So Eun tersenyum kala di seberang jalan ada Kim Bum yang sedang menunggunya sambil tersenyum manis.
Ah, tidak ada yang semanis itu.
Bagaimana lagi cara bersyukur kepada Tuhan atas hadiah yang begitu indah.
Sayangnya, ia harus menunggu sampai lampu lalu lintas berubah menjadi merah agar So Eun bisa segera menghampirinya. Waktu satu menit berubah menjadi satu tahun karena ketidaksabarannya.
Dan akhirnya, waktu itu datang juga. So Eun segera berlari menuju sunbae–nya dengan senyuman lebar.
"Kau bisa terjatuh jika berlari seperti itu. Masih ada banyak waktu, tidak perlu terburu-buru." Kim Bum berceloteh ketika So Eun menghampirinya secepat kilat.
"Aku terlalu ingin cepat bertemu denganmu, sunbae." jawab So Eun dengan tersipu malu. Kim Bum yang mendengarnya hanya membalas dengan tersenyum. Digenggamnya erat tangan So Eun.
"Bagaimana kau menjalani hari ini? Apa menyenangkan?" mereka kini berjalan bersama menuju apartemen.
"Tidak ada hari menyenangkan untuk siswa tingkat akhir sunbae. Aku merasa hari begitu cepat hingga banyak yang kulewati dan tidak terasa beberapa bulan lagi aku akan mengikuti ujian." balas So Eun.
Ritual berjalan bersama seperti ini sudah hampir setiap hari mereka jalani. Bagi So Eun ataupun Kim Bum, tidak ada kata bosan di dalamnya. Karena itu ikatan antara mereka semakin kuat. So Eun bahkan selalu tidak sabar untuk menuju keesokan hari menjalani ritual seperti ini terus menerus.
"Kau harus banyak belajar. Ujianmu sebentar lagi. Kau juga harus masuk universitas yang kau inginkan."
"Memangnya aku punya uang?"
"Aku akan giat bekerja agar kau bisa kuliah." ucapan Kim Bum agak sedikit mengejutkan So Eun.
"Yak! Kau bukan orang tua atau waliku sunbae! Tidak perlu, aku akan berusaha sendiri. Bagaimana bisa aku hidup dengan merepotkan banyak orang?" So Eun menyenggol lengan Kim Bum. Membatah ucapan asal pria itu.
"Aku tidak main-main." Kim Bum menghentikan langkahnya. Otomatis So Eun pula.
"Kau tidak perlu memikirkan aku sunbae. Kita belum menikah jadi aku adalah tanggung jawabku sendiri."
"Aku bisa menikah denganmu hari ini juga."
Persetan dengan mulut Kim Sang Bum. Pria itu tidak pernah berpikir akan perkataan yang ia lontarkan sendiri. Dan kini, jantung So Eun berdegup kencang karena ucapannya itu.
"Apakah dunia ini milikmu? Kau selalu mengucapkan kata-kata tidak masuk akal."
"Aku tidak main-main, Kim So Eun."
"Kau tahu setiap kali kita membicarakan masa depan akan menimbulkan pertengkaran kecil seperti ini. Kau tidak perlu memikirkan aku sunbae. Lagipula, aku yang akan menentukan jalan hidupku." tegas So Eun.
"Kau tidak mau menikah denganku?"
"Kau bisa menanyakan itu 10 tahun lagi ketika usia kita benar-benar matang. Mari kita pulang dan beristirahat dengan tenang."
"Aku tidak bercanda, aku bisa melakukan apapun agar kau bahagia. Kau tahu kan uangku sangat banyak."
"Nde, sajangnim." balas So Eun dengan tertawa. Menanggapi seadanya saja. Lalu menggandengnya lagi.
"Akhir-akhir ini kau banyak berbicara sunbae. Aku jadi takut. Pasti banyak yang mengincarmu di universitas!"
"Memang banyak."
"Yak!"
"Kau cemburu?"
"Tidak!"
"Kau memang cemburu."
"Bagaimana kau bisa mengetahui isi hati seseorang?"
"Tentu saja bisa jika orangnya adalah kau."
"Hentikan itu, Kim Sang Bum-ssi! Aku semakin yakin banyak orang mengincarmu jika kau pandai berbicara." Kim Bum sedikit tersenyum melihat So Eun yang sudah terpancing emosi.
"Bagaimana bisa aku meninggalkanmu Kim So Eun? Kau tahu seberapa sulitnya mendapatkanmu?" mendengar itu So Eun tersenyum malu hingga tidak mampu menatap Kim Bum.
"Aku juga tidak akan pergi. Kau tahu seberapa beruntungnya aku?"
"Aku yang beruntung."
"Hentikan omong kosongmu itu sunbae. Aku yakin sepupumu sudah mengajarimu banyak hal."
"Aku akan mengantarkan kau bekerja nanti malam."
"Tidak perlu, bukankah kau bilang besok akan ada ujian? Kau yang harusnya banyak belajar."
"Aku tidak akan membiarkanmu kedinginan di dalam bis. Dan tidak menerima penolakanmu juga."
"Kau memang keras kepala."
****
Won Hee menyambut So Eun dengan senyuman kala gadis itu datang.
"Annyeong, uri dongsaeng!" ucapnya dengan menepuk-nepuk pundak So Eun.
"Sejak kapan aku menjadi adikmu eonni!" So Eun melepas jaketnya dan memakai apron seragam restoran mereka.
"Ja jang!" Won Hee tiba-tiba mengangkat salah satu tangannya dan menunjukkan cincin yang tersemat di jari manisnya. So Eun langsung membelalakan matanya kala melihat benda bersinar indah itu.
"Omo, apa kau baru saja ingin mengatakan jika kau sudah dilamar?"
"Nde! Waktu sangat cepat berlalu bukan?" So Eun dengan segera menggapai tangan Won Hee dan memperhatikan cincin itu dengan sangat iri.
"Indah sekali yaampun, aku tidak menyangka orang dengan selera humor rendah seperti Yikyung oppa bisa melamarmu."
"Harusnya kau tahu berapa lama aku dengan sabar menunggu momen seperti ini! Kau tahu kan betapa khawatirnya aku jika tidak bisa menikah dengan pria itu? Akhirnya 5 tahunku tidak sia-sia."
So Eun tersenyum. Won Hee sudah banyak cerita tentang hubungannya dengan pemilik restoran ini. Bagaimana mereka bisa tetap bersama dalam waktu yang lama dengan sifat dan ego mereka masing-masing.
Lee Yikyung yang tidak pernah seserius itu, atau Won Hee dengan ego tingginya. Membuat mereka melalui banyak masalah. Dan mereka bisa melaluinya hingga detik ini.
"Kau sangat beruntung eonni. Kau harus menraktirku jika ingin hubungan kalian bertahan lama!"
"Aku memang sudah merencanakannya. Bagaimana sepulang bekerja?" tawar Won Hee.
Kemudian So Eun berpikir.
"Sepertinya tidak mungkin. Kim Sang Bum si tukang marah itu tidak akan mengizinkanku kecuali untuk belajar!"
"Bilang saja jika kau akan belajar denganku."
Sontak So Eun tertawa mendengarnya.
"Apa yang bisa kau ajarkan eonni? Mwo??"
"Akan aku ajarkan arti kehidupan yang sesungguhnya." So Eun tertawa semakin keras. Hingga seseorang membuka pintu dan mendapati mereka berdua sedang tertawa-tawa di ruang khusus karyawan.
"Kim So Eun, sampai kapan kau akan disini? Pelangganmu sudah banyak menunggu di luar!" siapa lagi kalau bukan Min Soo Ah, manusia menyebalkan yang tidak pernah bisa membiarkan So Eun tertawa.