Sepuluh

8 5 3
                                    

Happy reading
Maafkan jika kalian menemukan typo dalam cerita ini
¤
¤
¤

«Olimpiade»

"Sasa" ucap Aldan dengan cepat dan mulai tersadar akan berhentinya rapat yang ia ikuti itu.

Raut wajah para anggota rapat seketika menjadi bingung, bahkan Rauf dan Lingga pun sama.

Lingga membisikkan sesuatu ke telinga Aldan yang membuat lelaki itu tersadar atas ucapannya.

"Sasa, siapa Dan?" Bisiknya.

Aldan memperhatikan raut bingung semua orang yang berada di sekitarnya, seketika ia merutuki mulutnya yang lancang menyebutkan nama itu. Lelaki itu menghela nafas, kemudian meninggalkan lapangan tempat ia rapat dengan berlari. Satu yang ingin lelaki itu lakukan, menjauh dari lautan manusia untuk menjernihkan pikirannya yang saat ini sedang kacau.

Siapa saja pasti memiliki masalah, sama halnya dengan Aldan yang menyimpan beribu masalah dalam hidupnya. Aldan adalah pribadi  yang tertutup, semua masalahnya ia hadapi sendiri, tanpa pernah menceritakan dan meminta bantuan pada siapapun termasuk sahabat karibnya sendiri.

Suasana hati Aldan berbanding terbalik dengan suasana hati Loly yang saat ini sedang bahagia. Bagaimana tidak, gadis itu baru saja mendapat informasi bahwa ia terpilih mewakili sekolahnya untuk mengikuti olimpiade tahun ini.

"Bagaimana Loly? Kamu setuju, kan? Ibu memilih kamu, karena kamu memiliki kualitas yang sangat bagus dalam bidang akademik. Kamu juga sudah pernah mewakili sekolah lamamu, kan? Bahkan sampai tingkat internasional pun pernah" Ujar Bu Rani dengan meminta persetujuan Loly.

Loly terdiam sejenak. Gadis itu menoleh Ke sampingnya, dimana terdapat gadis yang ia yakini teman se-Angkatannya, karena lambang kelas XI terpasang di seragam miliknya. Gadis yang bernama Nasya Padila itu, tersenyum kala menyadari Loly menoleh padanya.

Melihat senyum Nasya, Loly mulai merasa tenang. Ia hanya tak mau, bila ada seseorang yang nantinya tak suka akan posisinya nanti. Loly kembali melihat ke arah Bu Rani dan menganggukkan kepalanya pertanda ia setuju.

"Loly, setuju kok Bu. Tapi ibu jangan puji Loly seperti itu yah?... nanti Loly nya terbang Bu" Ucap Loly sembari bercanda.

"Saya bukannya mau puji kamu, tapi itu, kan, memang fakta" Timpal Bu Rani "Ibu harap, kalian melakukan yang terbaik untuk sekolah ini. Jadi teruslah berlatih, meskipun kalian memiliki kualitas yang baik dalam bidang ini. Untuk jadwal bimbingan, ibu mau senin pagi dan selasa di jam terakhir.  Apa ada yang ingin ditanyakan?" Jeda Bu Rani sembari memperhatikan kedua gadis di hadapannya secara bergantian. "Ya sudah, kalian boleh keluar"

Kedua gadis yang sedari tadi berada dalam ruangan guru, kini akhirnya keluar dari ruangan itu. Keduanya berjalan beriringan menuju kelasnya masing-masing, yang ternyata kelas mereka bersebelahan. Nasya sedari tadi melirik Loly yang berjalan disampingnya. Ia dibuat takjub atas prestasi yang dicapai Loly, yang dapat membawa nama sekolahnya hingga tingkat internasional.

Saat Loly tiba di kelasnya, ia menidurkan kepalanya di atas setumpuk buku yang ada di atas mejanya, dengan kepala yang mengarah ke Dissy yang sedang fokus membaca buku. Lamat-lamat ia memperhatikan gadis itu, sebuah pertanyaan melintas di pikirannya.

"Hmm... Dissy?" Panggil Loly yang ditanggapi dengan gerakan alis gadis itu yang naik sebelah.

"Dissy, kenapa nggak mau ikut olimpiade? Padahal kan, Dissy juga pintar"

"Yang lain masih sanggup, ngga usah repot" Jawaban Dissy, membuat Loly sedikit merasa tertampar. Tapi mendengar ucapan gadis itu selanjutnya, ia mulai sadar akan apa yang dilakukannya.

"Gue tau, lo pasti merasa tersindir. Tapi sebelumnya, gue melakukan ini ada alasannya. Dan lo juga sama, lo ngelakuin ini karena lo punya alasan." Dissy menutup bukunya dan menoleh ke arah Loly. "Jangan pernah pergi"

Gadis itu memandang lekat Loly dengan tatapan yang tak dapat diartikan, hingga bulir air mata menetes di pipinya membuat ia tersadar dan beranjak meninggalkan Loly yang menatapnya bingung.

Dissy berlari meninggalkan kelasnya dengan bulir air mata yang tertahan di pelupuk matanya. Ia berlari tanpa memperdulikan tatapan yang di tujukan orang sekitarnya, pandangannya hanya tertuju ke depan.

Sesampainya ia di taman belakang, air mata yang tadinya tertahan kini jatuh menyentuh permukaan bumi.

Angga yang sedang beristirahat di bawah pohon jambu, sambil memakan bakso di kursi panjang di bawah pohon itu, merasa terganggu atas tangisan seseorang.

"Nggak Alkhis, nggak Arsha, sekarang apa lagi? Nggak bisa apa? Gue hidup tenang sebentar aja" ujarnya kesal.

Tapi ia merasa mengenal suara tangisan ini. Lantas lelaki itu meletakkan makanannya dan beranjak mendekati suara itu. Langkah kakinya kian cepat, saat ia mengetahui suara milik siapa yang mengganggunya. Saat ia tiba dihadapan Dissy, Angga segera mendekap tubuh rapuh milik sepupunya itu. Samar-samar ia mendengar ucapan Dissy.

"Kak, kapan dia kembali? Aku le-lelah kak. Lelah melihat Alkhis menderita batin terus menerus, lelah menahan rindu yang mungkin tak dapat terobati. Dia, dia adalah cahayaku yang pergi"

Sekarang Angga tau, apa yang membuat sepupunya itu menangis. Hilangnya seseorang yang sampai saat ini tak ada kabar, membuat satu persatu sifat keluarganya berubah seketika. Bahkan senyuman dan candaan yang ia tampilkan itu, untuk menutupi keterpurukan dalam dirinya. Cukup sepupunya dan keluarganya saja, ia tak mau menambah kesedihan di kehidupan keluarganya.

___¤___

Sore ini, suasana cafe di salah satu kota jakarta, sedang ramai. Perpaduan antara gaya modern dan klasik menjadi salah satu daya tarik pengunjung untuk datang kesana.

Sambil menikmati santapan yang dipesan di cafe itu, mereka juga ditemani dengan nyanyian merdu dari dua remaja berbeda gender di atas panggung kecil milik cafe ini. Suara riuh tepuk tangan terdengar kala keduanya mengakhiri nyanyiannya.

"Lo kenapa?" Tanya Aldan saat melihat Loly hanya berdiri didepannya tanpa berniat menyusulnya duduk.

"Hmm, Loly bisa pulang sekarang nggak? Soalnya Loly ada urusan mendadak" ujar Loly dengan gelisah. Ia tahu sebentar lagi, ia dan Aldan akan menyanyi lagi. Tapi sungguh, urusan ini sangat mendadak dan ia juga baru diberitahu tadi.

"Lo pulang aja. Entar gue nyanyi sendiri aja" Jawab Aldan dengan santai sambil menikmati minuman yang sempat ia pesan ketika Loly mengangkat telpon.

"Makasih yah Kak. Yaudah Loly pamit dulu, assalamualaikum" Loly mulai beranjak dari tempatnya tanpa mendengar jawab salam dari Aldan.

"Waalaikumusalam" Jawab Aldan sembari memperhatikan Loly yang pergi meninggalkannya.

Lelaki itu kembali menikmati Black Tea Macchiato miliknya. Matanya melirik ke arah kursi yang tadi sempat Loly duduki sebelum mereka bernyanyi. Dapat ia lihat sebuah sling bag milik gadis itu yang terletak diatasnya.

Aldan berdiri dan mengambil sling bag itu yang berada bersebrangan dengan tempat duduknya, kemudian ia melirik ke arah pintu masuk yang memperlihatkan Loly yang baru saja keluar.

Aldan berlari menyusul Loly keluar dengan sling bag milik gadis itu ditangannya. Sesampainya di luar, ia mencari keberadaan Loly, yang ternyata berada di trotoar jalan dengan Handphone yang gadis itu tempelkan ke telinganya.

Mata Aldan seketika melebar, dan berlari ke arah Loly sambil meneriaki nama gadis itu.

Bruk...

_____«Lingga Praditya»_____

Hai👋
Ada yang nungguin cerita ini nggak?
Jika memang ada maaf, karena cerita ini jarang update sekarang karena author lagi sibuk"nya😭

Insyaallah, aku usahain untuk tetap selalu update, walaupun lagi sibuk

Yaudah sampai ketemu di part selanjutnya jangan lupa bintang dan komennya yah

✨✨✨

Berlian BernyawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang