“Nara jangan murung lagi. Apa kau tidak bangun waktunya pergi ke kantor?” ucap Chanyeol pada pagi berikutnya. Pria itu beberapa kali mengetuk kamar Nara, namun tidak ada jawaban. Ia menggunakan kunci duplikat untuk membuka kamar tidur sang adik karena Chanyeol cemas dengan keadaan Nara.
Chanyeol duduk di sudut ranjang, meletakkan gelas susu yang dibawanya di nakas. Ia menatap punggung Nara. Adiknya itu membelakangi Chanyeol. Si pria membelai surai Nara lembut. Demi apapun pemuda itu enggan melihat Nara yang berduka.
“Ibu sebenarnya juga merindukan dirimu, tapi dia masih belum dapat memaafkan dirinya sendiri,” Chanyeol berujar. “Jangan terlalu sedih. Kau harus lebih sabar lagi menunggunya,” imbuh pria itu.
“Aku lelah sekali, Chanyeol,” gumam Nara. “Aku ingin ibuku. Ambil jantung Ahra lagi, tapi kembalikan ibuku padaku,” katanya.
Chanyeol meraup wajah ketika mendengarkan ucapan adiknya. Chanyeol sedih mendengar Nara mengatakan itu. “Hei, jangan bicara seperti itu lagi.” Chanyeol menarik napas dalam-dalam. “Ibu menyalahkan dirinya sendiri karena pada saat kecelakaan itu terjadi, Ahra sebenarnya belum meninggal. Ahra mati otak. Namun, dokter menjelaskan, jika jantung Ahra berhenti terlebih dahulu sebelum transplantasi―dia tidak dapat meberikannya padamu,” jelas Chanyeol.
Nara membalik tubuhnya. “Apa ibu mengijinkan dokter untuk membunuh Ahra?”
“Bukan membunuh Nara. Tak ada harapan utuk Ahra ketika itu―”
“―Seharusnya mereka menunggu. A-aku tidak pantas sembuh karena kematian orang lain,” Nara terduduk ia menangis hingga tersedu-sedu. Gadis itu memegangi dadanya yang nyeri. Napasnya semakin tersengal.
Chanyeol panik. Ia merangkum paras Nara. “Nara tenangkan dirimu. Okay? Semuanya baik-baik saja. Bernapas Nara,” ujar Chanyeol sembari menelepon asistennya untuk membantunya membawa Nara ke rumah sakit.
–
“Bagaimana keadaanya?” Daniel bertanya pada Chanyeol. Mereka berada di depan ruang inap Nara. Daniel segera menuju rumah sakit setelah mendapatkan kabar dari Liv.
“Dia sudah tenang. Dokter mengatakan jika Nara terlalu stres,” jawab Chanyeol kepada Daniel.
“Aku sudah mengabari Sehun hyung. Dia akan tiba di Seoul besok.” Daniel memberikan jeda. “Beberapa minggu lalu, Nara sempat mengalami serangan jantung ringan saat menginap di apartemen Ahra.”
Chanyeol mengernyitkan alis. “Kenapa Sehun tidak bilang lebih awal?”
“Nara yang melarang. Dia tidak ingin merusak bulan madumu.”
“Berengsek,” umpat Chanyeol. “Nara tidakboleh terkena serangan jantung lebih dari dua kali dalam satu bulan,” jelas pria itu. Chanyeol terburu-buru menuju ruang dokter yang menangani Nara.
–
Sehun mengawasi gadis yang kini terbaring lemah di ranjang pasien. Pria itu tampak kacau. Ia baru saja datang dari London setelah berada di pesawat selama belasan jam. Semua yang terjadi sesuai prediksinya. Kedatangan Han Haera yang tiba-tiba di hadapan Nara akan membawa dampak yang besar. Namun, sesuatu yang tak dapat diperkirakan sebelumnya justru menyerang Sehun. Perasaan khawatir yang ia dapatkan menghantam Sehun begitu keras hingga membuatnya tak dapat berpikir jernih.
Sehun justru masuk dalam perangkap yang ia racik sendiri. Netra pria itu seolah melihat Ahra yang sedang kesakitan dan Nara yang terbaring lemah, dua senjata yang cukup memberikan kegundahan pada Sehun. Namun, bukan Sehun namanya apabila dia tidak mampu menunjukkan raut datar seolah Nara bukan urusannya.
“Kau masih punya nyali untuk berdiri di sini, Oh Sehun,” kata Chanyeol yang baru memasuki ruang inap Nara. Chanyeol enggan menyembunyikan amarah yang sudah tersulut sejak adiknya terbaring tak berdaya. “Aku tahu Haera datang ke mari bukan tanpa sebab. Kau yang mengancamnya,” lanjut Chanyeol. Ia menyengkram bahu Sehun membuat sahabat karibnya tersebut berbalik. Tanpa menunggu aba-aba, Chanyeol melayangkan pukulan pada Sehun.
Sehun menerima pukulan tersebut tanpa melawan. Ia mundur beberapa langkah. Pria itu menghapus darah yang keluar dari ujung bibirnya.
“Aku mengijinkanmu mendekati Nara karena percaya padamu―aku yakin kau akan melindunginya seperti caramu melakukannya pada Ahra. Tapi kau justru merencanakan semuanya. Kau membawa Nara ke tempat Ahra. Kau sengaja membangkitkan kenangan Ahra pada diri Nara.”
“Kau memintaku mencintai Nara,” balas Sehun datar. “Aku sudah melakukannya.” Ia menatap Chanyeol.
Chanyeol meraih kerah kemeja Sehun. “Sekali lagi kau membuatnya sakit. Aku akan benar-benar melenyapkanmu,” ancam Chanyeol.
“Astaga, kenapa kalian bertengkar di sini?” sergah Liv yang sangat terkejut melihat pemandangan tersebut. Ia baru saja menemui dokter untuk mendengarkan hasil pemeriksaan Nara. “Ada orang sakit, kalian malah berisik,” timpal Liv, Ia berusaha melepaskan cengkraman Chanyeol pada kerah Sehun.
Chanyeol mengatur napas. Ia menatap Liv beberapa sekon, memberikan pesan yang hanya dimengerti pasangannya. Chanyeol keluar dari ruang inap itu menyisakan Liv dan Sehun.
“Chanyeol sedang dalam keadaan tertekan karena melihat Nara sakit. Kau tahu dia sangat menyayangi adiknya. Maaf Sehun,” kata Liv. Wanita itu mendekat ke arah Sehun yang kembali sibuk menatap Nara. “Kau masih melihat Ahra dalam diri gadis itu bukan?” Tak ada jawaban dari Sehun, kemudian Liv pun melanjutkan, “Mereka sangat berbeda Sehun. Aku tahu kau belum melupakan Ahra. Tapi, bisakah kau menjaga Nara? Karena jantung Ahra berdetak di dalam raga Nara. Kalian ditakdirkan untuk bersama, tolong buat dia bahagia ketika kalian menikah nanti.”
“Aku tidak akan menikahi Nara karena perjanjian keluarga kami, Liv. Aku akan menikah dengannya saat Nara memintaku bertindak demikian. Aku enggan memaksakan kehendakku pada gadis ini lagi,” jawab Sehun menutup percakapan mereka malam itu.-oOo-
CONTACT ME ON
Email: twelve.blossom@gmail.com
Twitter: @twelveblossom
LINE@: @NYC8880L
Wattpad: @twelveblossom
KAMU SEDANG MEMBACA
[Sehun Fanfiction] Dear Husband - END
FanfictionJung Nara: Gadis berusia dua puluh dua tahun memiliki kelainan jantung bawaan yang hidup baik-baik saja setelah operasi. Dia seperti orang normal, kehidupan yang sederhana meskipun dari keluarga kaya. Nara tidak pernah jatuh cinta karena ia sudah ke...