12🕊

172 21 4
                                    

ASSALAMUALAIKUM

*****

"Pagi sayang, kok tumben bangun pagi banget?" tanya Sani kepada Tania.

"Gak papa bund, cuma ada piket aja," jawab Tania berbohong. Sebenarnya ia ingin menghindari Dito.

Sarapan pagi ini Tania kebanyakan diam. Lebih tepatnya melamun, tidak ada kata semangat di dirinya. Rasanya semangatnya hilang sudah tanpa tersisa sedikitpun.

"Dito gak kamu ajak sarapan?" Sani yang sedari tadi belum melihat Dito pun curiga. Pasti ada suatu hal yang mereka tutupi. Tapi apa?

"Belum bangun," ucap Tania.

Suara langkahan kaki dari lantai atas terdengar. Tidak lain tidak bukan pasti Dito karena hanya mereka berdua yang berada di atas. Sedangkan kedua orang tuanya ada di bawah. Ayanya pun sekarang menetap di luar kota karena pekerjaan. Jadi Tania sudah lama tak berjumpa.

"Nah itu dia," ucap Sani menunjuk Dito yang baru saja turun.

"Bun, Tania berangkat udah telat. Assalamualaikum," ucap Tania lalu berlari.

Dito sudah paham tentang Tania hari ini. Ia merasa memang Tania sedang menjauhinya saat ini. Lebih baik Dito mengikuti jalan main Tania. Kalau pun dipaksa akan semakin buruk nantinya.

Ia pun duduk dan menikmati sarapan paginya.

"Kalian ada masalah? Cerita sama bunda," ucap Sani.

"Enggak ada, bun."

"Jangan sungkan, di sini bunda punya tanggung jawab jagain kamu. Seperti yang dibilang almarhum mama kamu," ucap Sani sambil mengelus rambut Dito. Cocok ibu dan anak.

Dito merasakan kehadiran seorang ibu lagi. Setelah sekian lama, ini yang ia rindukan. Kasih sayang seorang ibu, andai mama nya masih ada. Mungkin hidupnya akan baik-baik saja. Dan mungkin...

Yang berlalu biarlah berlalu kita buka lembaran baru. Menjadi lebih baik kedepannya. Bukan memburuk. Masih banyak orang di sekitar yang memiliki sifat baik. Itulah yang dipikirkan Dito saat di meja makan.

*****

Langit semakin gelap, pagi ini Tania pastikan akan terjadi hujan. Untung saja ia membawa mobil, jadi dirinya tidak basah kuyup karena air hujan.

Beberapa menit setelah Tania menduga-duga. Apa yang ia bilang benar, hujan turun ke bumi. Membasahi semua isi bumi, pohon, rumput, batu, dan lainya yang ada di luar.

Syukurnya lagi tidak ada praktek olahraga hari ini, karena hujan. Tetapi Tania harus menatap Dito di depan kelas. Menyebalkan!

"Assalamualaikum, selamat pagi."

Dito datang menggunakan kemeja biru. Ketampanannya semakin memukau. Terutama Tania, setelah sadar ia menggelengkan kepala.

"Waalaikumsalam, pagi pak." Semua murid menjawab salam dari Dito.

Setelah itu Dito menjelaskan agenda hari ini. Dari pertama sampai akhir secara rinci dan jelas. Supaya muridnya paham betul akan semua yang disampaikan.

Semua murid di kelas pun memperhatikan apa yang dibicarakan oleh Dito. Mereka merasa senang diajar Dito. Tapi Tania? Ia bersikap biasa saja, tak ada rasa senang seperti mereka.

"He, lo bengong?" tanya Hanna yang berada di samping Tania. Sama halnya Hanna ia juga tidak terlalu tertarik dengan Dito sekarang. Karena Hanna tahu ia telah mempermainkan Tania dan memilih bersama Bunga mantannya. Padahal dulu ia selalu memuji Dito. Tapi sekarang tak ada lagi.

Tania menggelengkan kepala. "Gue cuma ngelamun," ucap Tania.

"Sama aja junaedi!" ucap Hanna sedikit merasa kesal. Apa bedanya bengong sama melamun? Sama-sama tidak fokus kan?

"Beda jumirah!" ucap Tania tak mau kalah.

"Apa bedanya?" tanya Hanna.

"Hurufnya," jawab Tania.

"Dasar saudara monyet!" ucap Hanna yang ternyata didengar oleh Dito. "Siapa yang saudaranya monyet?" tanya Dito.

"Bapak!" cetus Hanna tanpa sadar apa yang ia ucapkan barusan. Semua murid yang berada di kelas pun tertawa terbahak-bahak.

