sempat mengintip pacar baru Mi Ho melalui jendela apartemen. Dia menyandarkan tubuhnya pada mobil porche biru mengkilat. Mobil yang sama seperti yang sering dipakai Tae Seok. Sayang, aku tak sempat melihat wajah pria itu karena jarak yang terpaut jauh.

Sebenarnya, aku berbohong pada Mi Ho tentang gebetan baru itu. Aku masih mencintai Tae Seok. Tak mungkin aku bercerita pada Mi Ho kalau Tae Seok sudah jadian dengan Hye Mi. Aku tak ingin menambah daftar kebanggaan di pikirannya saat mengetahui hal itu. Mi Ho tak akan berempati padaku saat aku patah hati. Dulu aku pernah bercerita padanya tentang patah hati pada cinta pertamaku, Seo Jin saat masih SMA. Aku melihat senyum samar di wajah Mi Ho. Aku muak dengan sikap pura-puranya menepuk pundakku saat pikirannya meneriakkan sorak sorai, menertawakan sakit hatiku. Jadi, kali ini, aku memilih berbohong saja. Berharap cerita tentang gebetan baru akan membuatnya bungkam. Tak akan menanyakan perihal Tae seok lagi.

Ternyata dugaanku salah besar. Mi Ho menerorku melalui telepon menanyakan gebetan imajiner itu paling sedikit dua kali sehari. Dia menanyakan apa pekerjaannya, aset keluarganya, tampan atau tidak, tinggi tubuhnya, jumlah gajinya bahkan berat badannya ideal atau tidak. Dengan pertanyaan detail seperti itu, aku merasa Mi Ho lebih cocok jadi petugas sensus dari pada jadi model. Aku hanya menjawab sekenanya. Selalu diakhiri dengan kalimat yang sama berulang-ulang: "Nanti kalau jadian tak kenalin deh. Kau bisa menilainya sendiri."

Karena bosan mendengar jawaban yang sama, kecurigaan Mi Ho semakin memuncak. Dia memaksaku mengirim foto. Tak puas dengan jawabanku, Mi Ho mengirimkan pesan balasan, "Pelit banget sih. Jangan-jangan gebetan kamu memang nggak ada ya? Selama ini kamu berbohong padaku."

Pesan itu membuatku harus mengatur ulang strategiku. Awal mula kebohongan kecil itu menjadi kebohongan yang lebih besar. Aku memotret seorang pria yang kulihat di sebuah kafe dan mengirim fotonya ke Mi Ho.

Tak lama kemudian Mi Ho mengirimkan pesan balasan, "Lee Yong Joon? Vokalis band indie rock pop The Joker?"

Aku hanya mengerjap beberapa kali saat membaca pesan dari Mi Ho. Bingung. Aku tak menyangka kalau Mi Ho mengenal pria itu. Lebih tak menyangka lagi kalau pria itu seorang vokalis sebuah band terkenal.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 30, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

LOCK ONWhere stories live. Discover now