CHAPTER 45 MARKGUN (WAKTU BERSAMA)

428 64 29
                                    

CHAPTER 45

MARKGUN – WAKTU BERSAMA

***

**

*

Sore harinya, Gun pulang dengan rasa lelah yang menyerang. Hari ini hari Jum'at, Sabtu dan Minggu libur, jadi Gun pulang ke pack masih mengenakan seragam sekolahnya.

"Sudah pulang, Honey?" Suara Mark terdengar tenang, dilihatnya sedang duduk di atas sofa single yang tidak ada orang disekelilingnya. Mark mengenakan kacamata baca dan pakaian santai dengan celana bahan berwarna hitam, jangan lupakan buku yang menempel di atas telapak tangan kiri Mark. Duduk dengan salah satu kaki menyilang pada kaki lainnya, tampak sangat tampan.

"Loh, Phi Mark sudah pulang?" Bukannya jawaban yang Mark dapat, justru Gun bertanya balik padanya. Gun duduk di dekat pintu yang memisahkan antara pintu dan ruang tengah, melepas sepatu dan kaos kakinya yang selalu menempel sejak pagi tadi.

"Huum, hari ini hanya Mata Kuliah Sumber Daya Manusia, jadi aku pulang cepat."

Gun mengangguk paham, "aku ganti baju dulu Phi." Gun menenteng sepatu di tangan kirinya dan tersenyum simpul setelah mendapat anggukan dari Mark.

Lima menit kemudian Gun telah berada di seberang sofa single tempat Mark duduk. Merapikan rambutnya yang tadi dipenuhi peluh dan sedikit pusing, rambutnya rontok lagi. Sepertinya Gun mengalami kerontokan parah karena serangan Prisca minggu lalu. Mungkin besok Gun harus merawat rambutnya di tempat perawatan.

Mark baru menutup bukunya, menatap Gun yang terlihat kurang fokus hari ini. Wajah lelahnya membuat Mark merasa khawatir. Mata tajamnya melihat Gun dari ujung rambut sampai kaki jenjangnya, seperti sedang memindai sesuatu.

"Lehermu kenapa?" Mark menemukan garis melingkar di leher Gun, berwarna merah dengan bekas telapak tangan yang tertinggal. Mark mengelusnya pelan, Gun menyodorkan lehernya dan menegakkan kepalanya agar Mark dapat melihatnya dengan lebih jelas.

Gun menggeleng, "hanya pertengkaran kecil."

"Pertengkaran kecil macam apa yang bisa membuat lehermu merah begini?" Mark menyabarkan hati, giginya sudah bergemelatuk menahan emosi. Siapa yang berani melukai Matenya?

Gun tampak diam sejenak. "Aku bercanda dengan temanku dan dia tidak sengaja melukai leherku." Gun tidak yakin dengan kebohongannya.

"Teman yang mana?!"

Benar kan? Suara Mark terdengar tertahan.

Melihat keterdiaman Gun, Mark melayangkan pertanyaan yang sama. "Teman yang mana?! Aku bertanya padamu, Gun!"

"Benar kok tidak apa-apa." Gun mencoba menutupi kebohongannya sendiri.

"Kau hanya punya dua sahabat di sekolah, Mild dan Third. Setahuku mereka tidak pernah menyakitimu, jadi katakan siapa teman yang bercanda denganmu sampai melukai lehermu seperti ini?!" Mark menunjuk dan menekan luka di leher Gun dengan cukup keras.

"Ishhh sakit." Gun kesakitan.

Mark menggeram, "katakan atau Phi marah padamu?!"

Gun langsung menggeleng, "jangan marah, Phi." Rengeknya.

"Katakan!" Suara Mark terdengar cukup dingin. "Jangan berbohong lagi." Sudah Gun duga Phi Mark pasti tahu tentang kebohongannya.

"Saya datang, Tuan Muda." Leo datang dengan memberi hormat pada calon Alphanya.

You'll also like

          

"Jadi Leo, siapa yang menyakiti mateku? Katakan yang sejujurnya!" Ucap Mark.

Gun menggeleng ribut. "Kenapa Phi bertanya pada Leo?" Gun merajuk. "Leo tolong keluar saja, jangan bicara dengan Phi Mark."

"Kenapa kamu memerintah Leo?! Dia Warriorku yang aku tugaskan untuk menjagamu. Jika mate-ku terluka maka itu salahnya. Dimana dia mengemban tanggung jawabnya?!" Mark mendelik pada Warriornya.

Mark berdiri, menelisik Warriornya dengan pandangan tajam dan menusuk. "Kau dimana saat mateku di lukai?" Pertanyaan singkat yang cukup sulit dijawab.

"Maafkan saya, saya bersalah karena tidak bisa melindungi Tuan Muda Kirati." Leo membungkuk dalam di hadapan calon Alphanya.

"Aku tidak menyuruhmu minta maaf! Jawab saja pertanyaanku!" Mark berusaha mengatur emosinya karena jika Ibunya tahu maka matilah dia.

"Saya ada di dekatnya Tuan Muda, hanya saja Tuan Muda Gun melarang saya menolongnya. Jadi saya tidak berani melawan perintahnya, karena saya tahu jika perintahnya sama dengan perintah anda." Leo berdoa dalam hati semoga jawabannya diterima oleh calon Alphanya itu. Leo tidak ingin di cambuk 50 kali dengan bambu rotan.

Mark menarik nafasnya beberapa kali, hembusan nafasnya terdengar terburu-buru.

"Siapa?!"

"Teman Prisca yang minggu lalu membully Tuan Muda Gun." Leo menjawab dengan tenang, meski sebenarnya dia takut jika Mark semakin marah.

"TEMAN?!" Mark tertawa mengejek, "gadis sepertinya punya teman? Aku sungguh takjub."

"Ya, itu benar Tuan Muda." Leo mengiyakan. Dia menjawab sesuai apa yang dia lihat.

Mark menunjukkan seringai menakutkannya tepat di depan sang Warrior. "Sudah cukup. Kau boleh keluar." Leo mengangguk, memberi hormat dan mundur beberapa langkah lalu berbalik hingga menghilang dibalik pintu yang tertutup.

"Kenapa kau bohong padaku?! Kenapa kau menutupinya?" Mark bertanya dengan memunggungi pasangannya. Suaranya sangat rendah, bulu kuduk Gun meremang.

"...."

"Aku tidak menyuruhmu diam. Katakan sejujurnya maka aku tidak akan semarah ini." Mark tidak berani berbalik, mata kiri Mark telah berubah menjadi warna merah.

Beruntunglah sisi liar Kengkla tidak terbangun saat itu sehingga Kengkla tidak mengambilalih tubuh Mark. Beruntungnya mata kanan Mark tidak ikut menjadi warna Biru, bisa bahaya jika kedua matanya telah berubah dengan warna yang berbeda.

Gun menggigit bibirnya, merasa sangat bersalah karena telah menutupi suatu kebenaran yang mustahil tidak akan diketahui Phi Mark-nya. "Ma-maaf." Gun mencicit lirih. "Leo benar, itu teman Prisca yang minggu lalu membully-ku." Kepala Gun di tundukkan, "aku hanya tidak ingin membuat Phi Mark repot jika mereka tahu Leo adalah Bodyguard Phi atau keluarga Phiravich." Kedua tangannya meremas ujung kaos berwarna cerah yang sekarang sudah tak rapi lagi. Tangan kanan Gun mengusap kedua matanya yang sudah di genangi airmata.

Mark berbalik, Gun tampak sangat menyesal atas kebohongannya padanya. Sudut hatinya jadi tak tega melihat matenya ketakutan. "Angkat kepalamu." Titahnya dengan suara yang halus.

Gun menggeleng beberapa kali, "tidak mau." Tubuhnya bergetar karena menahan tangis.

"Aku tidak marah, Honey." Mark berusaha membujuk, tetapi lagi lagi yang didapatkannya hanyalah gelengan.

"Aku akan mendongak, tapi jangan menatapku." Mark menukikkan alisnya bingung, tetapi akhirnya dia berucap, "baiklah." Wajahnya di torehkan ke samping kanan. Beberapa detik kemudian, yang didapatinya tubuh Gun menempel pada dada bidangnya. Pemuda cantik itu berjinjit guna memeluknya. Tangannya bertautan berada tepat di punggungnya dengan wajah yang disembunyikan di ceruk leher sang Dominan.

HIDDEN PIECES  (The Next Story of ALPHA)Where stories live. Discover now