"Sudah! Sekarang kalian berdua ikut saya ke ruangan! Yang lain lanjut kerjakan LKS halaman lima puluh tiga!" ucap Dito. Kemudian mereka berdua keluar mengikuti Dito. Sudah tanda-tanda.

"Salah kamu nih," bisik Tania tepat di kuping Hanna.

"KOK GUE SIH? LO JUGA SAMA AJA!" ucap Hanna lalu memaki-maki Tania.

"Kalian berdua! Sekarng keliling lapangan sepuluh kali!" ucap Dito.

"Bukannya tadi di suruh ke ruangan bapak?" tanya Hanna.

"Terserah saya. Cepat lakukan atau saya tambah lagi hukuman buat kalian?" tanya Dito. Mereka pun berlari di lapangan. Sesuai dengan perintah Dito. Tania hanya pelan-pelan saja tak secepat Hanna. Perutnya mudah merasa sakit walau baru sebentar berlari. Makanya ia harus berhati-hati. Tak mau mengambil resiko.

"Lo pelan banget kaya siput," Hanna mengucapkan itu sambil menertawai Tania.

Tania tidak menggubris ucapan Hanna. Ia tetap berlari dan dengan volume yang sama. Meski rasanya ia ingin cepat-cepat selesai.

Lima putaran telah mereka lewati. Sekarang mereka masuk ke enam putaran. Tak sengaja Tania melihat Bunga gurunya menghampiri Dito. Akrab sekali mereka, mengobrol pula di depan mata Tania. Pamer?

Bodoamat! Mau mereka dekat atau tidak bukan urusan Tania. Tania kan tidak punya hal untuk melarang. Toh Dito tidak menganggap dirinya ada bukan? Dia menganggap Tania hanya boneka? Yang bisa dimainkan sesuka hati. Iya memang, jadi Tania tidak boleh serius mulai sekarang. Ia semakin yakin akan melupakan dan menganggap ini juga mainan jodoh-jodohan.

"WOIII! Tania kaget, Dito dan Bunga pun ikut kaget dengan bentakan Hanna. Tania gelagapan saat Dito dan Bunga melihat dirinya sedang memperhatikan mereka.

"Pantesan lo bengong, karena mereka berdua?" tanya Hanna berbisik. Supaya Dito tidak mendengar. Tapi Dito sudah curiga akan hal itu. Ingin menjelaskan ke Tania, namun rasanya peecuma. Pasti ia akan menghindar lebih jauh.

Terpaksa Dito memberi jarak pada hubungannya seperti yang diinginkan Tania. Mereka membutuhkan waktu sendiri agar dapat mengintropeksi diri sendiri. Apa kesalahan masing-masing dari mereka.

"Udah lo jangan lihat mereka terus. Nanti lo nangis," ucap Hanna.

"Siapa yang nangis, hiks." Baru saja Hanna berbicara. Tania sudah meneteskan air mata. Cengeng betul sahabat Hanna ini. Sedikit-sedikit menangis. Pasti kalau Tania punga musuh ia akan kalah, karena sangat mudah melawan Tania, mereka tahu Tania sangat lemah.

"Cengeng lo!" ucap Hanna.

Tania secepatnya menghapus air matanya. Ia tidak mau dianggap lemah. Tapi tidak bisa. Meskipun segala usaha sudah ia coba dan lakukan. Kadang ia merasa dirinya ini sangatlah lemah.

"Lanjut lari yok! Semangat Tania cengeng!" ucap Hanna disertai ejekan setannya.

"Ihh kamu!" suara manja Tania muncul. Membuat Hanna tertawa.

Hanna merasa senang gara-gara ucapannya saat ini Tania mengejarnya mengelilingi lapangan. Otomtis Tania melakukan hukuman dengan cepat. Meski tidak sepenuhnya sadar.

Mereka pun selesai mengelilingi lapangan. Di saat lapangan sedang becek. Rok mereka basah. Tapi tidak membuat mereka marah. Malahan senang bisa merasakan masa kecilnya kembali. Berlarian setelah hujan.

"Lo kucel banget Tania, hahaha," ucap Hanna. Tania pun memanyunkan bibir. Tidak terima dengan penuturan Hanna. Ia mencipratkan air ke arah Hanna. Perkenaan di rok Hanna. "Mampus, hahaha," ucap Tania tak mau kalah.

"Melihat kamu tertawa lepas seperti itu, membuatku bahagia Tania. Meskipun bukan bersamaku. Tapi seenggaknya kamu bisa bahagia dengan sahabatmu. Aku akan selalu melindungimu, tanpa kamu tahu."

*****

TBC❤

Baru kali ini nulis gak sampai satu jam😭

Seneng gak aku update???

TEACHERBAND [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang