-¦- -¦- -¦- 25 -¦- -¦- -¦-

26 4 0
                                    

Reza di giring cukup jauh dari tempat balap. Masih terlihat, tapi cukup jauh sekali. Di bawah lampu jalan dia berhenti malas, menyender pada tiang besi itu.

"Mau ngomong apaan cepet,"

Fio dan Edel berdiri di depannya, Edel memberikan rokok pada Fio. Bahkan juga membakar ujungnya. Tuannya itu hanya sibuk membuang asapnya. "Rokok, Bos,"

Reza mengeleng. "Nggak usah! Udah cepet mau ngomong apa,"

"Gue mau lo awasin si Wahyu," katanya. Lagi-lagi membuang asap rokok. "Lo sama dia satu sekolah, kan?"

"Si Wahyu? Ngapain?"

"Nggak ada ya awasin aja tuh orang. Lapor ke gue dia ngapain aja,"

"Kaya mata-matain gitu." tambah Edel.

Reza berdecak. "Lo pikir gue nggak paham? Gue cuman tanya, mau ngapain? Kenapa tuh orang harus gue awasin? Dan kenapa harus gue yang awasin dia?"

"Karena nggak ada orang lain selain lo yang satu sekolah sama dia,"

"Ada Iqbal ada Dewa. Kenapa harus gue?"

"Di panitia!" tekan Fio. "Lo mau kaga?"

"Alasannya!"

Fio menghela napas. Perasaanya jadi hancur. Dia menbuang rokoknya yang masih panjang. Menginjaknya sebal. "Lo mau kaga?"

"Ya alasannya dulu, Fio!" tekan Reza.

Edel mengeleng. "Lo nggak perlu tahu, Za!"

"Lah? Lo suruh gue mata-matain dia tanpa ada alasan? Tar kalau gue ketangkep basah? Gue harus bilang apa?"

"Ya lo cari alasan, lah!" sela Fio.

Reza menggeleng. Keputusannya sudah bulat. Tidak bisa di gsngu gugat. "Gue nggak mau. Kaya gue nggak ada kerjaan lain harus awasin tuh orang. Lagian kalau lo mau tahu tuh orang lo cari tahu sendiri lah. Terutama, tugas gue bukan awasin orang." katanya. Dia balik badan, melambaikan tanganya. "Gue balik,"

"Ini tugas langsung dari ketua!" seru Fio.

Reza berhenti, matanya menyipit. Menoleh dengan wajah sebalnya itu. "Ketua? Emang ada ketua di tempat ini? Gue bahkan belum pernah liat mukanya. Tapi dia udah nyuruh-nyuruh gue." Dia tertawa getir. "Wahh! Kayanya tuh orang lumayan nyebelin juga,"

Fio mendatangi Reza, kakinya di bawah sana menendang kerikil. "Ini serius. Ketua sendiri yang suruh. Dan kalau lo nolak---"

"Kalau gue nolak?" tanya Reza.

"Mendingan lo keluar dari panitia,"

Reza tersentak, mengusap wajahnya. Miris sekali dengan dirinya sendiri. Kenapa dia merasa di manfaatkan, ancaman itu jadi bukti! Kalau keberadaanya di sini tidak begitu berguna. Dia hanya orang yang bisa dengan mudah di tendang dari tempat ini. Dan soal ketua yang di katakan Fio itu, sumpah! Kalau Reza tahu orangnya dia pasti akan menghajarnya. "Wah! Jadi gini, ya? Gue di sini emang nggak penting banget, kan? Jadi kalian bisa mudahnya nendang gue kapan aja. Selama ini emang bener gue cuman jadi budak kalian doang, ya? Kalau udah nggak berguna, ya di buang,"

Edel di sana berdecak. "Kenapa lo mikir sampai ke sana?"

"Trus apa? Dan soal si Ketua yang lo pada bilang itu. Terserah dia mau nyuruh gue apa! Gue nggak bakalan mau nurutin apa yang dia mau. Gue tahu muka dia aja nggak! Tahu namanya aja nggak! Kehadiarannya bahkan di pertanyakan. Trus dia tiba-tiba nyuruh gue ngawasin anak baru itu! Cih! Paling benci gue kaya, gitu," ungkap Reza. Dia melihat mereka berdua sinis. Sejak dulu, dia memang tidak begitu akur dengan Edel atau Fio. Dia bisa jadi panitia juga karena ajakan Jarot. Mereka berdua itu sangat misterius di suatu waktu. Ada suatu hal yang mereka tutup-tutupi. Terutama soal si Ketua itu.

How To Meet You [ TAMAT ]Where stories live. Discover now