[67]

1K 52 0
                                    

Hal pertama yang menyambut Brian kala membuka matanya adalah, sapaan hangat dari sosok gadis yang menempati ranjang rawat di seberangnya.

"Hai, Brian! Selamat pagi!" Theresa duduk di sana, menatapnya dengan binar cerah yang menyenangkan, sementara bibirnya mengulas senyuman lebar.

Brian mengusap kedua matanya yang masih setengah menutup, lalu mulai memfokuskan pandangan pada Theresa yang masih menatapnya berbinar.

"Bagaimana tidurmu semalam? Kau merasa nyenyak?" tanya Theresa, ceria, seperti biasa. Seperti di saat Brian baru pertama kali bertemu dengannya.

Oh, Brian tentu senang dengan kembalinya suasana hati gadis itu yang cerah. Tapi... ini aneh. Semalam, gadis itu bahkan tak mengacuhkannya, dan bersikap seolah Brian tidak ada di sana. Ekspresinya masam, dan... Theresa mengakui bahwa ia kesal kepada Brian. Tapi, sekarang...?

"Brian?" Theresa menantikan jawaban dari laki-laki itu.

Mengerjap pelan, Brian menjawab, "Umm... tidurku... cukup nyenyak."

Theresa mendesahkan napas lega. "Syukurlah," katanya.

"Eh... Theresa?"

"Hmm?"

Brian tampak menimbang sebentar, apakah ia harus menanyakannya atau tidak. "Kau... tidak kenapa-napa?"

"Apa? Aku?"

"Mm-hmm," gumam Brian, membenarkan.

"Aku tidak apa-apa. Kenapa, memang?" gadis itu masih menunjukkan keceriaan.

Sementara Brian tampak merasa bingung. "Bukankah semalam, kau..."

"Oh, ya ampun!" Theresa mengibaskan tangannya satu kali di depan dada sambil terkekeh. "Kau masih memikirkan perihal semalam?"

"...."

"Lupakan saja," pinta gadis itu. "Lagi pula, aku sudah memaafkanmu."

"Apa? Kapan kau... memaafkanku? Apa kau mendengar permintaan maafku tentang... peristiwa kemarin?"

Mendengarnya, Theresa terdiam di tempat.

Duh, benar juga. Semalam kan, Theresa berpura-pura tidak mendengar permintaan maaf terakhir Brian. Oh, bagaimana ini?

"A-aku... aku... aku tidak mendengarnya... ugh, baiklah!" Theresa mendengus sebal. "Aku mendengar permintaan maafmu, tapi aku berpura-pura tidak mendengarnya, karena aku... aku merasa..." malu.

"Merasa apa?" tanya Brian.

"Tidak, lupakan." Theresa menggeleng cepat. "Aku sudah memaafkanmu. Dan... kuharap, kita tak lagi mengungkit kejadian kemarin," kata Theresa sambil memalingkan wajah ke arah jendela ruangan. Pipinya lagi-lagi terasa panas.

"Mm... Theresa?" Brian memanggil, menatap gadis itu dengan garis bibir yang sedikit terangkat.

"Apa?" tanya gadis itu setengah ketus.

"Kau tahu?"

"Apa?" Theresa terlihat tidak sabar.

"Eng... aku tidak terlalu yakin, tapi kurasa... pipimu memerah?"

"...."

Theresa tidak berkomentar, tetapi jantungnya yang malang kembali berulah.

Jantungnya kembali berdebar kencang, namun tidak menimbulkan sensasi nyeri yang ia benci. Melainkan, sensasi menyenangkan yang lambat laun membuat Theresa berusaha keras menahan senyuman di bibirnya.

Stay with Me ✔Where stories live. Discover now