Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote dan komentar😊
■■■
"Hai, Han!" Hana menoleh, lalu tersenyum kecil saat melihat Nafi yang masuk ke dapur dan memeluknya dari samping. "Ah, kangen Nafi. Kamu sama Dedek mungil apa kabar?" Nafi ikut tersenyum, menatap Hana dan memegang perut Hana yang terlihat masih rata.
"Kita ketemu satu minggu yang lalu lo, Fi," balas Hana terkekeh. "Hana sama Dedek mungil baik, Alhamdulillah. Kamu ke rumah kok gak bilang-bilang, Fi?" Lanjutnya bertanya lalu kembali melanjutkan aktifitasnya, yaitu mencuci piring.
"Nafi di suruh Ibu anterin barang ke Tante Wina. Sekalian mau balikin buku yang minggu kemarin Nafi pinjem dari kamu," jawab Nafi. "Nafi pinjem bukunya lagi ya, Han?"
Hana selesai mencuci piring, perempuan itu mengelap tangannya yang basah lalu menatap Nafi kembali dan mengangguk. "Boleh. Tapi kamu pilih sendiri, ya? Hana mau ke kantor Kak Bian soalnya, mau anterin makan siang."
"Lha? Si Bang Bian minta bawain makan siang?" Nafi terlihat menahan tawanya. "Seriusan?"
Hana mengerutkan keningnya. "Emang kenapa? Ini inisiatif Hana kok, bukan Kak Bian yang minta. Bahkan Kak Bian gak tau sekarang Hana mau ke kantornya," balas Hana, "Hana tiba-tiba mood bikinin Kak Bian makan siang, Fi."
Nafi tertawa renyah mendengarnya. "Aduh, Dedek mungil yang ada di perut kamu kayaknya sayang banget sama Ayahnya," ucapnya menatap perut Hana. "Ini mah bawaan Dedek mungil, fiks!"
Hana menggeleng lalu memegang perutnya. "Ada-ada aja kamu, Fi."
"Ya udah, Han. Nafi ikut aja sama kamu ... Nafi bawa mobil kok. Jadi kamu gak usah panas-panasan." Nafi menggandeng tangan Hana dan membawa perempuan itu melangkah keluar dari dapur. "Sana siap-siap, Nafi mau ketemu Tante Wina sebentar."
Hana akhirnya bersiap-siap. Tidak sampai lima belas menit, perempuan itu kini sudah siap dengan setelan gamis dan jilbab berwarna hitam. "Mau sekarang, Fi?" tanyanya pada Nafi yang sedang mengobrol di ruang tengah bersama Wina.
Nafi langsung mengangguk dan berdiri, sedang Hana mengambil paper bag berisikan kotak makanan di dapur. Setelah keduanya pamit pada Wina, mereka sama-sama melangkah keluar rumah dan masuk ke dalam mobil.
"Eh, Han! Kayaknya abis pulang dari kantornya Bang Bian, kita ke toko buku aja, ya?" Nafi yang baru saja melajukan mobilnya menatap Hana sebentar.
Hana mengangguk. "Boleh, sekalian izin sama Kak Bian," balas Hana.
Mereka mengobrol banyak, sampai tak terasa kini mereka sudah sampai di parkiran kantor Abian. Hana memakai kaca matanya, melangkah keluar mobil lalu diikuti oleh Nafi. Setelah itu, mereka melangkah masuk bersamaan.
Mereka langsung melangkah menuju ruangan Abian. Sampai saat berada di depan pintu, mereka berpapasan dengan Aryan yang sepertinya akan masuk ke ruangan Abian juga.
"Eh, kalian ngapain disini?" Aryan bertanya, menatap kedua perempuan di depannya secara bergantian.
"Nafi ikut Hana, Hana bawain makan siang buat Kak Bian." Nafi yang menjawab.
Aryan mengangguk. "Ya udah, yuk masuk bareng! Si Bian baru pulang dari masjid, tadinya gue mau ajak dia makan," katanya.
"Kak Aryan makan disini aja! Makanannya cukup kok buat dua orang," balas Hana tersenyum, lalu membuka pintu seraya mengucapkan salam.
KAMU SEDANG MEMBACA
HANABIAN ✓
Spiritual[15+ || Selesai] Berawal dari kesalahpahaman, Hana dan Abian menikah. Hana Putri Abqari, si gadis albino yang sabar, harus menikah dengan Abian Pratama, si laki-laki dingin yang ketus dan kasar. Hana juga di minta untuk merubah sikap laki-laki itu...