10

2.7K 266 5
                                    

Arifin meletakkan bungkusan nasi padang yang baru saja dia beli, lalu bergegas memanggil kedua sahabatnya dan mengirimkan pesan pada Susi untuk menyusul kedapur. Sudah lama mereka tidak makan siang bersama, karena entah ada angin apa siang ini Susi memberikan uang lebih pada Arifin dan menyuruhnya mencari restoran padang terlezat karena sungguh selera pria itu tidak diragukan lagi dalam memilih makanan terenak.

Ari sudah keluar bersama Rega meninjau lokasi baru yang akan mereka jadikan gudang penyimpanan. Susi sengaja tidak ikut karena tahu bahwa Ari pasti akan melarangnya.

Susi keluar dari ruangan Ari dan melihat ketiga sahabatnya sudah menunggu kehadiran perempuan itu. Kebiasaan lama yang sudah lama tidak mereka lakukan adalah membully Arifin, pria itu memang sama sekali tak berniat melakukan olahraga demi mengurangi berat badan. Tidak ada yang tahu kenapa pria itu sangat tidak peduli pada penampilan, bahkan Winda dan Rani sering kali mengajak Arifin untuk gym bersama namun ditolak mentah-mentah. Dia lebih memilih menghabiskan waktu dengan bermain game online dibandingkan harus melakukan kegiatan yang akan menguras tenaga, lebih baik bekerja dibawah tekanan dari pada harus mengangkat barbel. Dia mencintai bentuk tubuhnya yang gempal tanpa peduli orang-orang mencemooh, selagi kondisi kesehatannya terjaga Arifin menutup mata dari orang-orang yang sering kali menilai dirinya.

"Gue kurusin nih badan kalo mbak Sus bunting, serius gue kali ini."

Sontak ketiga perempuan itu menatap Arifin tak percaya.

"Sumpah demi kucing yang gak pernah punya suami satu Ar, lu beneran?"

"Langit bumi bersaksi, derita kujalani. Langit bumi bersaksi, derita kujalani.
Tak juga aku mengerti, misteri dunia ini. Inilah misteri dunia yang tidak akan pernah dimengerti oleh orang-orang, Arifin mau kurus tapi porsi makan sama kayak tanboy kun. Wallahu alam."
Winda menatap para sahabatnya yang menganga karena melihat aksi singkat gadis itu, kelakuan teman mereka yang lebih ajaib dari Susi kalau dipikir-pikir.
Ia menurunkan kedua tangannya yang dia gunakan untuk berdoa tadi, menampilkan cengiran tak berdosa membuat Susi mengusap pinggiran bibirnya karena merasa ada air liur yang ikut menetes.

"Lama-lama gue curiga lo punya kelainan jiwa deh Win, lo punya beban idup apa sih? Sini coba cerita sama kita, lo kenapa? Jangan kek gini lah Win, sedih gue liatnya. Nanti lo sama kayak Kartini tuh, muka tembok datar banget sumpah!"

Susi tertawa tanpa bisa dicegah mendengar penuturan Rani, reflek saja Winda mencubit pinggang gadis itu memberi peringatan untuk tidak bicara sembarangan.

"Alah, itu orang temen lo berdua kali. Kan pak Ari nyuruh kalian untuk nemenin dia kemana-mana, ciye yang punya temen baru." Timpal Arifin membuat Susi semakin tak bisa menahan tawa.

"Dih lo berdua janjian amat ngatain gue temenan sama tuh orang, yakali gue mau aja ngeliat muka dia yang mahal senyum. Gue juga ngerasa aneh dah sama tuh Kartini, kenape dia susah banget senyum. Apa nahan berak ya?"

Susi mengibaskan sebelah tangannya menyuruh teman-temannya untuk berhenti membicarakan perempuan itu.

"Mbak Susi kalo ngetawain orang jago banget ya."

"Tau ih, kesambet loh nanti."

"Heh, lo bertiga yang bikin perut gue melilit ketawa. Bangke ya!"

"Receh banget humor lo mbak, heran gue gini amat punya bu boss."

Baru saja mereka melangkah masuk ke area dapur, keempat orang itu seketika senyap karena melihat sosok yang sejak tadi jadi bahan ghibah.

"Eh, mbak Tini. Udah nangkring aja didapur, sendiri aja mbak?"

"Lo liat ada orang lain gak disini selain gue?"

Rani menelan ludahnya yang terasa mengganjal, rasa bersalah merambat keulu hati. Dia dengar gak ya?

Susi berdeham pelan melanjutkan langkah diikuti oleh sahabatnya, Arifin mengambil bungkusan nasi yang dibeli tadi lalu meletakkannya dilantai.

Mencoba untuk mencairkan suasana yang menegangkan, Susi melirik kearah Kartini yang makan dalam kesunyian. Betah banget diem-dieman.

"Gabung sama kita aja duduk sini, maklum kita lebih suka les. ."

Bunyi decitan kursi yang didorong kuat menghentikan Susi bicara, Kartini bangkit dan membuang bungkus nasi nya kedalam tong sampah tanpa bersuara apalagi menanggapi niat baik Susi yang menawarkan untuk gabung.

Wanita itu menatap Susi lalu berjalan meninggalkan keempat orang itu dengan umpatan kesal.

"Belagu amat sih!" Decih Winda tak suka.

"Udah lah, mungkin mulut dia emang gak bisa ngomong baik-baik." Tambah Rani yang mendapat anggukan Arifin.

"Gue tadi gak salah kan yah nawarin dia?"

Susi menunduk merasa tak enak hati, baru kali ini dia mendapat perlakuan kurang mengenakkan dari orang lain. Sebelumnya ada Chika yang pernah bersikap kasar namun kali ini sedikit berbeda, dan itu sedikit menyentil ego Susi.

"Udah sih mbak, biarin. Cewek tuh ya kalo diem-diem gitu, aslinya diranjang super ganas tau."

Pletak!

Jitakan gratis mendarat dikepala Arifin dari Winda.

"Bacot lo ya Fin, kalo ngomong suka kek comberan. Bau busuk!"

Pria itu mengedikkan bahu acuh, tanpa peduli lagi keadaan sekitar ia mulai menyantap nasinya mengabaikan tatapan Susi yang dipenuhi rasa bersalah.

Boss Kampret!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang