Chapter 75

1K 169 76
                                    

Sore harinya Julian bersiap untuk pergi ke ladang sawah miliknya untuk menyirami padi dengan cairan pestisida.

Seiring Arsen turut menguntitnya, "Kamu mau kemana?"

"Mau ke sawah"

"Ngapain?"

"Ya ngurus sawah lah, masa bangun masjid" cetus Julian.

"Sawahnya... sawah kamu?" tanya Arsen.

"Bukan. Punya Ambu. Gue sama Kang Maman yang ngurus"

"Aku ikut ya"

"Gak boleh!"

"Kenapa?"

"Eh, lu gak liat tuh perut udah kayak setengahnya bola basket? Gausah macem-macem ah. Di rumah aja!" cetus Julian.

"Aaahh, pengen ikut ke sawaaaah. Kan belum pernah, tau!"

"Gak!"

"Aaaah, Liaaan please..." Arsen menempelkan kedua tangannya, merengek ingin pergi. "Please please please..."

"Iya iya iya ah. Bawel banget" gerutu Julian. "Lagian kenapa sih gak di rumah aja?"

"Gak mau ah. Nanti bisa-bisa aku stress, lagi! Bahaya kan, orang lagi hamil terus stress!"

"Alah, alesan. Hamil gak hamil juga lu tetep stress!" cetus Julian.

Arsen memutar bola matanya, manyun.

"Ayo cepetan!"

"Tar dulu, aku ambil sepatu dulu"

Julian membuka mulutnya, mengernyitkan kening. "Heh, Tuan Muda! Lu cuma mau ke sawah, ngapain pake sepatu segala, hah? Pengen nampang ama siapa?"

"Terus pake apa?"

"Pake aja sendal. Kalo mau nyeker juga bisa! Gak usah manja deh" omel Julian.

"Iya iya gak usah marah-marah dong. Lagian yang bener aja nyeker. Nanti kalo kakiku keinjek beling gimana?" cetus Arsen, aneh-aneh saja.

"Lu pikir di sawah tempat apaan ada pecahan beling? Tempat laki bini berantem?" cetus Julian.

Arsen manyun lagi.

"Ayo cepetan! Keburu panen tuh sawah kelamaan disini sama lu"

Arsen mengelus-elus perutnya seketika. "Amit amiiit, amit amit. Nak, nanti kamu jangan jadi kayak bapak kamu ya, galak banget! Tapi kalo ganteng, baru ikutin Papah ya, sayang ya"

"Jangan di dengerin ya, Nak. Ibu kamu setress!" cetus Julian mengelus perut Arsen pelan sambil judes.

Arsen menyengir, "Ih, pegang-pegang"

Julian refleks melepas tangannya dari perut Arsen. "Nape lo, orang gue ngelus-elus anak gue, bukan lo!"

"Perut, perut siapa?" tanya Arsen, meledek.

Julian diam, salah tingkah. "Serah lo, serah!"

Arsen menyengir lucu, "Pegang lagi doooong"

"GAK!" Julian berjalan lebih dulu menuju luar. Arsen masih diam di tempat dengan cengirannya. Julian di ambang pintu mencetus, "Buruaaan! Lama bener dah"

"Iya sayaaaang"

Julian memutar bola matanya. Begitu Arsen melewatinya, dia pun turut mengunci pintu rumahnya. Lalu mengambil cairan pestisida di samping teras rumahnya.

Sejurus Julian dan Arsen pun keluar dari rumah mereka. Julian mendadak kebingungan kala melihat beberapa penjual, orang-orang makan dan juga ojek online ramai di muka rumahnya.

Julian mengherankan hal ini. Aneh. Tidak biasanya seramai ini. Bahkan tidak ada suara percakapan dari mereka. Mereka malah turut menyapa dan menganggukan kepalanya pada Julian tanpa suara.

Julian membalas sapaan itu balik, namun dia tetap bingung. Tidak pernah sekalipun ada penjual bakso, mie ayam, es cendol, sampai ojol menimbrung di depan rumahnya dan duduk dekat aliran saluran air yang jernih tersebut.

"Ada apa sih, Yan?" tanya Arsen ikut bingung melihat Julian diam sebentar di depan rumahnya.

Julian tak melihat Arsen, langsung menarik tangan Arsen pelan. "Ayo, Sen"

"Ada apa?" tanya Arsen, bingung.

Lantas Julian berbicara dengan pelan pada Arsen sambil melewati orang-orang yang terlihat asing tersebut. "Aneh banget gak sih, masa bisa tiba-tiba ada beberapa orang yang jualan bahkan sampe ojol di depan rumah?"

Arsen menclinguk pelan ke belakang. Nyatanya para orang-orang yang berada di depan rumah Julian tersebut turut memperhatikannya.

"Masih ngeliatin?" tanya Julian.

"Masih, Yan" jawab Arsen.

"Tuh kan" Julian merasa tak nyaman dan khawatir. "Gue jadi parnoan, anjing"

"Sayaaang, gak boleh ngomong kasar ah. Anak kita bisa denger juga tau" cetus Arsen.

"Iya maaf maaf" Raut Julian masih tak nyaman. "Jangan-jangan itu mata-mata, lagi"

"Dari?"

Kemudian ponsel Julian pun berbunyi. Dari Robert.

Julian buru-buru mengangkatnya, "Halo, Mas Robert. Mas, ada yang aneh di depan rumah, Mas. Saya..."

"Udah, tenang saja, Mas Jul. Mereka polisi yang bertugas, menyamar dengan berbagai profesi" potong Robert.

"Hah, serius? Ngapain mereka nyamar-nyamar segala? Di depan rumah saya, pula" Julian masih paranoid.

"Mereka ditugaskan oleh Tuan Besar untuk mengontrol dan mengawasi tiap gerak-gerik yang mencurigakan dari rumah Mas Jul. Maaf membuat kenyamanan Mas Julian dan Tuan Muda terganggu. Tapi semua itu dilakukan atas permintaan Tuan Besar, Mas Jul. Karena tadi, Ibu Maudi dan Mas Biru datang ke rumah dan melapor bahwa Tuan Muda hilang dari rumah mereka. Lalu mereka menuduh bahwa Tuan Arkan sekongkol dengan Mas Julian untuk menculik Tuan Muda, Mas. Tapi saya sudah memberikan kabar bahwa Tuan Arsen berada di Desa Lumajang bersama Mas Julian. Makanya beliau meminta pengamanan ketat untuk menjaga Tuan Muda dari Ibu Maudi ataupun Mas Biru" jelas Robert.

"Ooohhh, yaudah deh. Saya kira kenapa" jawab Julian, lega.

"Mas Jul gak merasa terganggu kan, Mas?" tanya Robert.

"Gak. Gapapa, Mas Robert. Terima kasih"

"Baik, Mas"

"Yaaahhh, terus kalo mau ngewe gimana dong, Bert??? Kan gak enak kedengeran orang-orang itu!" cetus Arsen seketika ke arah ponsel yang di pegang Julian.

"Hus ah!" Julian berdecak, gemas pada Arsen.

Robert geleng-geleng kepala sambil tertawa.

Arsen manyun seketika.

TO BE CONTINUED

STUCK ON YOU 2 (END 21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang