Robert mencoba memahami. "Ooohh..." manggut-manggut polos.

"Kalau pukimai?" tanya Matt lagi, usil.

Robert menggeleng lagi.

"Pukimai artinya selamat malam" jawab Matt.

"Oohh... bagus-bagus yo, kalimatnya" polos Robert.

Sedang Matt menahan tawanya, Robert tidak tahu bahwa itu semua tadi adalah kalimat-kalimat kasar atau hardikan yang tidak pantas digunakan di Manado.

Robert tertawa seketika.

"Lucu skali ngana Robert ee" tutur Matt.

Robert tersenyum malu. "Sepertinya saya sudah harus kembali ke kamar, Matt"

"Kenapa?" tanya Matt.

"Karena sebentar lagi akan magrib. Saya harus bangunkan Bos saya, sebelum bertemu klien" tutur Robert.

"Kita boleh ikut?" tanya Matt.

"Ikut kemana toh?"

"Pigi pa ngana pe kamar, katu"

"Hah? Waduh, jangan toh, Matt"

"Kenapa? Nyanda bole?"

"Bukannya ndak boleh. Tapi, saya ndak enak sama Bos saya, toh"

"Cuma sampe di muka kamar. Bukan sampe maso dalam" (cuma sampe di depan pintu, gak masuk ke dalem)

"Tapi..."

"Kalo ngana ba tolak, berarti ngana jahat pa kita noh"

"Mmm..."

"Ayolah, Robert. Supaya torang dua bisa kenal lebe akrab. Kong kalo kita mo pasiar pigi Jakarta, torang bisa bakudapa toh?" (supaya kita berdua bisa lebih akrab. Dan kalo gue kapan-kapan ke Jakarta, kita berdua bisa ketemuan kan?) tanya Matt.

"Tapi cuma sampe depan pintu aja yo, saya ndak enak soalnya sama Mas Galak, Matt" ujar Robert.

"Mas Galak itu... ngana pe Bos?" tanya Matt.

Robert mengangguk. "Orangnya galak, suka marah-marah"

"Pemai leh, memangnya so Bos lo apa so dia itu? Mesti ba marah-marah"

"Tapi dia baik kok, Matt"

"Ah, ngana leh, so beken lebe pastiu. Tadi bakase jatong, baru so ba bela pa dia" cetus Matt.

Robert hanya tersenyum. Mereka berjalan melewati koridor hotel bahkan beberapa ruang terbuka dengan Matt yang masih hanya mengenakan handuk. "Kamu... ndak malu opo, ndak pake baju begitu? Cuma pake handuk saja?"

"Kinapa mesti malu?" tanya Matt.

"Ndak, takutnya kamu ndak nyaman"

Matt tersenyum kecut. "Kita baru kali ini, bakudapa deng orang yang nyanda fake"

"Fake?"

"Muka dua. Munafik. Babi penghianat"

Robert tersenyum, "Kan ini baru pertama kali kita ketemu, toh? Kamu belum terlalu kenal sama saya, Matt. Jadi jangan terlalu cepat mengambil kesan dalam pertemuan toh, Matt"

"Wow, pe cerdas lagi ini babi satu" puji Matt. "Ada depe betul olo nga bilang tadi itu kang"

Robert menggaruk-garukkan kepalanya. "Kamu itu mau muji atau ngatain saya, toh? Daritadi babi pemai babi pemai terus yang keluar dari mulut kamu, lho"

Matt tertawa kecil sambil geleng-geleng. "Itu memang sifat khas sini, Robert. Orang asli sini selalu bilang, orang Manado itu darah-darah panas samua. Dorang pe mulu tu so sama deng rica-rica. Mar biar bagitu, kalo ngana bae pa dorang, dorang malah jao lebe bae pa ngana. Bagitu olo sebaliknya, ngana kasar, dorang bisa jao lebe kasar. Malah lebe bekeng mati"

"Mati?" ulang Robert.

Matt mengangguk serius.

"Saya kok malah jadi takut, yo?"

Matt tertawa. "Tapi kita bae pa ngana toh?"

Robert tersenyum manis, dia mengangguk. "Iyah. Baik. Walaupun galak pas pertama ketemu lho"

Matt tertawa manis sekali.

"Kamu tu... ganteng banget kalau lagi senyum toh, Matt. Mata kamu menyipit dan berbinar. Hidung kamu juga mancung. Mbo aku sampe minder lho. Isin" tutur Robert.

"Nya perlu ngana mo kase jelas, kita memang so ganteng dari lahir, katu" ujar Matt, percaya diri.

Robert geleng-geleng. "Bibir kamu merah banget yo. Ndak pernah kering. Opo toh rahasianya"

"Kiapa ngana suka kita pe bibir?" (kenapa lo suka bibir gue?) tanya Matt.

Robert mengangguk sambil terus tersenyum. Sampai dia tertegun sendiri dan terengah akan keluguannya. "Maksudnya tuh, bukan suka... tapi semacam... saya suka punya bibir yang bagus seperti bibir kamu gitu lho, Matt"

"Kenapa ngana suka rasa mo isap kita pe bibir?" (kenapa lo serasa pengen ngisep bibir gue?) tanya Matt.

Robert melotot seketika, tertegun lebih tepatnya. Langkah mereka terhenti. Robert tersandar di dinding koridor hotel yang sepi.

Matt menatap wajah Robert dengan penuh tantangan dan senyuman nakal. Dia sama sekali tak merasakan hal diskriminatif. Baginya laki-laki maupun perempuan sama saja. Jika dia memancing, maka dia tak akan menolak.

Robert semakin deg-degan. Wajah Matt semakin mendekatinya. Bahkan dia dapat merasakan bulu kuduknya berdiri. Matt terus tersenyum usil pada Robert. Aroma nafasnya begitu wangi. Wangi sekali. Matt begitu sempurna dan agresif. Mengingatkannya akan sikap Hema. Tapi baik Matt maupun Hema, keduanya memiliki karisma yang berbeda. Nyatanya Matt jauh lebih agresif disaat perkenalan pertamanya.

"M-Matt... kamu mau apa toh?"

"Bukannya ngana yang suka isap kita pe bibir?" tanya Matt balik.

Matek.

TO BE CONTINUED

LOST ON YOU (END 21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang