L I M A

8.4K 605 32
                                    

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

Sabtu, 07 April 2018, 20.17 WIB.

"Sampai kapan kamu akan melotot seperti itu melihat dadaku?"

Suara berat yang mengajukan pertanyaan itu membuat Kirana tersentak, lalu buru-buru memalingkan pandangan dari dada bidang pria di hadapannya. Kirana menarik napas, menahannya selama kurang lebih lima detik, lalu mengembuskannya. Kulit wajahnya terasa panas. Kirana mengangkat kedua tangan, kemudian mengusap kedua pipinya yang sudah dijamin saat ini memerah.

Cakra yang menyadari kecanggungan yang melanda Kirana menarik sudut bibirnya. Lalu jarinya menyentuh kancing kemejanya yang masih terpasang dan berkata dengan santai, "Kalau kamu masih mau lihat, aku bisa melepaskan kemeja ini. Anggap saja sebagai ucapan salam untuk pertemuan kita."

Kirana menoleh, lalu melotot kepada Cakra. Sungguh ia masih tidak percaya pria ini adalah Cakrawala Biru. Lihat saja, bagaimana kelakuannya yang dari tadi terus menggoda dan menjaili Kirana. Itu sama sekali bukan sifat Cakra yang ia kenal. Namun, bekas luka gigitan itu membuktikan kalau pria ini memang Cakra.

Ternyata benar, tak ada yang sifatnya kekal dan abadi di dunia ini--tak terkecuali Cakra. Semuanya berubah seiring bergulirnya waktu.

"Oke. Karena kamu diam aku anggap itu sebagai setuju." Cakra mulai melepaskan kancing kemejanya.

Kirana yang menyaksikan itu gelagapan. Tanpa sempat berpikir, secara refleks Kirana sudah menyentuh tangan Cakra. Menghentikan kegilaan pria itu untuk melepaskan kemejanya.

"Jangan gila!" protes Kirana sebal. Mana tahu ada orang yang lewat dan menyaksikan mereka. Bisa-bisa orang tersebut menuduh mereka melakukan sesuatu yang mesum. Kirana menggeleng cepat, mengusir bayangan itu dari kepalanya.

Tapi tiba-tiba Kirana terperanjat saat sesuatu melingkupi tangannya. Saat ia melihat ternyata Cakra sudah mengenggam tangan Kirana. Pria itu mengerling. Bibirnya tersenyum miring.

"Sekarang kamu sudah percaya kalau aku Cakra?"

Gengaman itu begitu hangat. Bahkan rasa hangatnya sampai menelusup di hati Kirana.

"Ya!" jawab Kirana terlalu keras dan gugup. Setelah itu buru-buru ia menarik tangannya dan mundur beberapa langkah. Ia takut Cakra akan melakukan hal yang tak terduga lainnya. Misalnya saja memeluknya. Aduh, digenggam tangannya saja sudah membuat jantung Kirana berpacu cepat, bagaimana kalau dipeluk?

Kirana memutar tubuhnya, lalu berjalan menjauh dari Cakra. Padahal niat kedatangannya ke acara reuni ini untuk bertemu pria itu. Tapi, kenapa saat sudah bertemu, ia malah merasa ini bukan waktu yang tepat. Apa ini disebabkan oleh perubahan signifikan yang terjadi pada Cakra?

"Kira, kamu mau kemana?" tanya Cakra sambil melangkahkan kaki menyusul Kirana. Tidak butuh usaha yang besar untuk menyejajari langkah kecil Kirana. Cakra harus bersyukur pada kaki panjangnya.

Cakra menghadang langkah Kirana, membuat wanita itu berhenti.

"Apa kamu tidak senang bertemu denganku lagi?"

Pertanyaan itu membuat Kirana terdiam. Kebisuan melanda mereka seketika. Hanya suara gemerisik dedaunan dipermainkan angin dan jangkrik yang mengisi kekosongan itu. Kirana memeluk bahunya dengan kedua tangan. Entah kenapa tiba-tiba ia merasa kedinginan. Tapi, ia tahu pasti itu bukan disebabkan oleh angin malam.

"Padahal aku senang bisa bertemu denganmu lagi." Akhirnya Cakra lagi yang berbicara, dan ucapan pria itu berhasil menarik perhatian Kirana. Kepala Kirana mendongak dan mata mereka bertemu. Ada kesedihan yang membayang di tatapan pria tersebut. Dan entah mengapa itu membuat dada Kirana teremas.

"Aku pikir kamu juga akan senang melihatku lagi. Tapi sepertinya aku salah." Cakra mengusap rambutnya dan senyum jail yang tadi terus bersinggasana di bibir pria itu digantikan oleh senyum kekecewaan.

Kirana mengigit bibirnya. Ia ingin mengatakan sesuatu, tapi semuanya tersangkut di ujung lidah.

Ayo katakan sesuatu, perintah Kirana kepada dirinya. Tapi, tetap saja tidak ada satu kata pun yang berhasil lolos dari bibirnya.

Cakra mendesah. Lalu, ia berbalik. Kirana menatap punggung itu.

"Selamat tinggal," bisik Cakra lirih tanpa menoleh. Kemudian ia melangkah pergi.

Sementara Kirana masih terdiam di tempatnya. Matanya tertuju pada punggung yang menjauh itu. Punggung milik Cakra. Punggung yang beberapa tahu lalu juga pernah ia tatap pergi menjauh darinya.

Punggung itu sama sekali terlihat berbeda. Tapi, efek yang menghantam hatinya sama. Dada Kirana serasa sesak. Ia ingin berlari mengejar punggung itu. Tapi, kakinya sama sekali tidak bisa bergerak. Seakan ada yang memakunya.

Apakah pertemuan yang sudah ia tunggu selama bertahun-tahun akan berakhir dengan perpisahan lagi?

Kirana memejamkan mata. Dan satu baris air mata lolos dan membasihi pipnya.

 

One Night With You [END]Where stories live. Discover now