Hari Terakhir

11 1 0
                                    

Hari bahagiaku akhirnya tiba. Dan di sinilah aku dengan microphone yang ada di genggamanku, serta mempelai wanita yang tersenyum ke arahku.
Sementara ku lihat perempuan berbalut gaun putih yang indah, dan rambut yang disanggul dengan rapih di sebrang sanah sedang menanti-nanti kata-kata yang akan keluar dari mulutku.
"Ehem, pertama ku ucapkan terimakasih kepada para hadirin yang sudah bersedia datang ke resepsi pernikahan ku dan Mendi," ucapku membuka kata sambutan sebagai pengantin pria.
"Aku mengucapkan terimakasih kepada Tuhan atas kehendak-Nya mempertemukanku dengan belahan jiwaku." Aku menatap istriku yang sangat cantik bak Dewi Yunani.
"Tidak lupa, keluarga, dan teman-teman yang menjadi saksi perjalanan cinta kami," kataku.
Aku melirik ke arah gadis itu yang sedang tersenyum bangga melihatku memberikan kata sambutan. Senyumnya yang tercantik, dan tak ada tatapan setulus itu selain dia dan ibuku.
"Namun, izinkan aku mendedikasikan kata sambutanku di acara pernikahan ini yang merupakan hari terakhir kalian melihat aku sebagai bujangan." Ku perhatikan ekspresi ibuku yang juga sama bangganya dengan gadis itu.
"Aku ingin berterimakasih kepada ibuku yang telah membesarkanku, mendidikku, dan melindungiku hingga aku bisa menjadi aku yang sekarang." Ku lihat perempuan yang kupanggil ibu itu tersenyum sambil menitikkan air mata.
"Dan... Aku juga ingin berterimakasih kepada satu lagi perempuan dalam hidupku, yang tak pernah lelah menghadapiku. Perempuan hebat yang memacuku untuk tumbuh laki-laki yang kuat. Perempuan berisik yang selalu mengomeliku saat rambut ini tak dipangkas sesuai waktunya. Perempuan yang memiliki tempat spesial di hati ini, tak ada lagi di dunia perempuan seperti ini." Aku menitikkan air mata, suaraku sudah bergetar sedari tadi.
Para tamu undangan kebingungan, kulihat keluargaku juga menerka-nerka siapa yang sedang kubicarakan.
Perempuan yang sedang kubicarakan memandangku dengan tatapan kematian karena berpikir aku mengacaukan acara ini.
"Kakakku. Dia adalah perempuan yang kubicarakan. Kak, tau tidak aku selalu mengingat senyuman getirmu ketika kau rela tidak makan ayam goreng yang sangat enak itu agar dua adikmu bisa makan enak. Aku tidak akan melupakan saat kau selalu berkata bahwa kita semu harus melewati suka duka bersama. Aku juga tidak akan melupakan saat kau mengorbankan masa mudamu agar hidup kami layak." Suaraku bergetar, aku memilih untuk memberi jeda sebelum menyelesailan kata-kataku. Kulihat perempuan yang sedang dibicarakan itu nampak terkejut.
"Terimakasih telah menjadi kakak yang luar biasa, tanpamu, aku tidak akan mengenal arti bersyukur dan artinya membuat keputusan," jelasku kepada para tamu undangan.
"Selamanya aku akan menjadi adik kecilmu, yang setiap kali pergi ke pangkas rambut selalu memasang wajah ketakutan. Yang makan mie instan diam-diam. Yang selalu merengek barang kepadamu. Terimakasih, Kak." Aku mengakhiri pidato singkatku, dan perempuan yang ku panggil kakak terlihat menitikkan air mata harunya.

-G.B
#Day13
#30DWCJilid28
#Squad1

02:00 AM. It's time to sleepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang