Epilog

84 7 2
                                    

Song recommended: Yiruma— Kiss the rain







🥀











Sudah berapa kali aku merasa bahwa dunia tidak pernah memberikan keadilan padaku?

Sudah berapa kali aku merasa sangat marah kepada Tuhan karena selalu mengambil orang-orang yang aku sayangi.

Terkadang, aku selalu bertanya-tanya. Apakah aku terlalu buruk hingga tidak dibiarkan hidup lebih lama dengan orang-orang yang aku sayangi? Orang-orang yang begitu berharga dalam hidupku.

Bintangku, Pria baik dengan senyuman secerah matahari yang baru saja datang pada kehidupan ku.

Membantuku keluar dari trauma masalalu, membantuku untuk menemukan warna baru dalam hidupku.

Sosok Pria yang entah darimana, datang dan berusaha membuatku tersenyum dan tertawa lepas.
Pria menyebalkan yang mampu membuatku mengumpat ratusan kali.

Pria dengan sejuta senyumannya, sesosok Pria yang selalu berusaha tersenyum meski dalam keadaan buruk sekalipun.

Bintangku..

Sudah dua Minggu sejak kepergiannya, tepat satu hari setelah malam itu Dio dimakam kan bersama anak-anak SKY dan Om Eunhyuk.

Satu hal yang baru ku ketahui, Dio tidak memiliki keluarga. Pria itu, hidup sendirian.

Dan semenjak malam itu, aku belum pergi ke pemakamannya. Tidak, dan tidak akan. Aku masih belum siap menerima kenyataan bahwa dirinya telah tiada, dan aku kembali ditinggalkan untuk kesekian kalinya.

Kini, pagi sekali aku berjalan menuju sekolah. Sendiri, dengan keadaan yang cukup mengenaskan. Mata yang sembab dan menghitam, hidung merah, dan kulit pucat pasi. Mungkin jika ada yang melihat, mereka akan menganggapku mayat berjalan.

Selama dua Minggu itu juga aku tidak masuk sekolah. Dan ini pertama kalinya aku keluar dari kamar setelah menghabiskan hari-hariku dengan menangis seperti orang gila.
Tanpa memberi tahu siapapun, keluar rumah tanpa di ketahui seorangpun.

Udara dingin cukup menusuk permukaan kulitku yang hanya di baluti hoodie hitam, lantas aku eratkan hoodie-ku dan menutup kepalaku dengan cundungnya. Sampai langkahku terhenti di sebuah halte bus.

Aku menoleh perlahan, memperhatikan halte bus kosong yang menjadi tempat pertama kalinya aku bertemu dengan Dio.

"Tangan kamu cantik, sayang harus dilumuri darah kaya gini."

Dengan cepat aku menggeleng kuat. Membuyarkan pikiranku yang kembali berputar dengan kenangan lalu, sebelum membuat air mata turun karena mengenangnya.

Sesampainya di dalam kelas yang masih sangat sepi, tak ada satu siswa pun yang sudah datang. Aku berjalan ke satu bangku. Bangku paling pojok yang pernah di duduki oleh seseorang.

Kemudian mendudukkan diriku, dan menenggelamkan wajahku pada kedua tanganku. Memejamkan mataku, sambil menikmati alunan lagu yang terputar melalui airpods yang menyumbat di kedua telingaku.

Tanganku bergerak membuka tas, mengambil beberapa buku kemudian meletakkannya di kolong meja.
Namun saat menunduk, aku menemukan sesuatu di bawahnya.
Sebuah buku catatan, atau lebih terlihat seperti buku diary.

Entah milik siapa, namun sepertinya ini milik Dio.

Mataku bergerak, menelisik buku catatan bersampul cokelat itu. Karena penasaran, aku buka buku catatan yang sudah aku pastikan milik Dio itu.

Kemudian saat membuka halaman pertama, aku langsung disambut dengan tulisan,

"Katanya, jika lancang membuka dan membaca privasi orang lain tanpa izin tangan dan matamu akan terasa gatal setelahnya. Jadi, cepat letakkan kembali buku catatan ku!"

𝓕𝓞𝓡 "𝓓"[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang