11. Status Baru

57.1K 6.2K 415
                                    

"Pagi Nyonya" Sapa Naya. Tadi saat Naya melewati dapur tidak ada siapa-siapa, jadi ia memutuskan untuk salat subuh terlebih dahulu di kamar lamanya. Karena barang-barangnga juga masih berada di sana.

"Ma. Mah. Kamu mau saya aduin ke suami saya? Hah?!" ucap Hana seraya mengancam Naya dengan nama suaminya. Karenakan biasanya jika nama suaminya di bawa-bawa Naya akan selalu menurut.

"Iya, Mamah" tuhkan. Hana tertawa dalam hati melihat kelakuan Naya.

"Sekarang masak apa, Nyo-- Mamah? Biar Naya bantu" rasanya tidak biasa bagi Naya memanggil Hana dengan sebutan Mamah.

Sejak meninggalnya Asih, Hana menjadi turun tangan. Padahal Naya sudah melarangnya, karena ia masih sanggup membuat sarapan sendirian. Tapi dengan dalih ingin memasak bareng calon menantu-- yang sekarang sudah menjadi menantu-- Naya tidak bisa menolak keinginan Hana.

Hana menyebutkan menu sarapan yang akan di buatnya, dengan gesit Naya membantu menyiapkan bahan-bahannya. Hampir satu jam mereka memasak dan mencuci kembali perabotan yang di pakai. Akhirnya masakan mereka siap di hidangkan.

"Kamu mandi gih. Biar Mamah--"

"Naya udah mandi kok. Jadi biar Naya bantu susun di maja makan" potong Naya lalu membawa makanan ke meja makan dan merapikannya. Hana yang melihat kelakuan Naya hanya menggelengkan kepalanya, lalu ikut menyusul Naya.

"Panggil Arhan ya. Mamah mau panggil Papah" suruh Hana yang langsung Naya laksanakan perintahnya.

...

"Tuan, sarapannya sudah siap" karena pintu yang tidak di tutup, membuat Naya yang berdiri di pintu bisa langsung melihat Arhan yang tengah membaca buku. Entah buku apa, Naya tidak tahu.

Tanpa mengeluarkan suara, Arhan bangkit dari duduknya, lalu keluar lebih dulu. Meninggalkan Naya yang tengah memasang wajah cengong.

"Astagfirullah, Tuan Arhan gak bales ucapan Naya" gerutu Naya padahal hal seperti ini sering terjadi, tapi tetap saja rasanya Naya kesal.

"Mau kemana kamu? Sarapan!" jantung Naya rasanya akan copot saat mendengar suara tegas milik tuan besar, siapa lagi jika bukan Wira.

Naya menoleh, menatap melas tuan besar sekaligus papah mertuanya.

"Naya mau ke dapur dulu, Tu--"

"Apa, Tua?" potong Wira sengaja dengan wajah datarnya membuat Naya kelabakan karena salah mengucap.

"Maksudnya, Papah. Iya, Papah" Naya jadi bingung sendiri saat senyum yang terkesan geli tercipta di bibir Wira.

"Mau kemana kamu? Sini sarapan" tanya Wira kembali lagi pada pertanyaan awal.

Naya menjadi merutuki dirinya yang nelewati meja makan. Padahalkan dirinya berniat menghindar dari mereka agar tidak di ajak sarapan bersama. Naya merasa tidak pantas untuk duduk bersama mereka.

"Itu Naya--"

"Mang Nana sama Mang Udin udah Mamah anterin sarapannya" sela Hana yang sudah hapal sekali alasan yang akan Naya gunakan untuk menghindar sarapan bersama.

Sejak kematian Asih, Naya selalu di ajak untuk sarapan bersama mereka dan selama itu Naya selalu berhasil menolak, tapi sepertinya kali ini akan berbeda.

"Naya mau nyapu--"

"Halaman belakang sudah kamarin di sapu" sela Hana lagi membuat Naya kembali putar otak. Alasan apa lagi kira-kira yang bisa membuat mereka percaya?

"Naya lagi--"

"Ini hari sabtu. Kamu jarang puasa di hari sabtu dan jangan coba-coba berbohong tentang puasa" untuk ketiga kalinya Hana berhasil menebak alasan yang akan Naya gunakan.

ARHANAYA || SUDAH TERBIT ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang